Liputan6.com, Amsterdam - Para psikopat dikenal sebagai orang yang manipulatif dan tega kepada orang lain, disertai dengan gangguan parah secara emosional yang menjadi pendorong perilaku antisosial mereka.
Para ilmuwan syaraf telah lama mengkaitkan perilaku ini dengan ketiadaaan rasa takut pada umumnya. Tapi, menurut suatu penelitian baru, para psikopat mungkin bukannya tanpa takut seperti yang diduga selama ini.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari Daily Mail pada Kamis (1/9/2016), para peneliti mengungkapkan bahwa orang-orang demikian mungkin mengalami emosi ini, tapi kurang mampu mengenali dan menanggapi ancaman-ancaman.
Dalam penelitian yang diterbitkan dalam Psychological Bulletin itu, para peneliti dari Vrije Universiteit Amsterdam dan Radboud University Nijmegen menelaah hubungan antara ketakutan dan psikopati pada orang dewasa.
Selama beberapa dekade, dugaan defisit emosi ini dipandang sebagai 'faktor yang cukup secara etiologis' bagi perilaku berisiko pada orang psikopat. Jenis-jenis gangguan emosional ini termasuk di antara ciri yang membedakan psikopat dengan penyimpangan kejiwaan lainnya.
Kata para penulis penelitian, "Psikopati adalah gangguan parah kepribadian bercirikan tumpulnya welas asih, gaya antar pribadi yang penuh muslihat dan merasa layak, dan perilaku ceroboh tak bertanggungjawab yang terkadang impulsif."
Tim peneliti menciptakan suatu model untuk memisahkan mekanisme otak yang terlibat dalam deteksi dan tanggapan otomatis terhadap ancaman dan pengalaman sadar akan ketakutan sebagai suatu emosi. Mereka bahkan menelusuri sejumlah kajian hingga terbitan 1806.
Ciri Psikopat
Melalui 'meta-analisis', para peneliti mengungkapkan adanya hanya sedikitnya bukti pendukung gagasan bahwa psikopat memiliki masalah otak yang mencegah mereka mengalami ketakutan secara sadar.
Sebaliknya, para peneliti mengungkapkan bahwa orang-orang yang psikopatik mengalami kesulitan mendeteksi ancaman-ancaman.
Menurut tim, penelitian ini memberikan bukti empiris pertama bahwa proses otomatis dan proses sadar dapat dipengaruhi secara terpisah dalam satu gangguan yang sama.
Selain implikasinya kepada pengertian otak seorang psikopat, model ini dapat diterapkan pada penelitian tentang gangguan mood dan gangguan kecemasan.
Inti Brazil, salah satu penulis untuk penelitian, menyebutkan, "Orang-orang psikopatik memang menderita rusaknya sistem ancaman, sedangkan orang dengan gangguan stres setelah trauma (post-traumatic stress disorder, PTSD) memiliki sistem ancaman yang terlalu aktif sehingga mereka merasa ketakutan."
Menurut para peneliti, penelitian-penelitian sebelumnya mungkin menggunakan kata 'takut' secara meluas, sehingga metode dan cara-cara pengukurannya menjadi tidak konsisten.
Sylco Hoppenbrouwers, seorang penulis dalam penelitian, menambahkan, "Sebagai konsekuensi penelitian kami, beberapa teori sangat berpengaruh yang menekankan ketidaktakutan dalam etiologi psikopati harus dikaji ulang agar konsisten dengan bukti ilmu syaraf yang ada.”
"Evaluasi ulang konsep-konsep kunci akan mengarah kepada peningkatan ketelitian penelitian dan praktik klinik yang tentunya membuka jalan menuju intervensi penanganan lebih tepat sasaran dan lebih efektif."
Advertisement