Liputan6.com, Aleppo - Aleppo merupakan sebuah kota di Suriah utara yang dikepung perang sipil selama beberapa tahun terakhir. Ribuan orang, termasuk anak-anak tak bersalah, menjadi korban kekejaman perang.
Pada Rabu, 17 Agustus 2016, sebanyak tiga orang kembali menjadi korban tewas dan setidaknya 12 lainnya terluka akibat serangan di al Qaterchi, Aleppo timur, yang dikuasai kelompok pemberontak. Demikian seperti dikatakan Syrian Observatory for Human Rights yang dikutip CNN pada Kamis (18/8/2016).
Sebuah foto dan video memilukan yang memperlihatkan seorang bocah korban luka, sempat direkam dan diposting oleh kelompok aktivis Aleppo Media Center (AMC).
Advertisement
Bocah tersebut, Daqneesh, dikeluarkan dari reruntuhan bangunan yang hancur akibat serangan pada Rabu malam. Seorang pekerja pertahanan sipil menggendongnya ke sebuah ambulans.
Baju Daqneesh yang berhias gambar kartun tertutup debu dan sisi kiri wajahnya berlumuran darah. Namun ia tetap diam meskipun situasi di sekelilingnya terdengar panik.
Matanya tampak berkaca-kaca sementara tangannya berada di pangkuan saat ia duduk di kursi oranye ambulans. Tak lama kemudian, ia mengelap wajah dan melihat darah yang ada di tangannya.
Daqneesh dan lainnya dibawa ke Rumah Sakit M10, yang sebelumnya juga dihantam serangan udara. Dokter mengobati cedera kepalanya, membersihkan, dan memperbolehkan pulang pada Kamis malam.
Tak hanya Daqneesh, dokter di rumah sakit itu mengatakan, sekitar 12 anak lainnya yang berusia di bawah 15 tahun sedang mendapat perawatan.
Dilansir dari News.com.au, perang sipil di Suriah masih terus berlanjut. Pada Rabu, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan gelombang pesawat tempur lain telah berangkat dari Iran dan menargetkan Suriah timur yang dikuasai pemberontak.
Kepala Komite Keamanan dan Kebijakan Luar Negeri Nasional Parlemen Iran, Alaeddin Boroujerdi, mengatakan Rusia telah menggunakan pangkalan udara Shahid Nojeh di Iran, sekitar 50 kilometer dari utara Hamedan dalam melakukan serangan udara ke Suriah.
Boroujerdi menambahkan, pesawat Rusia hanya mendarat di lokasi itu untuk mengisi bahan bakar.
"Tak ada pangkalan tentara Rusia di wilayah Republik Islam Iran," ujar Boroujerdi.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, membela penggunaan pangkalan militer di Iran dan menyangkal tuduhan pelanggaran yang disebut oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Tak ada pasokan, penjualan, atau pengalihan pesawat tempur ke Iran. Angkatan Udara Rusia menggunakan pesawat tempur ini dengan persetujuan Iran untuk mengambil bagian dalam operasi melawan terorisme di Suriah," kata Lavrov.
Sementara itu Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Mark Toner, mengomentari hal tersebut.
"Memperburuk situasi yang sangat berbahaya...dengan menggunakan pangkalan udara Iran sebagai cara untuk melancarkan pemboman lebih intensif yang terus melanda penduduk sipil," ujarnya.