Liputan6.com, Washington, DC - Mi ramen berhasil menggantikan tembakau sebagai komoditas paling 'berharga' di penjara-penjara Amerika Serikat (AS). Menurut studi terbaru, pergeseran itu terjadi sebagai reaksi atas turunnya kuantitas dan kualitas makanan yang ditawarkan di rumah tahanan AS.
"Karena murah, lezat, dan kaya kalori, ramen menjadi begitu berharga sehingga digunakan untuk barter dengan barang lain," ujar peneliti, Michael Gibson-Light seperti dikutip BBC, Selasa (23/8/2016).
Data penjara di AS menunjukkan jumlah anggaran belanja rutan tidak sebanding dengan jumlah tahanan yang ada.
Advertisement
Gibson-Light mengatakan, sejumlah petugas dan narapidana di penjara yang ia kunjungi mengakui bahwa jumlah makanan yang tersedia semakin menurun selama beberapa dekade terakhir. Pergeseran ini memiliki implikasi serius.
"Narapidana merasa sangat tidak senang dengan kualitas dan kuantitas makanan yang mereka terima, mereka mulai mengandalkan mi ramen --karena murah dan tahan lama-- dengan menggunakannya sebagai uang dalam 'perekonomian bawah tanah'," jelas Gibson-Light.
"Pergeseran sebuah barang sebagai uang bukanlah sesuatu yang dapat berubah dengan cepat dan mudah, bahkan di penjara. Dibutuhkan isu besar atau pemicu untuk memulai perubahan tersebut," imbuhnya.
Sistem Barter
Lebih lanjut Gibson-Light menjelaskan, di penjara, mi kerap dibarter dengan sejumlah barang misalnya makanan, pakaian, produk-produk kesehatan, bahkan layanan seperti laundry dan tempat tidur bersih.
Selain itu, mi juga kerap dilibatkan sebagai alat tawar-menawar dalam perjudian saat para narapidana bermain kartu atau sepakbola air. Studi Gibson-Light juga menyebutkan sebelum bahan makanan dari tepung terigu itu digunakan sebagai "mata uang di penjara", tahanan lebih dulu menggunakan perangko dan amplop.
"Pergeseran ini terjadi di seluruh kelompok yang ada di dalam rumah tahanan dan bukan merupakan reaksi atas larangan produk-produk tembakau dalam sistem penjara," tutur Gibson-Light.
Pria itu pun menyerukan dilakukannya penelitian lebih lanjut terkait dengan dampak menurunnya kuantitas dan kualitas makanan terhadap kondisi tahanan. Menurut US Bureau of Prisons, negara-negara bagian di ASÂ menghabiskan US$ 48,5 miliar untuk belanja tahanan pada 2010, kurang 5,6 persen dibanding 2009.