Liputan6.com, Seoul - Melesatnya kemajuan teknologi, khususnya di bidang telekomunikasi membuat banyak orang memusatkan waktu dan perhatian mereka kepada layar telepon genggam. Seolah mereka "enggan" peduli dengan keadaan sekitar sehingga lahirlah julukan zombie.
Fenomena "zombie" ini melanda ibu kota Korea Selatan, Seoul, di mana lebih dari 80 persen warganya memiliki ponsel. Mereka dilaporkan lebih fokus memainkan telepon genggam dibanding memperhatikan kondisi lingkungan sekitar.
Baca Juga
Tak jarang kebiasaan itu membahayakan diri mereka bahkan orang lain.
Advertisement
"Aku hampir tertabrak mobil ketika menyeberang jalan sambil memainkan ponsel," ujar Shin Ji-won yang berusia 24 tahun.
"Aku tak berpikir bahwa itu merupakan persoalan serius. Jadi aku terus memainkan ponsel ketika berjalan. Mungkin aku tak menyadari betapa berbahayanya itu," tambahnya.
Menurut psikolog dan profesor rehabilitasi kecanduan di Chongshin Univeristy, Cho Hyun-Seob, 15 persen pengguna ponsel di Korea Selatan mengalami kecanduan.
"Kamu berpikir bahwa ponsel adalah bagian dari tubuhmu dan menjadi khawatir jika tak memegang ponsel," jelas Cho ketika menjabarkan tentang tanda-tanda kecanduan gawai itu.
Ia juga menjelaskan, salah satu tanda-tanda kecanduan paling ekstrem adalah orang-orang tetap membawa ponselnya ketika mandi.
Cho mengatakan, untuk mengatasi kecanduan ponsel bukan merupakan hal mudah. Menurutnya, orang-orang tersebut harus mengontrol diri mereka masing-masing.
Menghentikan Serangan 'Zombie'
Cara Pemerintah Menghentikan Serangan 'Zombie'
Pemerintah Metropolitan Seoul mengatakan, angka kecelakaan lalu lintas yang melibatkan ponsel telah meningkat tiga kali lipat dalam lima tahun terakhir.
Walaupun data tersebut tak merinci berapa banyak insiden yang melibatkan pejalan kaki maupun seberapa serius cederanya, angka yang cukup besar membuat pemerintah harus mengambil tindakan untuk meningkatkan kesadaran. Demikian seperti dikatakan Kepala Operasi Transportasi, Kang Jin-Dong, seperti dikutip dari CNN, Selasa (16/8/2016).
Saat ini terdapat rambu-rambu yang ditujukan bagi pengguna trotoar di lima wilayah dengan pejalan kaki terbanyak. Tanda "Hati-hati Menggunakan Ponsel Saat Berjalan" dan "Hati-hati Saat Berjalan" dapat ditemukan di sejumlah tempat.
Kang mengakui bahwa proyek percontohan yang memakan biaya sekitar US$ 33.000 atau Rp 432 juta itu merupakan upaya yang saat ini masih terus diterapkan --dan diakuinya masih terus mengalami perbaikan.
Sebagai contoh, sebagian besar orang tak melihat tanda penyeberangan di dekat Balai Kota Seoul karena sibuk menatap layar ponsel.
"Mungkin tanda-tanda di jalan harus dibuat lebih besar agar terlihat," ujar warga berusia 33 tahun, Kim Young-il.
"Aku pikir itu merupakan ide yang bagus. Namun aku rasa tak begitu efektif. Mungkin mereka harus mencoba ide lain," kata warga lain, Shin Ji-won.
Upaya Negara Lain Menghadapi 'Zombie'
Seoul bukan kota pertama yang mencoba untuk menghentikan kebiasaan buruk warganya. Di Augsburg, Jerman, pejalan kaki yang menyeberang jalur trem diperingatkan melalui kedipan lampu LED yang terdapat di jalan.
Selain di Jerman, pada 2014, sebuah taman rekreasi di Chongqing, China, membuat jalur khusus sepanjang 30 meter bagi pengguna ponsel.
Kota kecil di Amerika Serikat, Rexburg, mendenda orang-orang yang bermain ponsel ketika menyeberang jalan sebesar US$ 50 atau sekitar Rp 655 ribu.
Advertisement