Sukses

Mana yang Lebih 'Psikopat', Donald Trump atau Hillary Clinton?

Hasil penelitian yang dilakukan Kevin Dutton menyebutkan Donald Trump meraih skor 171 sementara Hillary Clinton hanya 152. Artinya?

Liputan6.com, Washington, DC - Calon presiden Amerika Serikat (AS) asal Partai Republik, Donald Trump "berhasil" mengalahkan rival beratnya Hillary Clinton. Dalam hal apa?

Psikolog Oxford University, Kevin Dutton menerapkan ukuran standar dari ciri-ciri psikopat atau disebut juga the Psychopathic Personality Inventory (untuk memetakan tokoh politik sepanjang sejarah. Penelitiannya itu dipublikasikan dalam Scientific American Mind.

Seperti yang dilansir News.com.au, Selasa (23/8/2016), Dutton pun lantas membandingkan tokoh politik masa lampau dengan sosok Trump. Hasilnya, taipan properti itu memperoleh skor 171 mengalahkan Hitler yang hanya meraih angka 169.

Namun posisi sang miliarder masih berada di bawah Raja Inggris, Henry VIII yang meraih skor 178. Sementara Saddam Husein memperoleh nilai 189.

Sementara itu pesaing Trump, capres AS dari Partai Demokrat, Hillary Clinton berada di antara Napoleon dan Kaisar Romawi ke-5, Nero. Ia memperoleh skor 152.

Beberapa nama yang diluar dugaan muncul menduduki posisi tinggi dalam penelitian PPI-R. Seperti misalnya Winston Churchill meraih nilai 155 dan Abraham Lincoln mendapat skor 123.

Skor tersebut merupakan kombinasi nilai dari delapan kategori yang berbeda, yaitu pengaruh sosial, keberanian, kekebalan stres, egosentrisme Machiavellian, kecenderungan memberontak (rebellious nonconformity), kecenderungan menyalahkan faktor eksternal (blame externalisation), sulit membuat rencana dan menyadari dampak dari tindakan tertentu (carefree non-planfulness), serta berdarah dingin (cold-heartedness).

Trump disebut memiliki skor tinggi dalam hal pengaruh sosial. Bahkan nilai terendahnya terkait blame externalisation relatif cukup tinggi.

Rodrigo Praino, Dosen di Politics and Public Policy di Flinders University mengatakan, bagaimana Trump mengatur perilaku aslinya menjelaskan banyak hal.

"Sejauh ini, cara Trump berpidato, melakukan wawancara dan berkomentar belum pernah terjadi sebelumnya dalam politik kepresidenan Amerika. Barry Goldwater, kandidat Partai Republik yang bertarung melawan Lyndon Johnson pada 1964, selama ini dikenal sebagai sosok yang paling ekstrem dalam pencalonan presiden. Namun, retorikanya masih tumpul dan tidak memecah belah seperti Trump," ujar Praino.

Dutton melalui bukunya The Wisdom of Psychopaths, telah melakukan serangkaian penelitian di mana ia meminta para penulis biografi resmi para pemimpin bersejarah untuk mengisi tes psikologi. Ia menggunakan 56 pertanyaan standar untuk mengukur ciri-ciri kepribadian psikopat seseorang.

Namun Dutton dalam artikelnya yang dipublikasikan Scientific American Mind menulis bahwa ia sendiri cukup terkejut orang seperti Churchill mendapat skor begitu tinggi.

Dipertanyakan

Penelitian Dutton ini diklaim tidak sah oleh Robyn Young, seorang profesor dari Flinders University school of psychology.

Menurut Young, artikel yang dipublikasikan Scientific American Mind adalah hal yang menarik, namun tidak ilmiah.

"Sebagian besar alat (psikologis) semacam ini bertanya bagaimana orang-orang mungkin berperilaku dalam situasi tertentu. Karena itu, jika tidak dilakukan tes kepribadian, maka kebanyakan adalah interpretasi dan tebak-tebakan dari orang yang menyelesaikannya," ujar Young.

Dutton mengakui bahwa tindakannya melibatkan "pihak ketiga" dalam mengisi formulir penilaian psikologis di luar pedoman etika. Meski demikian ia berargumen menerapkan sebuah tes sama kurang validnya dibanding "armchair diagnoses" --diagnosa yang dilakukan oleh orang yang tidak memenuhi syarat.

"Meski bagi sebagian orang (label psikopat) mengingatkan pada sosok pembunuh berantai seperti Ted Bundy dan Jeffrey Dahmer, namun para ahli menggunakannya untuk mendefinisikan individu dengan karakteristik kepribadian di antaranya kekejaman, keberanian, kepercayaan diri, pesona dangkal, karisma, ketidakjujuran, dan defisit inti dalam empati dan hati nurani," jelas Dutton.

"Apa yang membedakan pembunuh berdarah dingin dengan presiden psikopat adalah konteks dan derajatnya," imbuhnya.