Sukses

ISIS Klaim Dalang di Balik Serangan Parang di Belgia

Serangan di Belgia melukai dua polisi wanita, di mana salah satunya terpaksa dilarikan ke rumah sakit.

Liputan6.com, Brussels - Kelompok ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan parang yang terjadi di Kota Charleroi, Belgia. Hal itu disampaikan kantor berita Amaq melalui Twitter.

Sesaat sebelum klaim tersebut terungkap, jaksa telah mengidentifikasi penyerang berinisial, K.B, warga Aljazair berusia 33 tahun yang tinggal di Belgia sejak 2012 lalu. Pria tersebut diduga terinspirasi oleh terorisme.

"Ada indikasi bahwa serangan itu terinspirasi oleh motif teroris. Ia (pelaku) dikenal polisi karena tindakan kriminal, bukan terorisme," jelas jaksa seperti dikutip dari Reuters, Senin (8/8/2016).

Jaksa disebut mencari dua rumah terkait serangan parang di Charleroi itu. Namun mereka tidak menjelaskan lebih lanjut.

Seperti dilaporkan sebelumnya, pelaku bersenjata parang menyerang dua polisi wanita di luar kantor polisi yang terletak di pusat Kota Charleroi, sekitar 48,2 kilometer di selatan Brussels.

Tak ada korban jiwa dalam peristiwa ini, namun seorang polisi wanita terpaksa dilarikan ke rumah sakit sementara yang lainnya menderita luka ringan.

Pria itu dilaporkan membawa ransel ketika menjalankan aksinya. Tapi tidak ditemukan bahan peledak atau senjata lainnya.

Sementara itu menurut VRT pada Minggu pagi, polisi Belgia dilaporkan menangkap seorang pria yang membawa parang di timur Kota Liege. Petugas lebih dulu mengepung kawasan di mana pria itu berada sebelum akhirnya ia berhasil dibekuk.

Menurut polisi, pria itu berasal dari Turki. Belum terbukti ia menggunakan parang untuk melakukan penyerangan dan sosoknya tidak masuk dalam radar petugas.

Perdana Menteri Belgia, Charles Michel, dalam konferensi persnya pada Minggu 7 Agustus kemarin mengumumkan Belgia akan meningkatkan keamanan di kantor polisi pasca-serangan di Charleroi.

Belgia dan ibu kotanya, Brussels, merupakan 'wilayah sensitif' mengingat terdapat markas NATO dan sejumlah kantor lembaga Uni Eropa. Saat ini status keamanan sudah mencapai siaga tiga dari maksimum empat level, ini menunjukkan ancaman 'mungkin dan dimungkinkan' terjadi.