Liputan6.com, Teheran - Ilmuwan nuklir Iran, Shahram Amiri, yang ditahan sejak 2010 lalu telah dieksekusi mati. Kabar ini disampaikan pihak keluarganya.
Seperti dilansir BBC, Minggu (7/8/2016), ibu dari Amiri mengatakan, tubuh anaknya telah kembali ke kampung halaman dengan bekas jeratan tali di bagian leher. Hal itu menunjukkan bahwa ia telah dieksekusi mati dengan cara digantung.
Baca Juga
Jenazah Amiri pun kemudian dimakamkan. Pria kelahiran 1977 itu ditahan di sebuah lokasi rahasia sekembalinya ia dari Amerika Serikat (AS).
Advertisement
Amiri mengaku dibawa secara paksa oleh CIAÂ ke Negeri Paman Sam. Sejumlah laporan menyebutkan, ia telah membocorkan informasi mendalam terkait program nuklir Iran.
Peristiwa 'hilangnya' terhadap Amiri terjadi setibanya pria itu dari Mekah dalam rangka melaksankan ibadah haji pada 2009. Setahun kemudian, ia muncul di AS dan mengaku telah diculik serta berada di bawah 'tekanan psikologis yang kuat demi mengungkap informasi sensitif' oleh CIA.
Ilmuwan itu muncul dalam sebuah rekaman yang beredar pada 10 Juni dan diyakini dibuat di AS. "Mereka membawa saya ke sebuah rumah yang tidak saya ketahui lokasinya. Mereka memberikan saya suntikan anestesi," ujarnya.
Dalam video lainnya, ia mengklaim telah melarikan diri dari tahanan AS dan kembali ke Teheran pada Juli 2010. Kepulangannya ini disambut pihak keluarga dan sejumlah otoritas Iran.
Lalu pada 2011, ia ditangkap atas alasan mencoba berkhianat terhadap negara. Sebelum akhirnya pihak keluarga mengabarkan bahwa Amiri telah dieksekusi mati dengan cara digantung.
Berbeda dengan keterangan Amiri, sejumlah pejabat AS mengatakan, Amiri membelot atas kemauannya sendiri. Mereka tidak menyangkal bahwa pria itu telah memberikan 'informasi yang berguna' kepada AS.
Lebih kurang selama satu dekade terakhir, Iran diduga tengah mengembangkan senjata nuklir -- tuduhan yang disangkal negara itu. Sebaliknya, Teheran menegaskan yang tengah mereka bangun adalah energi nuklir sipil.
Dan pada Januari lalu, Iran berhasil mencapai kesepakatan dengan 5p+1 --terdiri atas AS, Inggris, Prancis, Rusia, Tiongkok, dan Jerman-- untuk membatasi program nuklir mereka. Imbalannya, sanksi ekonomi atas Negeri Para Mullah itu pun dicabut.