Liputan6.com, New York - Donald Trump menggunakan dana kampanyenya untuk membeli ribuan eksemplar bukunya sendiri dengan harga retail, yang dengan kata lain mengalirkan uang donor kembali ke kantongnya sendiri sambil memompa angka penjualan bukunya. Ini adalah taktik yang mungkin melanggar hukum, menurut para pakar keuangan.
Pada tanggal 10 Mei, panitia kampanye Trump membayar US$ 55.055 dolar kepada toko buku Barnes & Nobles, menurut berkas laporan yang dikirim ke Komisi Pemilu Federal. Jumlah itu sama dengan pembelian lebih dari 3.500 kopi buku karya Donald Trump versi sampul tebal yang berjudul Crippled America: How to Make American Great Again, atau lebih dari 5.000 kopi buku buku bersampul tipis yang telah diberi judul baru, Great Again: How to Fix Our Crippled America.
Baca Juga
Dikutip dari The Daily Beast, Senin (29/8/2016) juru bicara kandidat Presiden AS dari Partai Republik mengatakan bahwa buku tersebut dibeli sebagai "bagian dari paket hadiah selama konvensi, yang harus kami lakukan."
Advertisement
Dan memang, para delegasi yang menghadiri Konvensi Nasional Partai Republik di Cleveland bulan Juli lalu diberikan tas kanvas yang bercapkan slogan Trump dan berisi buku Crippled America, satu kotak tisu merek Kleenex, serta gelas, topi, dan kaus bertuliskan "Make America Great Again!". Mereka juga diberikan boneka plastik berbentuk embrio.
Komite Nasional Partai Republik tidak memberikan respons saat dimintai konfirmasi bahwa kandidat presiden mereka telah menghabiskan puluhan ribu dolar dana kampanye untuk membeli ribuan kopi bukunya sendiri.
Saat wartawan The Daily Beast bertanya pada juru bicara dari kubu Hillary Clinton apakah mereka pernah melakukan hal serupa, jawabanya adalah, "Kami mungkin membeli satu atau dua kopi buku Hillary untuk ditaruh di kantor, tapi kampanye kami tak pernah membeli bukunya secara besar-besaran."
Paul Ryan dari Pusat Hukum Kampanye (CLC) yang nirlaba dan tak berpihak, mengatakan bahwa Trump harus melepaskan royalti atas penjualan bukunya agar transaksi itu menjadi legal, sesuai dengan peraturan Komite Pemilu Federal (FEC).
"Pembelian buku yang ditulis kandidat oleh panitia kampanyenya boleh-boleh saja, namun ia tak boleh menerima royalti dari pihak penerbit," ungkap Ryan.Â
"Hal itu dapat dianggap sebagai pengalihan dana kampanye ke pengunaan dana secara pribadi. Terdapat preseden yang kuat dari FEC bahwa dana dari akun kampanye tidak boleh berakhir di kantong Anda sendiri," lanjut Ryan.Â
Tim Trump menolak untuk berkomentar ketika ditanya apakah Trump setuju untuk melepaskan royalti penjualan bukunya. Sementara perwakilan Simon & Schuster, penerbit buku Trump, tidak menanggapi permintaan yang berulang-ulang dari wartawan untuk memberikan tanggapan.
Undang-undang kampanye federal menyebutkan bahwa pengeluaran dana kampanye tidak boleh "mengakibatkan beralihnya dana kampanye ke akun pribadi milik kandidat atau pihak lain.
Pada tahun 2014, FEC mengeluarkan pendapat yang mengizinkan perwakilan dari GOP (Grand Old Party - Partai Republik) Paul Ryan (ketua Kongres AS dari Partai Republik) untuk membeli bukunya sendiri The Way Forward dari penerbitnya dengan "harga diskon kodian", dengan syarat bahwa tidak ada royalti yang dibayarkan ke anggota Kongres tersebut.
"Kandidat dapat menyumbangkan royalti tersebut ke kegiatan amal ," ungkap Paul dari CLC. "Intinya adalah tidak ada sepeser pun dari 55.000 dolar itu yang boleh berakhir di kantong Donald Trump tanpa melanggar hukum federal."
Selama Trump menjadi kandidat presiden, ia telah menemukan banyak cara untuk menggunakan bisnisnya sendiri dan menagihkannya sebagai biaya politis.
Jutaan Dolar Mengalir ke Rekening Trump
Â
Berkas FEC sebelumnya mengungkapkan bahwa kampanye Trump telah membayar jutaan dolar ke Tag Air Inc., perusahaan yang dipimpin Donald Trump, untuk menyediakan pesawat jet pribadi. Ia juga menggunakan gedung-gedung yang dimilikinya untuk menampung anggota stafnya dan sebagai tempat diadakannya acara-acara resmi, serta sering mengunjungi restoran Trump Grill di lobi Trump Tower.
Sepanjang sejarah, tidak ada kandidat presiden lain yang memiliki akses sedemikian besar ke bisnis yang menyandang namanya sendiri yang dapat didatangi sepanjang masa kampanyenya.
Banyak eksekutif, selebriti, dan politisi yang membeli buku mereka sendiri dalam jumlah besar. Beberapa penerbit bahkan meminta penulis populer untuk membeli sejumlah buku mereka sendiri sebelum kontrak buku tersebut ditandatangani. Namun apa yang dilakukan Trump sangat berbeda.
Ben Bruton, yang telah bekerja sebagai humas di perusahaan penerbit selama 25 tahun, mengatakan bahwa cara buku itu dibeli tampak "mencurigakan."
"Yang dilakukan kebanyakan penulis yang saya tahu, adalah pergi ke pihak penerbit dan mengatakan, 'Saya perlu sejumlah buku untuk isi tas hadiah.' Penulis akan datang ke penerbit dan mengatakan bahwa ia perlu sejumlah buku untuk disumbangkan atau acara tertentu, dan kami akan mendonasikan 500 eksemplar dengan mudah. Kami juga akan menjual lebih dari jumlah itu pada Anda dengan diskon 40%." jelas Ben.
"Yang mencurigakan, menurut saya, adalah mereka ingin agar buku tersebut masuk kembali ke daftar Buku Terlaris New York Times, atau mereka mencoba membelinya di toko retail agar mendapat royalti."
Ben mengatakan bahwa penjualan buku Trump hanya akan diikutsertakan dalam daftar buku terlaris jika dibeli di toko buku yang memiliki lokasi fisik (gedung) seperti halnya Barnes & Noble.
"Saya pernah bekerja di empat penerbit berbeda dan sering kali orang membeli banyak buku agar dapat masuk ke daftar buku terlaris. Anda tak dapat melakukannya dengan membeli di Amazon atau langsung dari penerbit," ungkap Ben. "Hanya pembelian di toko seperti Barnes & Noble dengan harga normal yang dapat dianggap sebagai penjualan."
Hal Lazim bagi Republik
Praktik membeli buku secara besar-besaran bukan hal asing bagi pihak sayap kanan. Pada tahun 2014, Tea Party PAC menghabiskan 427.000 dolar AS untuk membeli buku calon senator Mark Levin berjudul Liberty or Tyranny dalam rangka membuatnya menjadi buku terlaris.
Kurator dari daftar buku terlaris New York Times juga mengetahui tentang hal ini dan sangat menentangnya. "Karena itu Times melakukan semacam pengawasan, sehingga Anda tidak dapat menggunakan uang Anda untuk masuk ke daftar Buku Terlaris," kata Ben. Mungkin itu sebabnya kenapa buku Trump yang diterbitkan bulan November tahun lalu, gagal masuk ke daftar buku non-fiksi atau buku politik terlaris pada bulan itu.
"Namun, saya yakin bahwa itu adalah usaha untuk meraup keuntungan sekaligus untuk masuk ke daftar buku laris," demikian menurut Ben Bruton.
Ironisnya, Trump masih tetap melakukan serangan ke lawan politiknya dengan menyerukan dilakukannya penyelidikan khusus atas Hillary Clinton dan yayasan keluarganya, yang disebut Trump sebagai "licik."
Pada acara pagi Fox & Friends, Trump menyebut Bill dan Hillary Clinton sebagai "penipu" dan mengatakan bahwa "segala hal tentang mereka adalah scam/penipuan."
Advertisement