Sukses

Kisah Inspiratif De Lima, Penyala Api Olimpiade 2016

De Lima mungkin tak akan mendapat kehormatan sebagai penyala api Olimpiade seandainya Pele tak berhalangan hadir. Namun, ia sungguh layak.

Liputan6.com, Rio de Janeiro - Vanderlei Cordeiro de Lima menerima obor dari tangan atlet basket perempuan Hortencia Marcari. Kemudian ia menaiki anak tangga menuju kaldron yang didesain menyerupai bentuk matahari.

Tersenyum lebar, dengan kedua tangannya, mantan atlet berusia 47 tahun itu menyalakan api Olimpiade 2016--yang disambut gegap gempita rakyat Brasil. Seluruh dunia menjadi saksi prosesi khidmat itu, sembari bertanya-tanya, siapa gerangan pria tersebut.

De Lima mungkin tak akan mendapat kehormatan sebagai penyala api Olimpiade, seandainya Pele tak berhalangan hadir. Pada Jumat sore, 5 Agustus 2016, legenda sepak bola Brasil itu mengaku tak sanggup datang ke acara pembukaan di Stadion Maracana.

"Fisik saya tak memungkinkan untuk hadir dalam pembukaan Olimpiade," kata Pele, seperti dikutip dari USA Today, Sabtu (6/8/2016).

Mantan atlet maraton Brasil Vanderlei Cordeiro de Lima saat menyalakan kaldron Olimpiade 2016 dengan obor yang dibawanya saat upacara pembukaan Olimpiade Rio 2016 di Stadion Maracana di Rio de Janeiro, Brasil, (5/8). (AFP PHOTO/Fabrice COFFRINI)

Meski tak pernah memenangkan medali emas dalam ajang Olimpiade, Vanderlei Cordeiro de Lima dianggap pantas mendapat kehormatan sebagai penyala obor Olimpiade.

De lima mungkin bukan yang terhebat, tapi ia adalah sosok teladan.

Manusia Berhati Besar

Yang paling dikenal dari sang atlet adalah penampilannya yang mengagumkan dalam Olimpiade 2004 di Athena, Yunani.

Turun di ajang lari maraton, de Lima sama sekali tak diperhitungkan. Catatan prestasi terbaiknya beberapa menit lebih lambat dari Paul Tergat, atlet asal Kenya yang difavoritkan sebagai juara.

Hebatnya, 4 mil atau 6,4 kilometer jelang garis finis, ia memimpin. De Lima berpeluang jadi atlet Brasil pertama yang meraih emas dalam cabang maraton olimpiade.

Namun, sebuah insiden menghentikan laju kakinya.

Seorang pria, yang mengenakan kilt--atau rok ala Irlandia yang biasa dipakai pria--menabraknya dan mendorong tubuh sang atlet ke sisi jalan.

Pria itu, Neil Horan, mengaku sedang mabuk saat melakukannya. Pelaku juga pernah bikin onar di ajang British Grand Prix tahun sebelumnya.

Gara-gara interupsi mengejutkan itu, de Lima turun ke posisi tiga. Kecewa? Pasti.

Penampilan Vanderlei Cordeiro de Lima dalam Olimpiade 2004 (Reuters)

Namun, masa lalunya yang susah sebagai petani, yang penghasilannya hanya cukup membeli beras dan kacang, mungkin mengajarkan banyak hal dalam hidup de Lima.

Meski berhak untuk marah, protes, atau menyalahkan siapa pun, de Lima tak melakukannya.

Ia justru menari girang--sebuah tarian kemenangan--setelah melewati garis finis. De Lima tersenyum lebar dan tulus meski "hanya" mampu mendapatkan medali perunggu, bukan emas.

Justru kebesaran hati yang ditunjukkan pria tersebut memicu rasa hormat dan kekaguman. De Lima dianugerahi medali Pierre de Coubertin untuk sikapnya yang sportif itu.

Pada 1 Juli 2005, pemain voli pantai Brasil, yang memenangkan medali emas di Olimpiade 2004 berniat memberikan kepingan penghargaan itu pada de Lima.

Namun, pria bijaksana itu menolak. "Saya tak bisa menerima medali milik Emanue. Saya merasa bersyukur dengan apa kudapat. Meski perunggu, bagi saya, itu adalah emas," kata de Lima.

De Lima mungkin tak sebesar Pele dalam hal prestasi, tapi ia adalah duta olahraga Brasil yang luar biasa.

Ia layak menyalakan api Olimpiade 2016.