Liputan6.com, Baghdad - Di antara reruntuhan yang sudah menjadi puing di kawasan Karrada, Irak, lantunan doa-doa terdengar, lilin menyala, dan beberapa orang menyeka airmata. Pada Minggu 3 Juli lalu, 292 orang tewas akibat ledakan bom yang didalangi ISIS di sana.
Dan di tengah upaya pembersihan puing-puing ledakan, alunan alat musik cello mencoba 'menghibur' warga.
Baca Juga
"Jika teroris mencoba mengubah setiap elemen kehidupan menjadi medan perang, saya akan mengubahnya menjadi ladang keindahan dan peradaban," ujar komposer dan konduktor Orkestra Nasional Simfoni Irak, Karim Wasifi.
Advertisement
Karim menjelaskan, permainan cello-nya ini merupakan penegasan tekad rakyat Irak untuk melawan teror.
Invasi Amerika Serikat (AS) ke Irak pada 2003 silam, memang menjadikan negara yang pernah dipimpin rezim Saddam Hussein 'akrab' dengan teror. Namun banyaknya jumlah korban tewas dan besarnya dampak kerusakan yang timbul dalam ledakan bom di Karrada, menjadikan teror ini bukan teror biasa.
Di lokasi kejadian pengeboman itu, tak ada satu orang pun yang tidak melewati pos-pos pemeriksaan keamanan yang dikawal pasukan bersenjata. Tapi faktanya, ledakan tetap terjadi sehingga muncul dugaan bahwa ISIS telah menemukan cara baru untuk menimbulkan kerusakan dan menyebar teror.
"ISIS telah menggunakan taktik baru yang membantu mereka bergerak tanpa terdeteksi pos keamanan. Kami belum pernah melihat itu sebelumnya, dan ini sangat mengkhawatirkan," ujar salah satu sumber keamanan Barat di Baghdad seperti dilansir BBC, Kamis (28/7/2016).
Campuran Kimia 'Unik'
Rincian terkait ledakan mematikan di Karrada itu masih dalam penyelidikan.
Umumnya, taktik yang digunakan dalam bom bunuh diri adalah VBIED atau vehicle-borne improvised explosive device atau menggunakan kendaraan sebagai improvisasi alat peledak.
Namun dalam kasus Karrada, penempatan bahan peledak di dalam mobil van dan bagaimana campuan kimia itu diramu dilakukan dengan cara berbeda.
"Ini benar-benar sulit dibuat. ISIS telah berpikir keras bagaimana mereka dapat melewati pos pemeriksaan," ujar salah seorang ahli bahan peledak yang mengetahui proses penyelidikan ledakan di Karrada.
Menurut sang ahli, kemungkinan ISIS telah mengembangkan kemampuannya itu di Falluja, sebuah kota di Irak yang sempat mereka kuasai sebelum akhirnya berhasil direbut kembali.
Pembuat bom yang menewaskan ratusan orang di Karrada diyakini telah menyontek formula yang tersedia di dunia maya, kemudian disesuaikan jumlahnya agar tidak terdeteksi di pos pemeriksaan. Namun mereka telah meningkatkan dampak ledakan tersebut.
Sejumlah ahli di Irak pun mendeskripsikan campuran kimia itu sebagai sesuatu yang 'unik'.
"Kami biasa memiliki ledakan besar, namun bahan kimia dalam bom ini baru pertama kalinya digunakan di Irak. Itu unik, aneh, dan mengerikan," ujar Brigadir Jenderal Kadhim Bashir Saleh dari Angkatan Pertahanan Sipil.
Salah seorang ahli keamanan Irak lainnya, Hisham al-Hashimi meyakini bahwa formula kimia itu pernah digunakan sekali dalam serangan Al Qaeda pada 2004. Tapi ia menggambarkan taktik baru ISIS ini sebagai sesuatu yang 'sangat serius dan berbahaya'.
Beberapa ahli menggambarkan ledakan menciptakan panas yang luar biasa, bahkan mereka menyebutnya bak panas di permukaan matahari. Ledakan ini tidak membuat kawah yang menganga dan juga tidak merusak bangunan sekitar, namun menimbulkan kebakaran yang mematikan.
Mobil van yang dipasangi bahan peledak itu berada di sebuah gang, ketika kawasan itu tengah dipadati warga yang berbelanja kebutuhan lebaran sementara sebagian lainnya menikmati tayangan pertandingan sepakbola di layar besar.
Tingginya jumlah korban tewas disebut bukan dikarenakan oleh ledakan bom melainkan kebakaran, sehingga banyak orang yang terjebak di dalam pusat perbelanjaan tak tertolong. Ini semakin diperparah karena tak ada fasilitas tangga darurat di sana.
Terdapat beberapa versi cerita bagaimana mobil van itu bisa 'lolos' masuk ke kawasan tersebut. Ada yang mengatakan bahwa sang sopir memiliki lencana resmi, namun ada pula yang berpendapat terjadi persekongkolan dengan petugas penjaga.
Terkait peristiwa ini, PM Irak Haider al-Abadi telah memberhentikan semua petugas di pos-pos pemeriksaan di Karrada. Sementara di lain sisi, rakyat Irak marah atas ketidakmampuan pemerintah menghadirkan rasa aman dan lambatnya proses identifikasi jenazah ketika itu.
Seorang ahli mengatakan, ISIS mungkin tidak pernah menyangka bahwa ledakan yang mereka ciptakan dapat menyebabkan tingginya korban jiwa. "Mereka mungkin 'beruntung'," ujarnya.