Liputan6.com, Rio de Janeiro - Tersenyum lebar, dua atlet senam Olimpiade Rio 2016 menghadap layar ponsel dan mengabadikan foto selfie mereka. Tak ada yang aneh dengan adegan itu. Namun bendera yang menempel di kostum masing-masing mengungkapkan banyak hal.
Foto yang menunjukkan keakraban pesenam Korea Utara, Hong Un-jong (27) dan rivalnya dari Korea Selatan, Lee Eun-ju (17), mendadak sontak menggegerkan dunia. Sebab, keduanya berasal dari negara yang saling bermusuhan.
Dua Korea secara teknis masih bertempur karena Perang Korea 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.
Selain banjir pujian--bahwa foto selfie tersebut menunjukkan semangat persahabatan dan persatuan Olimpiade, sejumlah orang mempertanyakan nasib Hong Un-jong sepulangnya ke Korea Utara.
Baca Juga
Mungkinkan Hong akan diganjar hukuman karena tampil bersahabat dengan musuh? Jangan-jangan perempuan itu harus mendekam di kamp kerja paksa atau bahkan dieksekusi mati gara-gara aksi selfie tersebut?
Namun, analis Korea Utara, sekaligus penggemar olahraga, Michael Madden, berpendapat hal mengerikan tak akan terjadi pada sang atlet.
Ia menambahkan, Korea Utara telah melakukan "diplomasi olahraga" sebagai bagian dari kebijakan negara sejak 1980-an.
Menurut dia, hal tersebut adalah cara yang tak politis bagi Korut, yang mengisolasi dirinya, untuk berinteraksi dengan dunia luar dan mengambil keuntungan dari kontak dan pertukaran antarbudaya.
Pihak Utara bahkan bernegosiasi dengan pihak Selatan untuk mengirimkan tim gabungan Dua Korea dalam Olimpiade 2000, 2004, dan 2008.
Dalam pembukaan Olimpiade 2000 di Sydney, dua Korea tampil bersama saat parade kontingen. Kedua negara Membawa bendera baru yang menggambarkan Semenanjung Korea.
Masyarakat dunia bertepuk tangan meriah menyambut kerukunan itu, sementara, warga Korsel dan Korut menyaksikan momentum itu dengan mengharu biru. Sayang, belakangan, kemesraan seperti itu justru jarang terlihat.
Penghargaan Vs Sanksi Berat
Di sisi lain, bagi para atlet Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK), Olimpiade adalah kesempatan untuk mewakili negara di depan penonton dunia, meski tak terbayang tekanan yang mereka hadapi di kampung halaman.
Menurut Madden, sebelumnya, Hong Un-jong pernah difoto sedang berpelukan dengan atlet senam Amerika Serikat, Simone Biles, pada sebuah ajang internasional 2014 lalu.
Baca Juga
Oposisi Korea Selatan Ancam Makzulkan Presiden Sementara Han Duck-soo Terkait Penyelidikan Darurat Militer
Detail Hyundai Palisade 2025 Mulai Diungkap, Ada Versi ICE dan HybridÂ
Kaleidoskop 2024: Deretan Berita Menggemparkan Dunia, Pernikahan Sesama Jenis Menlu Australia hingga Darurat Militer Korsel
Advertisement
"Jika akrab dengan atlet dari negara yang masuk kategori 'musuh bebuyutan' Korut dianggap dosa besar, niscaya Hong tak bakal dibolehkan ikut serta dalam Olimpiade Rio," kata Madden seperti dikutip dari BBC, Rabu (10/8/2016).
Hong adalah pesenam perempuan pertama Korut yang memenangkan medali emas pada Olimpiade 2008 di Beijing, Tiongkok. Saat kali pertama tampil di ajang internasional pada 2004, ia memicu kontroversi karena punya versi tahun lahir berbeda: 1985, 1986, dan 1989.
Jika ia memang lahir pada 1989, maka Hong belum cukup umur untuk tampil dalam Olimpiade Athena kala itu.
Namun, Hong adalah pesenam istimewa yang punya status yang juga khusus. Atlet yang dianggap sukses mengharumkan nama bangsa akan disambut dengan kalungan bunga dan segala penghormatan. Mereka akan mendapat penghargaan dari Pemerintah Korut.
Pada 2013, para atlet yang sukses diganjar hadiah apartemen lengkap dengan segala perabotan yang bisa mereka tinggali bersama keluarga.
"Semua olahragawan yang mewakili negara, terinspirasi oleh kasih sayang dari Partai Buruh Korea (WPK), bertekad bulat untuk meraih kesuksesan lebih dalam pertandingan internasional," demikian dikabarkan kantor pemberitaan Korut.
Prestasi mereka akan diekspose besar-besaran. Film dokumenter, bahkan film dramatis dibuat tentang para atlet yang sukses. Sejak berkuasa pada 2011, Kim Jong-un memprioritaskan olahraga dan diplomasi terkait itu.
Sebaliknya, jika gagal dan tampil mengecewakan, sanksi berat menanti--berupa penahanan bahkan eksekusi.
Seperti pada 2010 lalu, tim sepak bola Piala Dunia Korut harus pulang lebih awal karena gagal melaju ke final.
Laporan yang tak terkonfirmasi kala itu menyeruak, menyebut bahwa anggota tim dan para pelatih kemudian dikirim ke kamp kerja paksa.
Â