Sukses

Pelaku Penusukan di Jepang Klaim Mampu 'Habisi' 470 Orang

Pelaku penusukan massal di panti disabilitas Jepang, Satoshi Uematsu, dikenal sebagai pemuda murah senyum.

Liputan6.com, Sagamihara - Di mata para tetangga, pemuda itu adalah sosok lembut, murah senyum, dan penolong. Namun, pada Selasa 26 Juli, Satoshi Uematsu ditahan polisi setelah ia mengakui melakukan pembunuhan massal paling buruk di Jepang pasca-Perang Dunia II.

Warga Distrik Tsukui, Kota Sagamihara, itu menusuk hingga tewas 19 kaum difabel di panti disabilitas tempat ia pernah bekerja dulu. Aksinya merupakan kebencian yang mendalam terhadap kaum difabel yang selama ini ia pendam.
 
Permukiman dengan rumah kayu dan pohon persimon yang lebat, para tetangga Uematsu tak percaya dengan laporan aksi penusukan di tempat ia pernah bekerja. Penghuni panti yang tewas kebanyakan akibat digorok lehernya.

"Anda mungkin mengharapkan saya mengatakan Uematsu terlihat aneh, atau melakukan sesuatu yang buruk, tapi tidak. Ia orang yang ramah, sopan dan sering menyapa kami tiap kali kami bertemu di jalan," kata Akihiro Hasegawa, seperti dilansir dari Guardian, Rabu (27/7/2016).

"Saya yakin semua orang di lingkungan ini berpendapat sama," lanjutnya lagi.

Menurut pria 73 tahun itu, Uematsu dengan mudah dikenali dengan penampilannya yang unik. Rambut dicat pirang dan memiliki tato di lengan. Kendati berpenampilan seperti itu, Uematsu bukan pria yang terlibat aksi kriminal.

Uematsu bekerja di panti disabilitas Tsukui Yamauri sejak Desember 2012 hingga Februari lalu. Ia keluar setelah mendapat masalah kepribadian.

Setelah melakukan aksi keji, Uematsu muncul di kantor polisi dengan pisau dan tangan bersimbah darah.

Mampu Membunuh 470 Difabel dalam Sekejap

Menurut laporan terbaru, polisi Tsukui menemukan surat yang lain berisi 'keinginan' terpendamnya. Selain meminta pemerintah untuk memberikan eutanasia kepada difabel, ia mengaku bisa membunuh mereka dengan tangannya sendiri.

"Aku bisa membunuh 470 difabel di dua fasilitas sekaligus saat melakukan jaga malam, di saat jumlah carer hanya sedikit," tulis Uematsu.

"Aksi ini akan aku lakukan dengan cepat tanpa perlu menyakiti para staf. Setelah nanti bisa membunuh 260 orang, aku akan mengaku kepada polisi."

Uematsu sadar bahwa ia bermasalah. Pria itu pun menjalani pengobatan di rumah sakit jiwa sesaat setelah mundur diri Februari lalu.

Di rumah sakit jiwa, Uematsu didiagnosis mengalami paranoid dan ketergantungan ganja.

"Ini bukan kriminal yang dilakukan dengan impulsif... Ia melakukannya dalam gelap, membuka pintu kamar dan menusuk, menggorok leher pasien satu per satu dengan tenang. Saya tak percaya dengan kekerasan yang ia lakukan..." ujar Gubernur Prefektur Kanagawa, Yuji Kuroiwa.