Sukses

Wanita Ini Klaim Ramal Tsunami Aceh dan Bencana Lewat Rasa Sakit

Charlotte King mengaku meramalkan ribuan gempa dalam kurun waktu 30 tahun. Mukjizat atau delusi?

Liputan6.com, Salem - Rasa sakit itu datang tanpa diduga -- sensasi menghujam di rusuk kiri, punggung atas yang terasa remuk, dan telinga bagai tertusuk.

Bagi Charlotte King, itu bukan urusan fisik belaka. Menurut perempuan  itu, nyeri tersebut merupakan tanda bahwa bencana besar yang menimbulkan korban jiwa akan terjadi.

Wanita berusia 70 tahun asal Oregon itu, mengaku mengalami rasa sakit hebat sebelum gempa besar dan letusan gunung berapi terjadi. Keanehan itu telah ia alami selama 40 tahun terakhir.

Sebelumnya, seorang ahli geologi Jim Berkland, menciptakan istilah pseudosains "earthquake sensitive" yang merujuk pada orang-orang yang mengaku sensitif terhadap tanda-tanda terjadinya bencana alam.

Ia mengatakan, hal tersebut ditunjukkan dalam mimpi atau penglihatan, tanda-tanda yang dirasakan secara fisik, atau gejala secara psikologis. Tak hanya itu, beberapa orang merasakan telinga berdenging, sakit kepala, dan perasaan tak nyaman.

Menurut sejumlah laporan, ada ribuan orang di seluruh dunia yang mengaku "earthquake sensitive".

(www.braddurhamdmd.com)

Ketika mengalami tanda-tanda bencana, King menyebarkan prediksinya melalui buletin yang ia kirim melalui email kepada pengikut websitenya. Ia juga berhubungan secara rutin dengan jurnalis, ilmuwan, ahli geologi dan vulkanologi di seluruh dunia.

King mengaku dapat meramalkan tiga tipe bencana--gempa bumi, erupsi gunung berapi, dan badai matahari--berdasarkan suara dan tanda-tanda yang dirasakan tubuhnya.

"Aku mendengar berbagai jenis suara...nada panjang, ganda, pendek, dan bergelombang. Beberapa nada terdengar seperti bunyi klakson namun bernada lebih dalam," ujarnya.

"Sementara itu tanda-tanda secara fisik jauh lebih terikat di setiap lokasi."

King mengaku telah beberapa kali memprediksi bencana dengan cepat, hanya beberapa menit sebelum terjadi, termasuk erupsi Gunung St Helens pada 18 Mei 1980.

Gempa dan tsunami yang melanda wilayah Tohoku, Jepang, mengakibatkan banyaknya korban jiwa dan kerugian yang tak sedikit (Foto: Reuters).

"Aku juga meramalkan erupsi besar Gunung Pinatubo di Filipina, tujuh menit sebelum itu terjadi," ujar dia kepada News.com.au seperti dikutip Liputan6.com pada Kamis (8/9/2016).

"Aku memprediksi gempa besar di Indonesia pada 24 Desember 2004 (Tsunami Aceh), gempa Bio Bio Chile pada 27 Februari 2010, serta gempa besar Jepang pada 11 Maret 2011," imbuhnya.

Ia juga mengklaim berhasil meramalkan gempa Nepal yang terjadi pada April 2015, serta aktivitas Gunung Hood dan Danau Mammoth di Amerika Serikat.

"Terdapat ribuan gempa yang telah aku prediksi selama lebih dari 30 tahun," ungkapnya.

Namun, News.com.au tak dapat memverifikasi pengakuan King.

2 dari 3 halaman

Petunjuk Bencana

Menurut King, setiap bagian tubuhnya menunjukkan lokasi gempa yang berbeda. "Sakit di telinga, biasanya Italia, Sisilia, Yunani, dan Kreta," ujarnya.

"Punggung atas seperti yang telah aku katakan beberapa kali untuk Jepang."

King mengatakan, ia sangat ingin makan popcorn dan merasakan nyeri hebat di rusuk ketika bencana alam terjadi di Australia.

"Beberapa tanda-tanda kadang bergabung dengan lainnya, seperti California Selatan memiliki gejala yang mirip dengan Italia, sedangkan Selandia Baru serupa dengan Australia..."

King biasanya merasakan gejala tersebut 12 hingga 72 jam sebelum terjadi bencana. "Rasa sakit akan meningkat jika bencana semakin dekat," ujarnya.

Menurut pengakuannya, hidup dengan rasa sakit terkait bencana bukanlah hal mudah. Ia berkali-kali dibawa ke ruang gawat darurat karena sakit yang dideritanya teramat hebat.

King juga mengatakan, dirinya berulang kali mencari petunjuk medis mengenai gejala yang dideritanya. Ia beberapa kali menjalani CT scans dan EKG, namun hasilnya selalu nihil.

Ilustrasi Gempa Bumi (iStockphoto)

Tak hanya secara fisik, ia juga menjalani tes untuk memastikan bahwa dirinya sehat secara mental. Namun lagi-lagi, tak ada yang salah dengan dirinya.

Meskipun harus mengalami rasa sakit, namun King mengaku bahwa kemampuannya memprediksi bencana alam bukan merupakan suatu beban.

"Aku percaya bahwa itu adalah mukjizat, namun kadang-kadang menyakitkan. Aku tidak muda lagi seperti ketika berusia 30 tahun, sehingga lebih memberatkan secara fisik."

"Namun jika itu membantu seseorang agar lebih siap menghadapi gempa, maka rasa sakit tersebut merupakan hal yang pantas," ungkapnya.

Ketika ditanya kapan dan di mana bencana alam selanjutnya akan terjadi, King mengaku tak tahu karena dia hanya dapat meramal ketika merasakan gejala.

Namun saat ini ia sedang mengawasi Pulau Utara Selandia Baru, Kepulauan Mariana, Kermadecs, Vanuatu, Kepulauan Solomon, dan Kaledonia Baru.

Selain itu ia juga mengawasi China, Pakistan, Afghanistan, India, dan Nepal karena menurutnya aktivitas di wilayah itu akan meningkat lagi.

3 dari 3 halaman

Mukjizat atau Delusi?

King mengaku dirinya memiliki kemampuan meramal sejak sebuah bencana terjadi pada Mei 1976. Ketika itu dirinya mendengar suara seperti terompet gas.

Menurutnya, ia pertama kali menyadari ada hubungan antara suara dan bencana alam pada Juni 1979. King menelepon stasiun TV lokal di Portland dan dalam waktu 12 hingga 72 jam sebuah gempa berkekuatan lebih dari 5 SR terjadi.

"Paus terdampar, dan 72 jam kemudian terdapat serangkaian gempa moderat di Big Bear (California)."

Pada tahun yang sama, ia mengalami gejala fisik. "Jantung dan telingaku sakit, aku pergi ke dua spesialis dan tak ada yang salah. Tiga hari kemudian sakit itu berhenti dan aku mendengar soal gempa (Umbria) di Italia."

King mengaku, terdapat penjelasan singkat mengenai hubungan sakit yang dialaminya dengan bencana alam.

Ilustrasi gempa bumi (Photo: AFP/Frederick Florin)

"Para ilmuwan yang berbicara denganku sejak awal meyakini, tubuhku bereaksi dengan perubahan medan magnet Bumi yang terjadi sebelum gempa dan letusan gunung berapi," ujar King.

"Ketika orang lain merasakan hal yang sama dalam waktu bersamaan di bagian tubuh yang juga sama tak peduli di mana mereka tinggal, itu merupakan bukti menarik."

"Para dokter dan ilmuwan menyebutnya ‘The Charlotte King Effect’ yang terjadi pada 1980," imbuhnya.

Meski tak semua orang menganggap kemampuannya itu sebagai mukjizat dan menuduhnya delusional atau gila, Kim tak menghiraukannya.

"Aku memberitahu mereka untuk melihat, mendengar, dan memperhatikan apa yang mereka rasakan. Sebagian besar orang sensitif tapi tak tahu akan hal itu," kata dia.

Ia pun mengaku bahwa dirinya tidak unik. Menurutnya, ribuan bahkan ratusan ribu orang di seluruh dunia akan bereaksi seperti dirinya.

Belum ada penelitian ilmiah yang menyimpulkan kaitan sensitifitas manusia dengan bencana. Namun, sejak lama diketahui bahwa hewan mungkin bisa 'memprediksi' malapetaka.

Misalnya, beberapa hari sebelum gempa dahsyat 7,8 Skala Richter mengguncang China pada Mei 2008, ribuan katak membanjiri jalanan di salah satu area terdampak terparah.

Dalam hitungan jam sebelum lindu meremukkan bangunan, hewan-hewan koleksi kebun binatang Wuhan, yang berada 600 mil dari pusat gempa, mulai bertingkah aneh.

Zebra membenturkan kepalanya ke pintu, gajah menggoyangkan belalainya dengan liar nyaris menghantam staf kebun binatang. Singa dan macan yang biasanya tidur di siang hari, berkeliaran dengan gelisah. Lima menit sebelum gempa, lusinan burung merak mengeluarkan lengkingannya.

Beberapa jam sebelum gempa dan tsunami Sumatera pada 26 Desember 2004, yang menewaskan lebih dari 250 orang dari 23 negara, gajah-gajah tunggangan di Thailand bertingkah. Ogah mematuhi pawang, dan tak sudi menggendong turis.

Sementara, hewan di Andaman: ular, kodok, kura-kura, kepiting, dan sejumlah ikan terlihat gelisah dan berenang menuju daratan, sebelum gempa terjadi.

Ini salah satu penjelasannya: Hanya sedikit manusia yang mampu menyadari gelombang P yang ukurannya lebih kecil, tapi bergerak paling cepat dari sumber gempa dan tiba sebelum gelombang S lebih besar. Namun, banyak binatang yang lebih sensitif dengan gelombang P.Â