Sukses

Pesawat Komersial Ini Nyaris Diterbangkan oleh Pilot Mabuk

Seorang pilot yang gagal pemeriksaan alat uji nafas nyaris menerbangkan pesawat terbang komersial berisi 274 penumpang.

Liputan6.com, Frankfurt - Penerbangan nasional Sri Lanka melarang terbang seorang kapten pilot setelah yang bersangkutan gagal lulus pemeriksaan menggunakan alat uji nafas (breathalyzer) sesaat sebelum bertugas.

Pada Minggu lalu, pihak penerbangan menjelasakan bahwa pilot tersebut seharusnya dijadwalkan menerbangkan pesawat dari Frankfurt, Jerman, ke Kolombo, Sri Lanka, dengan membawa 274 penumpang.

Dikutip dari The Local pada Senin (22/8/2016), sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh perusahaan penerbangan berbunyi demikian, "Setelah menerima hasil uji, SriLankan Airlines mengambil langkah segera untuk melarang layanan oleh kapten tersebut dan mengambil langkah-langkah alternatif untuk mengoperasikan penerbangan ke Kolombo."

Seorang sumber dalam dunia penerbangan yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan bahwa penerbangan UL554 tertahan di bandara Frankfurt selama lebih dari 15 jam pada Jumat lalu.

Staf perusahaan penerbangan kemudian bersusah payah mencari kapten lain untuk menerbangkan pesawat jenis Airbus A330 tersebut.

Ilustrasi alat 'breathalyzer'. Seorang pilot yang gagal pemeriksaan alat uji nafas nyaris menerbangkan pesawat terbang komersial berisi 274 penumpang. (Sumber criminallaw.miami)

Kepada AFP, sumber yang mengetahui kejadian tersebut mengatakan bahwa seorang awak penerbangan mengadu setelah memergoki sang kapten jelas terlihat mabuk.

Pihak penerbangan mengatakan telah memulai penyidikan internal tentang kejadian ini dan akan bekerja sama dengan pemeriksaan lanjutan oleh pihak berwenang di Jerman.

Maskapai tersebut diketahui sedang berencana menghentikan penerbangan dari Frankfurt sejak Oktober nanti sebagai bagian dari pengurangan jumlah rute ke tujuan-tujuan Eropa.

SriLankan Airlines berencana menyewakan beberapa pesawat A330 kepada perusahaan-perusahaan penerbangan lain dalam upayanya menambah dana.

Perusahaan itu sekarang sedang merugi sekitar US$ 1 miliar (Rp 13,2 triliun) dan berusaha mencari rekanan asing untuk mengambil alih manajemen.

Video Terkini