Liputan6.com, Throop - Sejumlah penggagas energi berkelanjutan mulai melirik daur ulang tinja mamalia sebagai salah satu alternatif energi terbarukan. Beberapa cara telah dilakukan, misalnya mengolah tinja mamalia sebagai briket atau  melalui proses mikroba sehingga menghasilkan gas metana.
Dikutip dari BBC, Senin (1/8/2016) belum lama ini sebuah peristiwa kembali membuktikan potensi kandungan energi yang ada dalam tinja mamalia. Hal itu terjadi ketika onggokan tinja kuda mendadak terbakar di Throop, kota kecil di New York, Amerika Serikat (AS).
Advertisement
Baca Juga
Suhu udara di New York memang sedang sangat panas dalam beberapa minggu terakhir. Dinas pelestarian lingkungan hidup (Department of Environmental Conservation, DCE) menerima banyak keluhan tentang merebaknya bau tinja kuda.
Dan pada awal Juli, dinas pemadam kebakaran 'direpotkan' dengan kebakaran yang terjadi di salah satu peternakan kuda. Penyebabnya adalah tinja kuda.Â
Setelah diselidiki, ternyata pihak pengelola peternakan menimbun tinja kuda dalam jumlah yang cukup besar.
Udara yang cukup panas saat itu, yakni sekitar 32 derajat Celcius membuat tinja kuda pun mendadak terbakar.
Menurut National Fire Protection Association di AS, letupan api itu adalah akibat dari pemanasan spontan. Hal tersebut terjadi ketika sebuah benda menjadi semakin panas tanpa mengambil panas dari lingkungan sekitar.
Ketika zat itu mencapai suhu letupnya, maka terjadilah percikan spontan. Selain tinja mamalia, sejumlah benda lainnya yang bisa mendadak terbakar adalah kain berlumur minyak, jerami, dan produk pertanian lainnya.
Dengan demikian, gulungan-gulungan jerami dalam lumbung bisa saja terbakar kalau tidak dipersiapkan dengan benar sebelum disimpan.
Dipelajari dalam laporan Washington Post, disebutkan bahwa api memerlukan tiga bahan dasar, yaitu panas, oksigen, dan bahan bakar.Â
Proses letupan spontan bisa terjadi ketika suhu di dalam timbunan bahan organik--bahan bakar dengan kandungan energi--mencapai suhu 149 hingga 204 derajat Celcius.
Mikroba yang mencerna zat organik itu akan melepaskan panas ke lingkungan sehingga meningkatkan suhu dalam tumpukan jerami atau 'bahan bakar' lain sejenisnya. Untuk mencapai suhu percikan, timbunan tersebut harus tanpa kelembaban.
Para ilmuwan pernah menulis dalam jurnal Compost Science & Utilization pada 2002, "Contohnya adalah seperti merebus kentang dalam air yang kentangnya kemudian terbakar ketika air rebusannya habis."