Liputan6.com, Jakarta - Korea Utara (Korut) secara resmi mengakui bahwa getaran seismik sekuat 5,3 skala Richter (SR) yang menggoyang negeri itu adalah hasil dari uji coba nuklir.
Namun ternyata aktivitas lindu tak lazim yang terjadi di dekat lokasi fasilitas uji coba nuklir Korut itu juga terdeteksi oleh sejumlah lembaga pemantau gempa bumi dunia seperti Amerika Serikat (USGS), Jerman (GFZ), Jepang (JMA), dan Eropa (EMSC) pada Jumat pagi.
Baca Juga
Seperti keterangan tertulis yang didapat Liputan6.com dari lembaga pemantau gempa bumi Indonesia (BMKG) pada Jumat (9/9/2016) malam, guncangan gempa bumi yang diperkirakan sebagai dampak dari sebuah ledakan besar ini juga tercatat pada 122 sensor seismik yang dioperasikan BMKG.
Advertisement
Hasil analisis BMKG menunjukkan bahwa ledakan terjadi pukul 07.30.03 WIB dengan kekuatan 5,3 SR.
Pusat ledakan terletak pada koordinat 41,20 LU dan 129.07 BT, tepatnya di darat pada jarak 19 km arah timur Kota Sungjibaegam, Korut dengan kedalaman hiposenter 1 kilometer.
Analisis lebih lanjut terhadap data seismik tersebut menunjukkan bahwa sumber ledakan berasal dari sebuah uji coba ledakan nuklir.
Berdasarkan karakteristik rekaman seismogramnya diketahui bahwa gelombang seismik yang terekam bersumber dari sebuah ledakan besar di kedalaman dangkal.
Terdapat kesamaan pola dari seluruh rekaman gelombang seismik yang menunjukkan gerakan awal berupa kompresi.
"Selain itu, karena seluruh data seismik yang terekam di BMKG menunjukkan adanya compressional source dengan amplitudo gelombang P relatif lebih besar dari gelombang S-nya, maka cukup beralasan jika kita meyakini bahwa telah terjadi sebuah aktivitas ledakan besar bawah permukaan di wilayah Korea Utara," tulis BMKG dalam pernyataannya.
Dampak ledakan ini menimbulkan guncangan kuat di Kota Kilcu dan Hamgyongbukto yang lokasinya paling dekat pusat ledakan.
Guncangan kuat juga dirasakan di beberapa kota di Korut dan China seperti Sungjibaegam, Ch'ongjin, Songjianghe, Jilin, Yanji, Linjiang, Wangou, Hoemul-li, Hwasong, dan Kilju
Sebagai negara anggota perjanjian non-proliferasi nuklir dan telah menandatangani ratifikasi pelarangan uji coba nuklir bawah tanah, Indonesia berkewajiban ikut melakukan pemantauan uji coba nuklir melalui sistem monitor seismik yang dioperasikan BMKG.
Sebagai salah satu implementasi negara anggota perjanjian non proliferasi nuklir, maka mulai 2002 di Indonesia dipasang 6 stasiun seismik CTBTO (Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty Organization), di Kappang Sulawesi Selatan, Parapat, Lembang, Kupang, Sorong dan Jayapura.
Sistem peralatan ini dikelola oleh BMKG untuk mendukung pengawasan uji coba nuklir dari wilayah Indonesia.