Liputan6.com, Sydney - Sekitar 30 tahun lalu, dunia seks sempat heboh tentang temuan suatu daerah tertentu pada kelamin wanita yang oleh Beverly Whipple disebut-sebut menjadi tempat pemicu orgasme pada kaum wanita. G-spot.
Sejak pengumumannya di televisi, orang penasaran mencari-cari G-spot, baik di ranjang maupun laboratorium. Tapi, cukup banyak di antara kita yang mencari dengan sia-sia kemudian mempertanyakan apakah G-spot memang ada.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari news.com.au pada Minggu (18/9/2016), pengelola siaran podcast Science Vs mengunjungi Beverly Whipple di rumahnya di negara bagian New Jersey, Amerika Serikat. Ia sekarang menjadi profesor keperawatan di Rutgers University.
Whipple menjelaskan bahwa yang ia ungkapkan itu adalah suatu titik ajaib ketika sedang mempelajari beberapa wanita yang mengaku sampai terkencing-kencing ketika mengalami orgasme.
Demi penelitian, tim Whipple memasukkan jari ke dalam vagina para pasien untuk mencari-cari daerah-daerah yang peka.
"Penelusuran dilakukan ke segenap dinding vagina. Mulai dari posisi jam 12, posisi jam 3, jam 6, dan seterusnya, sambil bertanya-tanya, 'Bagaimana rasanya yang ini? Bagaimana rasanya?'", kata Whipple.
"Di antara posisi jam 11 dan jam 1, pada dinding depan vagina, kami menyaksikan banyak senyuman terkulum."
Ia mulai mempelajari sejumlah tulisan dan menemukan satu artikel yang menjelaskan apa yang disaksikannya. Artikel itu diterbitkan dalam jurnal meragukan Dr. Ernst Grafenberg pada 1950.
Whipple kemudian menamai daerah itu dengan Grafenberg Spot, sesuai dengan nama Grafenberg. Nama itu kemudian disingkat G-spot.
Pada 1982, ia menerbitkan buku pertamanya yang berjudul "The G-spot and Other Discoveries of Human Sexuality". Sejak itu, ia diundang oleh stasiun-stasiun televisi untuk menjelaskan kepada dunia tentang G-spot tersebut.
Apakah G-Spot Itu?
Di tengah segala ketenaran itu, masih ada satu pertanyaan ilmiah yang mengawang, "Apakah G-spot itu sebenarnya?"
Helen O’Connell, yang sekarang menjadi profesor urologi di Royal Melbourne Hospital, telah mengiris sekitar 50 vagina sepanjang kariernya dan mempelajari lebih banyak lagi vagina pada wanita hidup.
Menurutnya, pekerjaan yang dilakukan "sepertinya tidak menunjukkan apapun pada dinding vagina sebagai struktur anatomi langsung untuk mencapai pengalaman tersebut."
Artinya, tidak ada yang khusus dalam vagina terkait dengan tempat kedudukan G-spot itu.
Para ilmuwan lain yang mencari-cari G-spot juga tidak menemukannya. Suatu telaahan dari begitu banyak penelitian tentang G-spot diterbitkan pada 2001.
Upaya pencarian dimisalkan seperti "mencari UFO dalam dunia ginekologi, banyak dicari, banyak diperbincangkan, tapi tidak terperiksa secara obyektif."
Satu dekade kemudian, terbit satu telaahan lain yang melakukan puluhan percobaan hingga menuju suatu kesimpulan bahwa penelitian itu "masih gagal memberikan bukti tak terbantahkan keberadaan G-spot."
Ketika mengacu kepada penelitian awal oleh Whipple, ternyata jauh dari tak terbantahkan. Salah satu dari beberapa penelitian awal yang diterbitkan pada 1981 hanya menanyai 1 orang wanita.
Penelitian ke dua pada 47 wanita mengungkapkan bahwa mereka semua memiliki titik peka, tapi pemberian tekanan titik itu di laboratorium tidak satupun memicu orgasme.
Dalam bukunya, ia menjelaskan adanya 400 wanita yang memiliki titik peka ini tapi sampel penelitian ini tidak pernah diterbitkan dalam jurnal yang ditelaah oleh sesama peneliti.
Eksperimen yang dilakukan belakangan pada 1983 hanya menguji 11 wanita. Hasilnya, hanya ada 4 orang yang mengaku memiliki titik peka tersebut.
Lalu, tekanan pada vagina bisa tetap membuat seorang wanita tersenyum menikmati sesuatu. Apakah itu?
Advertisement
Kompleks
Konsensus yang dibuat oleh O'Connell dengan para peneliti lain adalah bahwa yang diidentikan oleh Whipple sebagai G-spot ternyata bukan suatu titik tertentu (spot).
Mungkin saja itu adalah klitoris yang terhubung dengan bagian-bagian lain di sekitarnya, seperti saluran kemih dan vagina itu sendiri. Sesungguhnya, klitoris merupakan organ yang jauh lebih besar dan kompleks daripada yang diduga selama ini.
Bagian yang bisa diraba-raba itu hanyalah puncak dari sesuatu yang lebih luas.
Pada 1998, O'Connell menerbitkan suatu penelitian yang menunjukkan bahwa klitoris memiliki dua 'lengan' yang melebar ke bawah—disebut dengan kuncup—dan dua kaki yang membentang hingga 9 centimeter ke dalam, dikenal sebagai crura.
O'Connell juga mengungkapkan bahwa klitoris berbagi pasokan darah dan syaraf yang sama dengan saluran kemih (urethra) dan dinding vagina.
Penelitian awal yang dilakukan belakangan menengarai bahwa, sewaktu sedang melakukan seks, klitoris, saluran kemih, dan vagina saling menekan, menggesek dan merangsang satu sama lain, mirip seperti kerumunan anak anjing saling bergumul dalam keranjang.
Bagian-bagian ini sangat terhubung, sehingga O'Connell dan para peneliti lainnya sekarang berpendapat harus ada nama lain untuk itu, tapi bukan sekedar titik (spot).
Daerah pada tubuh wanita yang ditekan untuk mencapai orgasme sekarang dinamai Clitoral, Urethral Vaginal Complex, atau disingkat CUV Complex.
Walau namanya terdengar keren, O'Connell mengatakan bahwa ia mulai menggunakan istilah itu yang lebih tepat secara anatomis karena penggunaan istilah G-spot menggiring orang seakan-akan cukup mencari suatu titik lalu menekannya supaya muncul orgasme berulang.
Tercetusnya kehebohan "pencarian G-spot" merupakan hal yang disesali Whipple. "Sepertinya kita telah menyesatkan orang-orang, karena itu lebih dari sekedar satu titik kecil, tapi keseluruhan suatu daerah," ujarnya.
Sebenarnya, Whipple selalu menganjurkan untuk fokus pada hal-hal menyenangkan seputar seks, bukan sekedar berburu titik ajaib tersebut.
"Kadang-kadang, bergandengan tangan, atau saling bersentuhan, atau apapun yang baik bagimu, sudah merupakan tujuan itu sendiri," tutup Whipple.