Liputan6.com, Caracas - Ratusan ribu warga Venezuela turun ke jalan pada Kamis 1 September 2016. Mereka berdemonstrasi menuntut Presiden Nicolas Maduro mundur dari jabatannya menyusul krisis yang berkepanjangan.
Pengunjuk rasa berbaju putih, kuning dan biru -- lambang bendera Venezuela, menyebut diri mereka 'ambil alih Caracas' dikomandani oleh para oposisi. Mereka mendesak dilaksanakannya referendum pengunduran diri Maduro.
Namun unjuk rasa itu tak sekedar melampiaskan frustrasi politik akibat keruntuhan ekonomi negeri itu. Beberapa pengunjuk rasa datang dari berbagai daerah untuk protes karena krisis makanan di Venezuela.
Advertisement
Yang lain berunjuk rasa karena makin banyak pemecatan dan susah mencari kerja.
Salah satu pengunjuk rasa adalah Ivonne Mejias. Dalam seminggu, ia hanya mendapat uang sebesar US$25 untuk 4 kepala dan terpaksa mencari tambahan dengan membuat pinata.
"Kadang aku ingin bunuh diri. Aku frustrasi tak ada makanan. Suamiku dipecat. Kami hanya mendapat US$25 perminggu. Anak-anak minta makan... aku tak bisa memenuhinya," kata Mejias seperti dilansir New York Times, Jumat (2/9/2016).
Bukannya menjawab kesulitan rakyat, Maduro justru mengerahkan pendukungnya ke jalan. Ia mengatakan, unjuk rasa yang dipimpin oposisi adalah untuk menggulingkannya bukan mencari solusi untuk memecahkan masalah.
"Negara ini dalam kondisi sedang membutuhkan persatuan, namun mereka malah mengintimidasi orang-orang," kata Maduro di tengah unjuk rasa tandingan yang memakai baju merah.
"Mereka mencoba mengkudeta pemerintah yang sah dan ingin memenuhi Venezuela serta Caracas dengan kekerasan dan kematian," lanjutnya.
Namun, tuduhan itu ditolak oleh pihak oposisi.
"Justru kami ingin menunjukkan bahwa Venezuela itu penting dan seharusnya negara ini segera berubah," kata salah satu pemimpin oposisi Jesus Torrealba, seperti dikutip dari BBC.
Para pengunjuk rasa meraa mereka sudah muak dengan kebijakan pemimpin dari partai United Socialist Party of Venezuela.
"Kami akan melawan kelaparan, kriminal, inflasi dan korupsi. Mereka tak melakukan apapun selama 17 tahun. Sudah waktunya ini berhenti," tambahnya.
Sementara itu, sejumlah kelompok kecil sempat terjadi bentrok dengan politik. Namun secara keseluruhan demonstrasi berakhir damai.