Sukses

Muslim di Prancis Hadiri Misa Solidaritas Insiden Teror Gereja

Hal itu dilakukan sebagai bentuk solidaritas setelah seorang pendeta di Normandia tewas dibunuh oleh militan ISIS.

Liputan6.com, Paris - Muslim di sejumlah tempat di Prancis dan Italia menghadiri misa Katolik pada Minggu, 31 Juli 2016, waktu setempat. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk solidaritas setelah seorang pendeta di Normandia tewas dibunuh oleh militan ISIS.

Pendeta bernama Fr Jacques Hamel sedang memimpin misa di Gereja Saint-Etienne-du-Rouvray saat dua militan ISIS memasuki rumah ibadah yang terletak di Rouen, Normandia, pada 26 Juli 2016. Di mana ia diserang dan menyandera 4 jemaat lain.

Kepala The Grande Mosquee de Paris, Dalil Boubakeur, yang juga merupakan presiden Dewan Muslim Prancis, menghadiri kebaktian pada Minggu pagi di Katedral Notre-Dame, Paris.

Dikutip dari Reuters, Senin (1/8/2016), The Basilica of Saint-Denis yang terletak di luar Paris juga dihadiri oleh sejumlah umat Islam dan beberapa orang dari kepercayaan lain setelah otoritas keagamaan di Prancis menyerukan penduduk untuk mengekspresikan simpati mereka kepada umat Katolik.

Pastor Fr Jacques Hamel menjadi korban dalam serangan teror di Gereja Saint-Etienne-du-Rouvray Prancis (AFP)

"Kami sangat senang telah mengundang Muslim. Kami juga berbagi rasa sakit mereka, rasa sakit dari semua orang yang menderita, dalam segala hal," ujar perempuan Katolik yang menghadiri misa, Danille Ludon.

"Perasaan mereka diekspresikan dengan sangat, sangat kuat. Beberapa dari mereka sangat bersedih," ujarnya.

Dari beberapa Muslim yang menghadiri kebaktian itu, turut hadir perempuan bernama Hayat, yang datang bersama dengan anak-anak dan suaminya.

"Pada dasarnya ini merupakan pesan persatuan, selain dari perdamaian, ini benar-benar tentang persatuan," kata Hayat.

Sejumlah imam yang mewakili komunitas Muslim juga bergabung dalam misa di beberapa kota Italia, termasuk di Roma dan Milan.

"Terima kasih untuk semua orang Italia beragama Islam yang mengarahkan komunitas mereka untuk berani melawan fundamentalisme," tulis Menteri Luar Negeri Italia, Paolo Gentiloni di Twitter.