Liputan6.com, Calais - "Tembok besar" akan segera dibangun di Calais, Prancis, menyusul lonjakan migran yang mencoba menyeberang ke Inggris melalui terowongan bawah laut Channel.
Tembok beton setinggi 4 meter itu akan didanai oleh Inggris dengan memakan biaya 2 juta pound sterling atau sekitar Rp 35,1 miliar. Terbentang sepanjang satu kilometer mendekati pelabuhan feri, pembangunan konstruksi tersebut diharapkan akan dimulai bulan ini.
Baca Juga
"Keamanan yang kita upayakan di pelabuhan ini meningkat dengan peralatan lebih baik," ujar Menteri Imigrasi, Robert Goodwill, ketika mengonfirmasi tindakan tersebut.
Advertisement
"Kami akan membangun tembok besar baru ini dengan segera. Kami telah membangun pagar, sekarang kami akan mendirikan tembok," katanya.
Seperti dikutip dari The Telegraph, Rabu (7/9/2016), tembok tersebut akan ditempatkan di kedua sisi jalan untuk mencegah upaya migran menghentikan lalu lintas dan mencoba masuk ke truk atau kendaraan lain.
Namun pembangunan tembok itu dikritik Road Haulage Association yang menyebutnya sebagai pemborosan uang pajak. Mereka mengatakan dana tersebut seharusnya dapat digunakan untuk meningkatkan keamanan di sepanjang jalan.
Angka yang dirilis bulan lalu menunjukkan bahwa Pasukan Penjaga Perbatasan Inggris di Prancis telah memberhentikan 84.088 migran pada 2015.
Komisaris Kepolisian Prancis, Patrcik Visser-Bourdon, mengklaim terdapat 22.000 pelanggaran pertahanan jalan pelabuhan pada Juni 2016. Angka tersebut meningkat tajam jika dibandingkan dengan 3.000 kasus pada Januari.
Pada Senin, 5 September 2016, jalan tol utama menuju Calais diblokade oleh truk, polisi, anggota serikat, pemilik toko, dan petani yang menuntut pembongkaran kamp migran Jungle di Calais.
Sementara itu truk, van, dan traktor memblokir persimpangan jalan menuju pintu masuk Eurotunnel. Mereka mengatakan tak akan bergerak hingga pemerintah Prancis mengambil tindakan atas krisis migran.
Akhirnya mereka sepakat untuk mengakhiri protes menyusul adanya konsesi dari pemerintah.
Goodwill juga mengatakan kepada Komite Urusan Dalam Negeri bahwa mengurangi imigrasi hingga mencapai angka 10 ribu merupakan tantangan besar.
Dia mengatakan, pemerintah tak dalam posisi untuk mengidentifikasi dan mengusir setiap warga Uni Eropa di Inggris setelah Brexit.
"Ini bukan menjadi tujuan negosiasi Inggris untuk mengusir orang yang bekerja dan tinggal di sini, di mana mereka berkontribusi terhadap layanan kesehatan, pertanian, dan seluruh bidang yang mereka lakukan," ujarnya.