Liputan6.com, Jakarta - Juru bicara Yayasan Yenbu Indonesia, Ari Rosandi menegaskan Sekolah Pribadi Depok yang bernaung di bawah Yayasan Yenbu Indonesia, sejak 1 November 2015 tidak lagi bekerjasama dengan pemerintah Turki. Sehingga pihaknya menolak dikaitkan dengan 'aksi bersih-bersih' yang tengah dilakukan negara itu pasca-kudeta militer 15 Juli lalu.
Menurutnya, sejumlah sekolah seperti Sekolah Pribadi Bandung, Sekolah Semesta Semarang, Sekolah Kharisma Bangsa, Sekolah Kesatuan Bangsa, Sekolah Fatih Banda Aceh, dan Sekolah Teuku Nyak Arif Banda Aceh memang pernah menjalin kerjasama kurang lebih selama 20 tahun dengan Pasiad -- lembaga swadaya swasta Turki.
"Kerja sama itu diketahui dan mendapatkan rekomendasi resmi dari Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia", kata Ari Rosandi, Jumat (29/7/2016).
Advertisement
Selama bekerjasama dengan Pasiad, tujuh lembaga itu, lanjut Ari beberapa kali mendapat kunjungan kehormatan dari para petinggi pemerintah Turki beberapa tahun lalu. Seperti misalnya, kunjungan Recep Tayip Erdogan -- kala itu menjabat sebagai Perdana Menteri-- ke Banda Aceh, di mana ia bertatap muka dengan para guru serta siswa-siswi pasca-tsunami yang melanda Aceh pada 2004.
"Dengan adanya kunjungan-kunjungan kehormatan tersebut kami yakini bahwa kerjasama dengan Pasiad sebelumnya telah memberikan kontribusi terhadap hubungan baik Indonesia dan Turki", ungkap Ari.
Meski bekerjasama dengan sebuah lembaga swadaya swasta dari Turki, ditegaskan Ari, lembaga itu bukan milik negara atau masyarakat Turki.
"Kerjasama itu terhenti sejak 1 November 2015. Sejak itu, tak ada lagi hubungan secara kelembagaan dengan Pasiad", tegasnya.
Karena itu pihaknya merasa tak senang dengan tindakan Kedutaan Besar Republik Turki di Indonesia yang pada 28 Juli kemarin merilis daftar nama sekolah di Indonesia yang terkait dengan organisasi FETO yang dipimpin oleh Fethullah Gulen -- ulama yang dituding sebagai dalang kudeta militer.
Ari mengatakan, tudingan terhadap sejumlah sekolah di Indonesia itu tidak berdasar dan mengarah fitnah karena lembaga pendidikan di bawah naungan Yayasan Yenbu tidak pernah mengajarkan kekerasan apalagi kegiatan terkait terorisme. Ia bahkan menilai sikap perwakilan Turki tersebut tidak pantas.
"Sebagai lembaga tentu sangat terusik, tersinggung, dan bahkan ada yang emosional. Makanya kita bakal ambil tindakan tegas terkait tuduhan kedutaan itu", kata Ari.
"Dasarnya apa kalau memang dituding sebagai sekolah penyebar teroris? Itu fitnah, karena pelajaran kita sama seperti sekolah pada umumnya", sambung Ari.
Ari menjelaskan ketujuh lembaganya itu berdiri atas ijin dari Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten setempat juga Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia, dan dikelola oleh Yayasan-Yayasan yang berbadan hukum Indonesia.
"Keberadaan kita tunduk dan taat terhadap peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, bukan peraturan perundangan yang berlaku di negara lain", imbuhnya.
Dalam rilis tertulisnya, Kedubes Turki mengatakan terdapat 9 sekolah yang terkait dengan organisasi FETO, yakni Pribadi Bilingual Boarding School Depok, Pribadi Bilingual Boarding School Bandung, Kharisma Bangsa Bilingual Boarding School Tangsel, Semesta Bilingual Boarding School Semarang, Kesatuan Bangsa Bilingual Boarding School Yogyakarta, Sragen Bilingual Boarding School, Fatih Boy's School Aceh, Fatih Girl's School Aceh, dan Banua Bilingual Boarding School Kalimantan Selatan.
Pasca-kudeta militer yang gagal, Presiden Recep Tayyip Erdogan menempuh berbagai langkah untuk membersihkan setiap elemen di Turki dari mereka yang disebutnya sebagai pengikut Gulen. Sebanyak 21.000 staf pengajar di sekolah swasta dan 15.000 karyawan di Kementerian Pendidikan dipecat, sementara 1.577 dekan universitas diminta mengundurkan diri. (Ady Anugrahadi)