Liputan6.com, Quetta - Sebuah faksi Taliban Pakistan telah menyatakan sebagai 'otak' serangan bom bunuh diri, yang menewaskan sedikitnya 70 orang di sebuah rumah sakit di kota Quetta. Termasuk Baz Muhammad Kakar, mantan kepala bar association atau Asosiasi Pengacara Provinsi Balochistan.
Saat itu, 7 Agustus 2016, penyerang menargetkan kerumunan pelayat jenazah seorang pengacara terkemuka yang tewas ditembak mati, Bilal Kasi. Sekitar 30 pengacara dan wartawan berada di antara korban tewas, sementara sekitar 120 orang lainnya terluka.
Baca Juga
Faksi Taliban, Jamaat-ul-Ahrar, mengatakan mereka berada di belakang insiden penyerangan di rumah sakit Pakistan dan pembunuhan Kasi. Kelompok ini merupakan pecahan dari Taliban Pakistan dua tahun lalu.Â
Advertisement
Kasi adalah Kepala bar association atau Asosiasi Pengacara Provinsi Balochistan. Dia ditembak saat dalam perjalanan ke kompleks pengadilan di Quetta.
Jamaat-ul-Ahrar yang merupakan pecahan Taliban juga mengklaim sejumlah serangan besar, termasuk bom bunuh diri yang menewaskan lebih dari 70 orang - termasuk banyak anak-anak - di sebuah taman selama perayaan Paskah tahun ini.
Serangan Terhadap Keadilan
Balochistan, provinsi termiskin Pakistan ini, telah lama 'dihantui' pemberontakan. Sejumlah orang, termasuk pengacara, dibunuh di Quetta dalam beberapa pekan terakhir.
Kasi mengutuk keras serangan tersebut. Dia mengumumkan boikot dua hari sesi pengadilan, sebagai protes atas pembunuhan seorang rekannya pekan lalu. Sejak saat itulah ia diburu kelompok militan dan dijadikan sasaran tembak berikutnya.
Presiden Supreme Court Bar Association Pakistan, Syed Ali Zafa, menyebut serangan itu sebagai "serangan terhadap keadilan". Atas kematian Kasi, Pakistan Bar Council mengumumkan pemogokan nasional oleh pengacara pada hari Selasa waktu setempat.
Korban Ledakan
Dua wartawan dilaporkan telah diidentifikasi dari 70 korban tewas. Di antaranya adalah Shahzad Khan, seorang juru kamera untuk Aaj TV, dan Mehmood Khan kameramen DawnNews.
Pengacara di Lahore menggelar demonstrasi untuk mengutuk serangan itu. Beberapa wartawan juga memrotes, menuntut perlindungan bagi kebebasan berekspresi.
Setelah ledakan di rumah sakit itu, Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif dan kepala staf militer Jenderal Raheel Sharif baik pergi ke Quetta untuk melakukan pembicaraan dengan para pejabat keamanan.
Sharif menyatakan "kesedihan yang mendalam". Tidak ada yang akan diizinkan untuk mengganggu ketenangan provinsi. Rakyat, kebijakan dan pasukan keamanan di Balochistan telah memberikan segalanya bagi negara."