Sukses

Hakim dan Pengacara di Jerman Dilarang Gunakan Jilbab?

Dua asosiasi hukum berpengaruh di Jerman menyerukan larangan penggunaan jilbab bagi hakim dan pengacara untuk menegakkan netralitas.

Liputan6.com, Berlin - Awal tahun 2016, diskusi sengit menyeruak akibat seorang pengacara Muslim, Aqilah Sandhu, dilarang mengenakan jilbab di Augsburg, Bavaria.

Namun Shandu berhasil memenangkan haknya mengenakan jilbab setelah pengadilan memutuskan bahwa larangan itu merupakan bentuk serangan terhadap kebebasan beragama dan tak memiliki dasar hukum.

Baru-baru ini, dua asosiasi hukum berpengaruh di Jerman menyerukan larangan penggunaan jilbab bagi hakim dan pengacara untuk menegakkan netralitas di pengadilan.

Seperti dikutip dari Independent, Rabu (10/8/2016), mereka juga melarang adanya simbol-simbol keagamaan lain di ruang pengadilan.

"Pakaian netral hakim bertindak sebagai simbol...bahwa pengadilan akan memutus sengketa mereka dengan objektif dan tak berpihak," ujar Direktur Asosiasi Hakim Jerman, Sven Rebehn, kepada Rheinische Pos.

"Peraturan tentang pakaian (yang dikenakan oleh hakim dan pengacara) tak terbatas pada jilbab, namun termasuk pakaian atau simbol agama lain," imbuhnya.

Ketua Asosiasi Hakim Administrasi Jerman, Robert Seegmuller mengatakan, seragam berupa jubah hitam, kemeja putih, dan dasi kupu-kupu, cravat, atau syal berwarna putih, penting untuk menunjukkan bahwa hasil dari kasus tak tergantung pada orang, namun semata-mata pada hukum.

Menurut laporan The Local, Seegmuller berpendapat bahwa pakaian netral penting dikenakan khususnya dalam kasus di mana pihak penggugat merupakan non-Muslim.

Kemungkinan larangan pada jilbab bagi perwakilan hukum di pengadilan juga didukung oleh sejumlah politisi, termasuk Menteri Kehakiman Negara Bagian Baden-Wurttemberg dan Mecklenburg-Vorpommern, yang saat ini sedang menyusun undang-undang baru.

Sementara itu, Ketua Komite Urusan Hukum Bundestag, Renate Kunast mengatakan, pelarangan penggunaan jilbab akan melanggar kebebasan beragama secara serius.

Pedoman berpakaian dikeluarkan oleh Departemen Kehakiman Federal pada 2008, namun konstitusi Jerman tak melarang warga mengenakan simbol-simbol keagamaan.

Berlin memiliki hukum netral bagi pekerja sektor publik, termasuk guru. Namun pada 2013, seorang trainee lawyer atau pengacara magang yang merupakan seorang Muslim, diberitahu posisinya sedang ditinjau kembali karena mengenakan jilbab.