Sukses

Kesaksian Wanita yang Dipaksa Buka 'Burkini' di Pantai Prancis

Insiden pemaksaan buka baju mirip burkini terjadi di Pantai Nice dan Cannes. Salah satu korban menuturkan pengalamannya.

Liputan6.com, Cannes - Kala itu sore hari di musim panas yang berangin. Seorang perempuan dan anak-anaknya tengah asyik menikmati sinar matahari di Pantai Cannes. Namun, kenikmatan itu berakhir menjadi "horor" yang membekas di hatinya seumur itu.

Tiga polisi mendekatinya dan memaksa dirinya untuk membuka pakaian yang mirip burkini yang ia kenakan.

Terkait dengan pemaksaan untuk membuka baju yang ia klaim bukan burkini itu, akhirnya perempuan itu buka suara.

Dilansir News.com.au, Kamis (25/8/2016) perempuan itu mengaku bernama Siam. Pengalaman buka paksa baju yang mirip burkini yang ia kenakan membekas di hatinya.

Menurut perempuan 34 tahun, para polisi itu sempat memberikan peringatan verbal tatkala Siam menolak membuka pakaian yang ia kenakan.

Pantai yang sedang ia nikmati tak jauh dari insiden lori yang menabrak sekerumunan orang di acara Bastille Day. Saat itu 86 orang tewas.

"Kami dihentikan oleh tiga orang polisi dan mereka membacakan larangan yang dibuat oleh Wali Kota Cannes tentang pakaian yang aku gunakan. Padahal, aku tidak memakai burkini," kata Siam.

"Aku sempat menolak membukanya karena yang aku pakai adalah bandana dan kaus panjang, tapi mereka memberikan ancaman verbal kepadaku," katanya lagi.

Otoritas di wilayah Cannes memutuskan pelarangan burkini berdasarkan asas sekularisme. Wali Kota Corsica pun mengikuti langkah teman sejawatnya dan menjadikan wilayah ketiga terbesar di Prancis yang melarang baju renang khusus muslimah itu.

"Aku sangat takut atas apa yang terjadi padaku dan anak-anak. Juga perlakuan orang lain pada kami nantinya. Di pantai itu, ada yang beberapa mendukung kami, tapi tak sedikit yang tidak. Bahkan mereka memberi tepuk tangan kepada polisi," ujarnya,

Insiden yang menimpa Siam terjadi bersamaan dengan seorang perempuan di dekat Nice yang dipaksa membuka baju mirip burkini oleh empat orang polisi tatkala ia tengah menikmati sinar matahari.

Foto polisi menjatuhkan denda pada perempuan yang mengenakan burkini memicu kontroversi di Prancis (CNN)

Gambar yang beredar di media-media itu memicu debat panjang. Pasalnya, perempuan berbaju biru tidak menggunakan burkini. Melainkan, leging, baju kaus panjang, dan penutup kepala.

Siam yang mantan pramugari asal Toulouse adalah warga negara Prancis. Ia merasa polisi itu ingin mempermalukan dirinya di depan anak-anak dan keluarganya serta orang lain.

Sementara itu, Mathilde Cusin, jurnalis dari 4 TV Channel Prancis yang menyaksikan insiden yang dialami Siam mengatakan situasinya cukup mengagetkan.

"Aku melihat tiga orang polisi. Satu orang bahkan jarinya siap memicu pistol gas ke arah perempuan itu," kata Cusin.

Bahkan, orang-orang di pantai mulai memberikan tepuk tangan kepada para polisi dan berteriak, 'Keluar dari Prancis!'

"Insiden itu sungguh penuh kekerasan. Aku dapat merasakan gerombolan polisi itu memang sengaja mengincar perempuan itu. Ia menangis di jalan bersama anak-anaknya," ujar Cusin.

Terkait dengan dua insiden yang menimpa Siam dan perempuan berbaju biru, asosiasi muslim Prancis meminta pertemuan darurat kepada pemerintah. Apalagi foto-foto perempuan berbaju biru di Pantai Nice telah menjadi viral dan menjadi tajuk di berbagai media. 

Netizen Mengkritik

Meskipun banyak yang mendukung polisi, di dunia maya tak sedikit netizen menuntut keadilan. Salah seorang diantaranya adalah Lizzie. Sambil mengunggah foto perempuan di Nice di Twitter, ia menulikan, "sekelompok pria sedang mempermalukan seorang perempuan dengan memintanya buka baju di depan umum. Sayangnya, itu legal," tulisnya sambil menambahkan tagar #Burkiniban.

Akun Twitter lainnya bernama Allyson Marie dengan sini mem-posting foto baju selam dan seragam biarawati.

"Para biarawati ini sudah melanggar peraturan," tulisnya. Sementara, tweet lainnya, "Cuma satu yang ilegal, dua baju lainnya aman digunakan di Pantai Prancis."

Pengadilan tinggi kini tengah mempelajari peraturan lokal itu setelah Liga Hak Asasi Kemanusiaan meminta pemerintah pusat menghapus peraturan yang diterapkan di 15 kota di Prancis.