Sukses

Daging Langka pada 2050, Serangga Dapat jadi Alternatif

Walaupun dianggap sebagai hewan menjijikkan, namun serangga memiliki beragam manfaat.

Liputan6.com, Roma - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memprediksi populasi dunia akan mencapai sembilan miliar pada 2050. Beberapa masalah pun diprediksi akan timbul, salah satunya kurangnya bahan pangan berupa daging.

Namun, organisasi pangan dunia di bawah naungan PBB atau FAO mengklaim telah menemukan solusi untuk mengatasi hal itu, yakni mengganti daging dengan serangga.

Sebuah buku yang diterbitkan oleh FAO mengatakan, "entomophagy" atau memakan serangga berdampak baik bagi tubuh karena memiliki banyak nutrisi. Selain itu, kebiasaan tersebut dinilai lebih ramah lingkungan.

FAO memperkirakan, lebih dari dua miliar orang yang tersebar di Thailand, China, Ghana, dan Brasil, saat ini telah mengonsumsi serangga.

Bahkan seorang ahli ilmu serangga dan pendiri Edible Bug Shop di Sydney, Skye Blackburn, telah beternak dan menjual hewan yang sering dianggap menjijikkan itu.

Di toko miliknya, ia menjual berbagai macam serangga dan makanan yang terbuat dari hewan tersebut, mulai dari kepompong isi cokelat hingga kalajengking panggang.

Selain dapat dijadikan solusi untuk mengatasi kekurangan pasokan daging, menurut sejumlah ilmuwan mengonsumsi serangga juga baik untuk kesehatan dan juga lingkungan.

Dikutip dari News.com.au, Minggu (21/8/2016), serangga dianggap dapat menjadi pengganti daging ayam dan sapi karena mengandung lemak baik, serta tinggi kandungan kalsium, besi, dan zinc.

Dalam Paleo diet, serangga memiliki kasta lebih tinggi dibandingkan dengan sayur, buah, bunga, dan bahkan kacang.

Menurut Blackburn, hanya 20 gram dari bubuk jangkrik dapat memenuhi 100 persen kebutuhan asupan harian nutrisi penting dan mengandung 68 persen protein.

"Jangkrik tak hanya menjadi sumber protein, namun juga superfood yang mengandung banyak kebaikan di dalamnya," ujar Blackburn.

Tak hanya berdampak baik untuk kesehatan tubuh, FAO menyebut bahwa kebiasaan itu memiliki dampak baik bagi lingkungan.

Beternak serangga lebih ramah lingkungan karena memproduksi lebih sedikit gas rumah kaca. Hal tersebut disebabkan karena hanya dibutuhkan sedikit lahan ternak dan pengolahan limbah. Sebagai bonus, serangga juga dapat memakan sisa-sisa makanan.

Menurut Business Insider, rasa serangga tak seburuk yang kita bayangkan. Berdasarkan sejumlah pengakuan, jangkrik memiliki rasa seperti kentang dan kalajengking mirip dengan kepiting soka.

Sebenarnya, produk yang terbuat dari serangga tak seaneh yang kita kira, salah satunya adalah madu. Selain itu, sebagian besar pewarna merah pada permen berasal dari cochineal--salah satu jenis serangga.

Untuk lebih mengakrabkan kebiasaan mengonsumsi serangga, PBB mempromosikan pengembangan ternak serangga yang dapat Anda lakukan di halaman belakang rumah.