Sukses

Presiden Palestina Pernah Jadi Mata-Mata Rusia?

Menurut dua peneliti dari Hebrew University, Presiden Mahmoud Abbas pernah menjadi anggota badan intelijen Uni Soviet, KGB.

Liputan6.com, Jakarta Sebuah arsip era Uni Soviet yang belum lama ini ditemukan di Inggris menyebut Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, diduga pernah bekerja untuk KGB--Badan Intelijen Uni Soviet, pada 1983. Kabar tersebut dilansir oleh media Israel, Channel 1.

Seperti dikutip dari Fox News, Kamis (8/9/2016) informasi tentang Abbas "sangat menggoda" namun tidak jelas, karena hanya terdiri dari dua baris. Ia diidentifikasikan dengan kode 'Krotov' yang berarti 'Mole' atau tikus tanah dan melaporkan kegiatan intelijennya kepada Mikhail Bodganov yang ketika itu bertugas di Damaskus.

Pada saat yang bersamaan, Abbas dilaporkan tengah belajar ilmu hukum di University of Damascus.

Informasi tersebut diperoleh dari arsip milik Vasili Mitrokhin. Ia adalah seorang mantan intelijen Uni Soviet yang membelot ke Inggris.

Catatan Mitrokhin yang telah diedit dirilis pada 2014, sementara yang asli diklasifikasikan oleh MI5. Mitrokhin dilaporkan meninggal dunia pada 2004 dan dokumennya tersebut disimpan di Churchill Archives Center di University of Cambridge di mana terbuka untuk umum. Demikian menurut The Times of Israel.

Kabar ini muncul jelang rencana pertemuan Presiden Abbas dan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

"Kami pikir itu penting sekarang dalam konteks upaya Rusia untuk mengatur pertemuan Abbas dan Netanyahu, terutama karena pada masa lalu Abbas dan Putin bergabung dalam KGB," ujar Gideon Remez, peneliti di Truman Institute di Hebrew University of Jerusalem yang "menemukan" informasi ini.

Dan seperti dituliskan Fox News, Bodganov yang saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri Luar Negeri Rusia adalah orang yang berusaha menjembatani keduanya.

"Kami tidak bisa mengatakan bahwa Bodganov langsung terhubung dengan Abbas pada waktu itu. Tapi kita asumsikan dia mempelajarinya karena ia adalah seorang ahli Timur Tengah," kata Remez.

Sementara itu rekan Remez, Isabella Ginor, mengatakan informasi ini relevan karena Rusia menurutnya melanjutkan pengaruhnya pada diri Abbas.

"Kami tidak tahu apa yang terjadi berikutnya jika Abu Mazen --panggilan lain Abbas--melayani atau bekerja untuk Soviet. Tapi sekarang dia adalah kepala negara Palestina, ini bisa menjadi "tuas" bagi dia," ungkap Ginor.

Bantahan Palestina

Tak lama setelah beredar, kabar ini segera dibantah oleh sejumlah pejabat Palestina. Mereka bahkan menertawakannya.

"Ada upaya yang jelas dari berbagai elemen untuk merusak citra Abbas, termasuk Israel. Ini adalah cara untuk memfitnah dirinya," ujar anggota komite pusat Fatah, Mohammed al-Madani, kepada Haaretz.

Menurut pejabat Palestina, Abbas tidak perlu menjadi agen KGB ketika itu karena Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang didirikan oleh Yasser Arafat memang menjalin kerja sama dengan Moskow. Abbas diketahui memimpin yayasan persahabatan Palestina-Uni Soviet, membuatnya secara de facto terhubung dengan Rusia.

Mereka menilai kabar ini upaya berani untuk merusak citra Abbas ketika ia tengah berjuang di tengah perbedaan pendapat di dalam negeri dan menggalang dukungan global. Radio Israel, Gal Berger, bahkan menyebut pejabat Palestina menertawakan isu ini.

Namun Remez menolak jika informasi yang diungkapkannya ini sebagai upaya untuk melemahkan Abbas. Pada kenyataannya mereka mengklaim mendukung pembicaraan damai dengan Palestina, tapi tidak di bawah naungan Rusia.

"Ini bukan dasar ide yang baik. Jadi kami pikir, ini adalah waktunya untuk memberitahu publik," tegasnya.

Remez dan rekannya mengklaim cukup sedikit informasi yang mereka dapatkan dalam dokumen tersebut. Bahkan, mereka tidak bisa menjelaskan bagaimana dan berapa lama Abbas direkrut menjadi anggota KGB.

Video Terkini