Liputan6.com, Durham - Seorang wanita bernama Mary Ann Cotton diyakini menjadi pembunuh berantai pertama Inggris. Dalam menjalankan aksinya, ia diyakini menggunakan arsenik untuk membunuh 21 orang, termasuk 11 anaknya dan 3 suaminya.
Mary dihukum gantung pada Maret 1873 di Durham setelah dinyatakan bersalah atas pembunuhan anak tirinya. Namun ia diyakini membunuh lebih banyak keluarga dan kerabatnya.
Mary menikah pertama kali pada 1852 saat ia berusia 20 tahun. Beberapa puluh tahun kemudian, ia pindah ke tempat lain dan meninggalkan sejumlah jejak anggota keluarga yang tewas dibunuhnya.
Advertisement
Dikutip dari Daily Mail, Selasa (20/9/2016), kejahatannya terungkap setelah muncul kecurigaan ketika ia membunuh anak tirinya yang berusia tujuh tahun dari suaminya yang keempat, Frederick Cotton.
Jurnalis pun menyelidiki kasus tersebut dan menemukan tentang kematian suami dan anak-anak Mary. Dokter yang memeriksa Charles menemukan bahwa di dalam tubuhnya positif terdapat arsenik.
Mary pun ditahan di Penjara Durham. Namun sebelum penahanannya, ia sempat bekerja sebagai perawat John Quick-Manning yang saat itu menderita cacar. Perempuan itu pun hamil oleh pria yang dirawatnya tersebut.
Penahanannya pun ditunda hingga beberapa bulan sampai ia melahirkan. Setelah melahirkan, Mary merawat bayinya yang diberi nama Margaret di dalam sel penjara.
Seminggu sebelum eksekusi, ia memberikan anaknya kepada pasangan yang dikenalnya, William dan Sarah Edwards, untuk diadopsi.
Surat di Detik-Detik Terakhir Cotton
Sejumlah surat di saat-saat terakhir Mary saat ini sedang dilelang oleh Tennants Auctioneers di Leyburn, North Yorkshire, Inggris.
Terangkatnya kembali kasus Mary Cotton dipicu oleh penerbitan sebuah buku oleh kriminolog David Wilson pada 2012.
Salah satu surat tersebut berasal dari pasangan Edwards yang mengabarkan bagaimana kondisi Margaret pada 20 Maret, empat hari sebelum Mary dieksekusi.
"Teman tersayangku, aku rasa ini merupakan tugasku untuk menulis beberapa baris dan memberi tahumu bagaimana perkembangan bayimu. Kamu tak usah terlalu memikirkan anakmu karena ia akan ditolong oleh Tuhan," tulis Edwards kepada Mary Cotton.
Sementara itu surat lain datang dari William Lowrey, yang menempati rumah Mary Cotton selama ia berada di penjara. Ia mendeskripsikan bahwa penasihat hukum terpidana pergi ke rumahnya dan mengambil barang-barang untuk dijual guna menutupi biaya hukum.
Dalam surat itu disebut bahwa Lowrey menjual tempat tidur, karpet, pisau, dan garpu.
Sejumlah surat dan foto yang dilelang tersebut diperkirakan akan terjual dengan harga 700 pound sterling atau Rp 11,9 juta. Namun Steve Stockton dari Tennants Auctioneers mengatakan bahwa benda itu bisa terjual hingga ribuan pound sterling.
"Ini merupakan cerita yang sangat menarik...Pemilik barang itu merupakan sipir Penjara Durham yang berada di sana saat Mary Cotton berada di penjara, dan anggapannya adalah ia membersihkan sel penjara terpidana mati setelah ia menjalani eksekusi," ujar Stockton.
"Benda ini disimpan oleh keluarga tersebut dan tak pernah dijual. Mereka tersembunyi di laci selama bertahun-tahun dan tak pernah ditampilkan untuk umum hingga sekarang," jelasnya.
Stockton juga menanggapi surat dari pasangan Edwards yang menjelaskan bahwa keadaan Margaret baik-baik saja. Menurutnya hal tersebut merupakan sebuah ironi, mengingat Mary Cotton membunuh hampir semua anak-anaknya.
"Benda ini memiliki cerita luar biasa di baliknya...mungkin sedikit menakutkan dan mengerikan, namun orang-orang tertarik pada pembunuhan berantai dan pembunuhan massal," ujar Stockton.
"Kami memiliki beberapa surat yang ditulis Cotton beberapa tahun lalu dan terjual hingga 3.000 pound sterling, jadi susah untuk memprediksi benda-benda ini dapat terjual hingga angka berapa," imbuh dia.
Advertisement