Liputan6.com, Zhenzhou - Tanpa perencanaan yang matang, pembangunan properti terancam mandek. Peristiwa ini banyak terjadi di berbagai tempat termasuk di China.
Dikutip dari Daily Mail pada Selasa (16/8/2016), pembangunan sebuah kompleks properti mewah di, Zhenzhou, China terpaksa berhenti di tengah jalan. Karena perusahaan pengembangnya kehabisan dana.
Properti itu seharusnya menjadi kompleks rumah mewah. Namun kini kawasan itu malah menjadi puing-puing yang ditumbuhi ilalang dan rumput liar.
Advertisement
Baca Juga
Menurut People's Daily Online, pengembang properti mewah itu, Li Hai Group kabarnya sudah menggelontorkan dana hingga 12 miliar yuan atau setara dengan Rp 23,7 triliun untuk pembangunan. Namun rencana awal untuk membangun 397 vila itu terpaksa mandek di tengah jalan.
Seandainya rampung, rumah-rumah mewah itu akan memiliki luas masing-masing antara 510 hingga 670 meter persegi. Menurut China Business Journal, ada delapan unit yang akan dibangun di tepi danau dan dilengkapi dengan anjungan pribadi.
Di negara dengan penduduk yang lazim tinggal di bangunan tinggi, rumah-rumah seperti ini dipandang mewah dan luas.
Antara Juli 2013 dan April 2014, perusahaan dilaporkan sempat mencatat penjualan lebih dari 200 unit. Namun beberapa pelanggaran yang terjadi berulang kali menjadi alasan pemerintah setempat menghentikan proyek itu.
Dengan penundaan berkali-kali, pihak pengembang akhirnya kehabisan uang dan terpaksa membatalkan proyeknya pada 2015.
Karena tidak ada yang mengambil alih proyek mahal tersebut, ratusan rumah setengah jadi ini terpaksa dibiarkan begitu saja. Padahal ada beberapa yang sudah hampir selesai.
Ironis, mengingat pembangunan ini terletak di kawasan yang dirancang sebagai kawasan ekologis dan rumah-rumahnya tersebut memiliki konsep ramah lingkungan. Tapi kini malah sebaliknya, bakal hunian ini malah menjadi pemicu polusi.
Keberadaan kota hantu bukan hal yang jarang di China. Selain Zhenzhou, juga terdapat sejumlah kota terabaikan lainnya di China.
Pulau Guoqi, Desa Nelayan yang Terabaikan
Desa nelayan China ini kabarnya telah terabaikan selama kurang lebih 50 tahun. Sekarang, satu-satunya yang menjadi penghuni pulau tersebut adalah alam.
Tak lagi tersentuh manusia, desa ini terletak di Pulau Guoqi, salah satu dari 394 pulau yang membentuk Kepulauan Shengsi.
Tempat yang indah, namun menyeramkan karena lama tak berpenghuni itu sebelumnya dapat menarik perhatian 100 ribu nelayan selama musim dingin. Namun lebih dari 10 tahun, mereka tak lagi mengunjungi desa ini dan tak disebutkan mengapa hal itu terjadi.
Advertisement
Ordos, 'Kota Hantu' Seharga Miliaran Dolar
Pada awal tahun 2000, pemerintah Cina menggelontorkan dana lebih dari US$ 1 miliar untuk pengembangan kota yang terletak di beberapa mil ke arah selatan dari Ordos, Mongolia.
Niat pembangunan Kota Ordos di tengah gurun Mongolia Dalam adalah untuk dihuni setidaknya oleh 1 juta orang. Namun, kota modern yang dibangun lengkap dengan berbagai infrastrukturnya itu tak menarik minat warga Tiongkok.
Alhasil, hanya 100.000 orang yang tinggal di kota seluas 354 kilometer persegi tersebut. Ini membuat Ordos menjadi kota hantu terbesar di China.
Kota ini mulai dibangun 2004 hingga sekitar 2012 dan dirancang sebagai pusat kehidupan urban di Mongolia Dalam.
Semua fasilitas modern tersedia di kota ini mulai jalanan yang lebar, taman-taman kota, monumen-monumen megah, stadion sepak bola hingga museum dengan desain unik ada di tempat ini.
Namun, semua daya tarik itu tak mampu membuat warga China berbondong-bondong pindah dan tinggal di kota itu bahkan para investor properti juga tak melirik tempat ini.
Banyak kalangan mengatakan harga properti yang terlampau mahal menjadi alasan utama kurangnya popularitas Ordos. Sementara kalangan lain menilai lokasinya yang terpencil membuat kota ini tak menarik.
Alhasil, hanya dengan 100.000 penduduk saat ini, Ordos mirip kota yang ditinggalkan usai bencana atau perang. Jalanan lengang dan gedung-gedung yang kosong menjadi pemandangan utama kota ini.
Meski demikian, pemerintah China terus berupaya mengisi dan menghidupkan kota ini. Pemerintah bahkan membujuk para petani setempat untuk pindah ke Ordos dengan kompensasi dan penawaran apartemen gratis.
Namun, upaya ini belum membuahkan hasil dan hanya sekitar dua persen gedung apartemen yang terisi. Sisanya kosong dan perlahan-lahan rusak.