Liputan6.com, Philadelphia - Ima Matul Maisaroh adalah sosok inspiratif yang memiliki latar belakang pahit. Meski menjadi korban perdagangan manusia, wanita asal Indonesia ini mampu bangkit dari keterpurukannya.
"Saya dibesarkan di sebuah desa miskin di Indonesia. Ketika berumur 17 tahun, saya dibawa ke Los Angeles dengan janji pekerjaan sebagai pengasuh. Sebaliknya, saya terjebak tiga tahun dalam perbudakan domestik," kata Ima Matul di hadapan ribuan hadirin Konvensi Nasional Partai Demokrat di Philadelphia, Pennsylvania, Selasa malam (26/7/2016).
Baca Juga
Ima Matul mengaku, ia akhirnya berani bangkit melawan ketidakberdayaan tersebut.
Advertisement
"Ketika saya akhirnya memiliki keberanian untuk melarikan diri dari pelaku, saya menemukan sebuah tempat di Coalition to Abolish Slavery & Trafficking atau Koalisi untuk Memusnahkan Perbudakan & Perdagangan. Saya mendapat dukungan yang saya butuhkan, lalu menemukan kekuatan untuk menyelamatkan korban dari seluruh negeri," ucapnya.
Pada kesempatan itu, Ima Matul juga menyampaikan dukungannya terhadap calon presiden dari Partai Demokrat AS, Hillary Clinton. Menurut dia, istri Bill Clinton tersebut memiliki pemikiran yang sejalan dengannya yang ingin sekali menghapus perdagangan manusia dari muka Bumi.
"Sebelum perdagangan manusia menjadi perhatian, sebelum ada undang-undang untuk mengidentifikasi dan melindungi korban, bahkan sebelum saya melarikan diri dari pelaku perdagangan manusia, Hillary Clinton telah berjuang untuk mengakhiri perbudakan di era modern. Dan sepanjang kariernya, Hillary terus memperjuangkan hal tersebut," kata Ima Matul.
Menurut wanita asal Desa Gondanglegi, Malang, Jawa Timur, itu perdagangan manusia tidak hanya terjadi di luar negeri. Perdagangan manusia terjadi di mana pun di dunia.
"Setiap hari saya mendengar cerita seperti yang saya alami. Namun, saya memiliki harapan," ungkapnya. "Saya memiliki harapan, apalagi sekarang Hillary Clinton sedang mencalonkan diri menjadi presiden!"
Ima Matul masih berusia belasan tahun ketika datang ke Los Angeles, Amerika, tahun 1997 karena ajakan untuk bekerja.
Orang yang merekrutnya berjanji akan mengurus semua biaya administrasi untuk mendapatkan paspor, visa dan tiket pesawat, serta mencarikannya pekerjaan. Ia juga dijanjikan memperoleh US$ 150 per bulan. Tetapi Ima Matul justru dijadikan pembantu rumah tangga yang bekerja lebih dari 12 jam sehari tanpa digaji.
Kini Ima bekerja sebagai aktivis di Koalisi untuk Menghilangkan Perbudakan dan Perdagangan Manusia (CAST), lembaga swadaya masyarakat yang didatanginya ketika ia melarikan diri tahun 2000.
Berkat kerja keras dan perjuangannya, pada awal tahun ini Ima Matul dan rekannya, Shandra Woworuntu, yang juga WNI penyintas perdagangan manusia, diangkat sebagai dua dari 11 anggota gugus tugas untuk memantau dan memberantas perdagangan manusia di Amerika dan dunia atau "The President’s Interagency Task Force to Monitor and Combat Trafficking in Persons (PITF)".