Liputan6.com, Jakarta Napoleon Bonaparte adalah ahli strategi perang terbaik sepanjang sejarah. Ia menjadi panutan para jenderal dan panglima di zona pertempuran, bahkan hingga ratusan tahun kemudian.
Karier militernya menanjak pesat setelah dia berhasil menumpas kerusuhan yang dimotori kaum pendukung royalis atau kerajaan dengan cara yang sangat mengejutkan: menembakkan meriam di kota Paris dari atas menara. Peristiwa itu terjadi tahun 1795 saat Napoleon berusia 26 tahun.
Kemudian ia berhasil membawa kemenangan gilang gemilang Prancis atas Austria dan Prusia, bahkan nyaris menguasai seluruh daratan Eropa, dengan jalan mengobarkan perang maupun diplomasi.
Advertisement
Baca Juga
Namun, sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Pria Korsika itu melakukan setidaknya dua kesalahan fatal. Salah satunya ketika ia menggiring pasukannya, Grande Armée menyeberangi Sungai Niemen ke Rusia.
Invasi yang diharapkan berakhir dengan kemenangan besar itu justru berubah jadi malapetaka.
Hari itu, 14 September 1812, pasukan Kaisar Prancis itu memasuki Moskow. Hanya sedikit dari 275 ribu warganya yang masih ada, tak ada satupun tentara Rusia yang tertinggal. Nyaris kosong melompong. Â
Kondisi tersebut jelas di luar dugaan. Napoleon menginvasi Rusia dengan maksud memaksa Tsar Alexander I tetap mengikuti sistem kontinental yang diterapkannya dan memperkecil kemungkinan ancaman Rusia yang akan menginvasi Polandia.
Namun, Alexander I menolak, sebab sistem itu bakal menghancurkan perekonomian Rusia.
Sebelumnya, pada 24 Juni 1812, Napoleon memerintahkan Grande Armée, kekuatan militer terbesar di Eropa pada masanya, untuk menyerbu Rusia.
Pasukan itu terdiri atas lebih dari 500 ribu serdadu. Tak hanya dari Prancis tapi dari Prusia, Australia, dan negara lainnya yang berada di bawah kekuasaan Napoleon.
Rekam jejak keberhasilan militer pria yang lahir pada 1769 itu terletak pada memobilisasi pasukannya dengan cepat dan menyerang seketika. Namun, itu ternyata tak mempan di Rusia.
Padahal Moskow adalah target invasi Prancis kala itu, setelah Rusia kalah dalam Pertempuran Borodino. Napoleon mengira, dengan merebut kota itu, Alexander I akan dipaksa takluk.
Namun nyaris tak ada apapun di kota itu. Para pejabat tsar kabur, tak ada persediaan bahan pangan untuk disantap pasukan yang lelah setelah menempuh perjalanan jauh. Sang panglima besar pun menempati sebuah rumah di luar Moskow.
Rusia ternyata menerapkan strategi membumihanguskan kota sambil mundur teratur
Dua jam setelah tengah malam, kebakaran melanda Moskow. Napoleon segera menuju Istana Kremlin, di mana pria itu menyaksikan api yang terus berkobar dan membesar.
Laporan-laporan aneh bermunculan, yang mengatakan para patriot Rusia menyulut api. Tiba-tiba kebakaran terjadi di Kremlin, diduga dilakukan oleh polisi militer Rusia yang segera dieksekusi setelah tertangkap.
Dengan kebakaran yang kian hebat, Napoleon dan para pengikutnya dipaksa melarikan diri ke pinggiran Moskow. Mereka nyaris tewas tercekik asap. Tiga hari kemudian, api padam, dua pertiga kota binasa, tinggal abu dan debu gosong.
Buntut dari bencana itu, Napoleon masih berharap Alexander akan menawarkan perdamaian
"Saudaraku yang terhormat. Moskow yang indah dan magis tak bersisa lagi. Bagaimana bisa Anda mengirim kota terindah di dunia itu menuju ke kehancuran, sebuah kota yang membutuhkan waktu ratusan tahun untuk membangunnya?," tulis Napoleon dalam surat untuk Tsar Alexander, seperti dikutip dari situs History, Selasa (13/9/2016).
Api diduga dikobarkan atas perintah Gubernur Jenderal Moskow, Feodor Rostopchin -- meski yang bersangkutan menolak tuduhan itu.
Siapapun yang melakukannya, Alexander mengatakan, bumi hangus atas Moskow justru telah 'menerangi jiwanya'. Ia tak sudi bernegosiasi dengan Napoleon.
Kekalahan Telak
Sebulan penuh menunggu penyerahan kekuasaan Rusia dalam kesia-siaan, Napoleon terpaksa balik kanan. Ia memimpin pasukannya yang lapar dan lelah bertolak dari Moskow yang tinggal puing.
Tak disangka, tentara pimpinan Komandan Rusia, Jenderal Mikhail Kutuzov muncul dan mengobarkan pertempuran pada 19 Oktober 1812 di Maloyaroslavets.
Grande Armée yang kocar-kacir akhirnya mundur dari lokasi yang subur di wilayah selatan. Saat manuver mundur itulah, tentara Napoleon terus-terusan menderita akibat gempuran pasukan Rusia yang tanpa ampun.
Tak berdaya akibat kelaparan, suhu beku di bawah nol derajat Celcius, dan tombak mematikan Cossack, pasukan Napoleon mencapai Sungai Berezina akhir bulan November, dekat perbatasan dengan Prancis yang diduduki Lithuania.
Namun, sungai yang awalnya beku tiba-tiba mencair, air deras menggelegak, sementara pihak Rusia telah menghancurkan jembatan di Borisov.
Para insinyur Napoleon kemudian masih sempat membangun dua jembatan penyeberangan di Studienka. Namun, desakan Rusia memaksa pihak Prancis membakar infrastruktur penghubung itu meninggalkan 10 ribu serdadu yang terjebak di sisi lainnya.
Meski tentara tsar tak sampai menyerang, mereka yang tertinggal mengalami penderitaan tak terkira akibat tak ada makanan, tubuh yang payah, dan udara yang beku. Pada Desember tahun itu, Napoleon meninggalkan pasukannya menuju Paris.
Kabar berembus bahwa sang kaisar tewas dan para jenderalnya melancarkan kudeta yang gagal.
Napoleon ternyata melakukan perjalanan incognito di seluruh Eropa, hanya disertai segelintir pembantunya. Ia mencapai Paris pada 18 Desember 1812.
Enam hari kemudian, Grande Armée akhirnya lolos dari Rusia, setelah babak belur dan kehilangan lebih dari 400 ribu tentara selama invasi yang berujung kekalahan telak.
Mengetahui kekalahan Napoleon Bonaparte, wilayah Eropa lain pun bangkit untuk mengalahkan Napoleon pada tahun 1814.
Buntut dari kekalahannya, Napoleon diasingkan ke Pulau Elba. Namun, ia berhasil melarikan diri ke Prancis pada awal 1815 dan membentuk pasukan baru yang menikmati kesuksesan sekilas sebelum kekalahan yang menyakitkan di Waterloo pada bulan Juni 1815 -- yang konon tak lepas dari campur tangan alam: amuk Gunung Tambora di Sumbawa, Indonesia.
Napoleon kemudian diasingkan ke pulau terpencil Saint Helena, di mana ia meninggal enam tahun kemudian.
Sejarah lain mencatat pada 14 September 2007, Jepang meluncurkan Kaguya, pesawat luar angkasa pertamanya dalam misi ke Bulan.
Dan pada 14 September 1982, Grace Kelly, bintang Hollywood yang menjadi putri kerajaan Monako tutup usia secara tragis.
Â
Perempuan cantik mengalami kecelakaan parah satu hari sebelumnya, 13 September 1982 di kawasan jalan pegunungan.
Mobilnya masuk jurang saat perjalanan menuju kawasan Monte Carlo, Monako. Kendaraannya jatuh dalam kondisi terbalik dan ringsek parah.