Liputan6.com, Manila - Filipina Selatan diguncang bom. Setidaknya, 14 orang jadi korban tewas dan 60 lainnya menderita luka-luka.
Peristiwa memicu kemarahan besar dari Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Ia bahkan sampai menerapkan state of lawlesness atau kondisi tanpa payung hukum.
Bukan cuma itu saja. Duterte juga memutuskan membatalkan lawatan kenegaraanya ke luar negeri.
Advertisement
Baca Juga
"Perjalanan ke Brunei dibatalkan," sebut Sekretaris Komunikasi Kepresidenan, Martin Andanar, seperti dikutip dari Inquirer, Sabtu (3/9/2016).
Sebelumnya, Duterte direncanakan mengunjungi Brunei dari 3 sampai 5 September. Brunei merupakan salah satu negara yang ada dalam rangkaian lawatan kenegaraan tersebut.
Selain Brunei, Duterte juga direncanakan mengunjungi Laos dan Indonesia. Namun, hingga saat ini belum ada kepastian apakah lawatan itu tetap dilakukan atau tidak.
Sebelumnya, bom meledak di pasar dekat Hotel Marco Polo, yang kerap dijadikan tempat menginap oleh Duterte jika ia mengunjungi Davao. Akibatnya, sekitar 14 orang meninggal dunia.
Kelompok radikal Abu Sayyaf. Mereka menyatakan bertanggungjawab atas pengeboman di Selatan Davao.
"Serangan di Kota Davao merupakan panggilan untuk semua mujahidin di Filipina untuk bersatu di tengah-tengah serangan total yang sekarang dilancarkan Militer Filipina," sebut juru bicara Abu Sayyaf, Abu Rami seperti dikutip dari ABSCBN News, Sabtu (3/9/2016).