Liputan6.com, New York - Orangtua dua korban warga Amerika Serikat yang tewas dalam serangan di Kota Benghazi, Libya pada 2012 menuntut secara hukum kepada calon presiden dari Partai Demokrat, Hillary Clinton.
Patricia Smith dan Charles Woods, orangtua dari Sean Smiht dan Tyrone Woods, menuntut Hillary Clinton secara hukum karena telah menyebabkan kematian dan pemfitnahan.
Baca Juga
Tuntutan itu mengklaim bahwa penggunaan e-mail server pribadi berkontribusi pada kematian anak-anak mereka.
Advertisement
Orangtua tersebut juga menuduh Hillary mengubah fakta tentang anak mereka di media. Demikian seperti dilansir dari BBC, Rabu (10/8/2016).
Kelompok teroris menyerang kawasan diplomat AS pada 2012. Saat itu, empat warga AS tewas, termasuk Duta Besar Chris Stevens. Saat itu, Kemlu AS di bawah pimpinan Hillary Clinton.
Kendati Komite DPR AS telah membersihkan nama Hillary dari kesalahan pada awal tahun ini, isu itu mengganjal kampanye mantan first lady itu untuk menjadi orang nomor satu AS.
Orangtua tersebut, yang sejauh ini sangat mengkritik Hillary, berpendapat bahwa istri mantan Presiden AS Bill Clinton itu luar biasa ceroboh dalam memegang informasi rahasia dengan disimpan di data pribadi. Server pribadi itu mungkin menguak lokasi para pekerja Kemlu AS di Libya.
Dalam gugatan itu mereka berpendapat, bisa saja musuh memperoleh informasi dengan cara meretas server Hillary dan akhirnya menyebabkan kematian anak-anak mereka.
Direktur Biro Penyelidik Federal (FBI) James Comey mengumumkan pada bulan lalu, "kemungkinan bahwa pelaku memperoleh akses" ke server e-mail Hillary. Namun, mereka tidak menemukan bukti yang meyakinkan bahwa server Hillary telah diretas.
Gugatan juga mengklaim Hillary Clinton membuat pernyataan palsu, memfitnah, lalai, ceroboh dan sengaja dan atau sengaja dengan niat jahat dalam pernyataan publik.
Para orangtua mengatakan Hillary pernah terekam menyalahkan serangan dengan pernyataan yang kontroversial di sebuah media sosial berbagi video, tetapi kemudian ia membantah rekaman tersebut.
Nick Merrill, juru bicara kampanye Hillary, menanggapi gugatan itu, "Sementara tidak ada yang bisa membayangkan rasa sakit dari keluarga Amerika yang berani dan meninggal di Benghazi, telah ada sembilan investigasi yang berbeda dalam serangan ini dan tidak menemukan bukti apa pun bahwa kesalahan itu dilakukan Hillary Clinton."