Liputan6.com, Washington DC - Dalam Perang 1812 yang melibatkan Amerika Serikat dan Inggris, terjadi peristiwa pembakaran Gedung Putih tepatnya pada 24 Agustus 1814 setelah pasukan Britania Raya memasuki wilayah Washington DC.
Tindakan itu sebagai balas dendam Inggris atas serangan pasukan AS di York, Ontario, Kanada pada Juni 1812.
Baca Juga
Dikutip dari History, ketika pasukan Inggris tiba di Gedung Putih, mereka mendapati Presiden James Madison dan Ibu negara Dolley telah melarikan diri ke Maryland. Para tentara disebut sempat menikmati sisa hidangan di Gedung Putih sebelum akhirnya menggeledah dan membakar kediaman orang nomor satu di AS itu.
Advertisement
Menurut White House Historical Society dan surat-surat pribadi Dolley, Presiden Madison meninggalkan Gedung Putih pada 22 Agustus untuk bertemu dengan seorang jenderal di medan perang, dan tak lama pasukan Inggris mengancam akan memasuki gedung DPR AS.
Sebelum pergi, Madison sempat berpesan kepada sang istri untuk menunggu kepulangannya di keesokan hari. Ia juga meminta agar Dolley menyiapkan dokumen-dokumen penting dan bersiap meninggalkan Gedung Putih setiap waktu.
Keesokan harinya, Dolley dan sejumlah pengawal mulai menunggu baik kedatangan Madison atau justru tentara Inggris yang lebih dulu muncul. Ketika yang terlihat di kejauhan adalah pasukan Britania Raya, ia lebih memilih meninggalkan barang-barang pribadi mereka dan menyelamatkan lukisan Presiden George Washington -- mencegahnya dari penodaan.
Ia menuliskan surat kepada adiknya pada 23 Agustus malam tentang keterlibatannya dalam penyelamatan lukisan itu. Dolley memerintahkan agar bingkai lukisan itu dirusak dan kanvasnya ditarik keluar lalu digulung sebelum akhirnya disimpan oleh dua pria yang tak teridentifikasi identitasnya.
Ketika itu sang First Lady tidak tahu bahwa lukisan itu sebenarnya adalah salinan dari lukisan Gilbert Stuart yang asli. Ketika tugas selesai, Dolley menuliskan, "dan sekarang, saudaraku, aku harus meninggalkan rumah ini, atau aku akan dijadikan tahanan rumah...".
Ia pun pergi meninggalkan Gedung Putih dan bertemu suaminya di tempat yang telah ditentukan.
Dan tiga hari pasca-penyerangan Gedung Putih, pasangan itu kembali ke Washington, namun mereka tak tinggal di Gedung Putih. Selama sisa masa jabatannya, ia tinggal di sebuah rumah di Octagon.
Setelah sempat mengalami rekonstruksi, Gedung Putih baru dihuni kembali oleh presiden terpilih James Monroe pada 1817.
Sementara itu, pada 24 Agustus 1967, suhu di London, Inggris, saat itu 27 derajat Celsius. Bagi manusia ini terbilang hawa yang normal, namun tidak bagi penguin.
Karena suhu "terik" itulah, penguin bernama Rocky dan teman betinanya diajak bermain ke gelanggang es Streatham. Kedua burung ordo sphenisciformes itu adalah penghuni dari kebun binatang di Chessington.
Seperti dilansir dari BBC, penjaga kebun binatang mengatakan, ia prihatin dengan kesejahteraan dua penguin akibat suhu 'terik'. Lantas ia pun berinisiatif menghubungi pemilik gelanggang es yang dengan senang hati menerima kehadiran dua burung yang lazimnya hidup di belahan Bumi selatan itu.
Penguin-penguin itu tiba di gelanggang es dengan didampingi oleh penjaga mereka Philip Gunstone dan Jane Redding. "Ini adalah penguin-penguin Rockhopper dari Falkland Island. Penguin jenis Rockhopper lebih terganggu oleh panas dibanding jenis Humboldt," jelas Redding.
Hal ini menginspirasi pemilik gelanggang es untuk mengundang 20 ekor penguin dari kebun binatang lain datang ke tempat itu. Selain penguin, anjing laut pun turut diizinkan datang.
Selain itu 24 Agustus juga diperingati sebagai hari kelahiran Yasser Arafat yang merupakan Ketua Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Arafat yang diumumkan meninggal dunia di Paris, Prancis, lahir pada 1929.