Sukses

Terkuak, Buku Harian Berdarah Tersangka Pelaku Bom New York

Walaupun tinta tulisan sudah agak luntur karena air dan darah, masih terbaca dua nama terdakwa teroris di dalamnya.

Liputan6.com, New York - Foto sebuah buku harian berlumuran darah beredar di dunia maya. Itu adalah milik tersangka peledakan bom di Manhattan, New York, beberapa hari lalu.

Dalam foto terlihat buku itu dalam kondisi terbuka di atas permukaan rata. Ada tulisan tangan di dalamnya. Di bagian tengah, ada bagian yang hilang dan diduga tertembus peluru dan bernoda darah.

Walaupun tinta tulisan sudah agak luntur karena air dan darah, masih terbaca dua nama terdakwa teroris di dalamnya, termasuk Anwar al-Awlaki, pimpinan Al-Qaeda yang terbunuh dalam serangan drone di Yemen pada 2011.

Penyebutan al-Awlaki itulah yang pertama kali disebut dalam gugatan pidana terhadap pria berusia 28 tahun itu.

Dikutip dari Daily Mail pada Kamis (22/9/2016), Rahami juga memuji Osama bin Laden dan Nidal Hasan--tentara yang membunuh 13 orang di Fort Hood pada 2009.

Bagian lain buku harian itu tidak diperlihatkan.

Pihak FBI sejauh ini tak mengaitkan Rahami dengan organisasi teror yang lebih luas hingga saat ini, walaupun pria itu sering bepergian ke Pakistan dan Afghanistan dalam beberapa tahun terakhir.

Belum jelas apakah ia belajar membuat bom secara mandiri atau mendapatkan bantuan dari organisasi yang lebih besar selama melakukan perjalanan-perjalanan tersebut.

Yang jelas, ia setidaknya bersimpati kepada kelompok-kelompok seperti Al Qaeda dan ISIS. Dugaan ini didasarkan kepada sejumlah sentimen anti-Amerika yang tertulis dalam buku harian.

2 dari 3 halaman

Geram kepada Amerika Serikat

Dalam suatu kutipan, Rahami menuliskan, "Kamu (pemerintah Amerika Serikat) terus membantai mujahidin baik di Afghanistan, Irak, Sham (Suriah), Palestina…"

Dalam buku harian itu, ia mengutarakan kekhawatirannya tertangkap polisi sebelum berhasil menjalankan tugas bunuh diri.

"Pihak FBI dan keamanan dalam negeri…mencari saya…hati saya berdoa kepada Allah yang Maha Bijaksana. Supaya jangan dijauhkan dari jihad. Saya memohon…menjadi syuhada dan Insya Allah, seruan ini akan dijawab."

Menurut jaksa penuntut, dokumen itu diakhiri dengan pesan, "Suara-suara bom akan menggelegar di jalan-jalan. Tembakan-tembakan terhadap polisi. Kematian bagi penindas."

(Sumber South District Court of New York via Daily Mail)

Sementara itu, dokumen pengadilan juga mengungkapkan bahwa Rahami melakukan uji coba bom-bom pipa di halaman belakang rumahnya, hanya dua hari sebelum serangan.

Jaksa federal berencana mengajukan video yang disebutkan diambil dari telepon genggam anggota keluarga yang menunjukkan Rahami melakukan uji coba sebelum ledakan.

Dalam tayangan terlihat ia sedang menyulut bahan dalam sebuah tabung dan tampak sumbu menyala, dilanjutkan dengan ledakan keras dan bumbungan asap. Di latar belakang terdengar suara-suara tawa.

Rahami didakwa secara federal dengan lima dakwaan percobaan pembunuhan petugas penegak hukum dan dua dakwaan terkait senjata setelah tembak-menembak dengan polisi. Ia masih dirawat di rumah sakit dengan angka uang jaminan sebesar US$ 5,2 juta atau Rp 68,4 miliar.

Gugatan pidana di pengadilan federal Manhattan juga mengungkapkan petunjuk tentang motivasi yang oleh pihak berwenang disebut-sebut telah menggerakkan warga AS kelahiran Afghanistan itu untuk menyulut ledakan di New York dan New Jersey.

Untuk serangan-serangan itu, Rahami dapat didakwa dengan beberapa kali hukuman seumur hidup.

3 dari 3 halaman

Belanja Bahan Peledak Melalui Internet

Gugatan itu diajukan di Southern District of New York. Isinya menyangkakan Rahami mulai membeli bahan-bahan pembuat bom pada Juni lalu, misalnya asam sitrat, papan rangkaian, kelereng besi, dan pemantik listrik dari situs lelang eBay.

Dalam situsnya, eBay mengatakan, "secara proaktif bekerja sama dengan wewenang penegakan hukum dalam investigasi mereka", namun demikian "semua yang dibelinya banyak tersedia dan bisa diperjualbelikan di AS secara legal."

Agen-agen federal bermaksud memeriksa Rahami, tapi Tom MacArthur, anggota legislatif Republikan dari New Jersey dan telah menerima salinan rahasia dari FBI, mengatakan bahwa Rahami tidak bisa diajak bekerja sama, walaupun hal itu juga bisa disebabkan cedera yang dideritanya.

Para penyidik juga memeriksa perjalanan tersangka ke aluar negeri, termasuk ke Pakistan pada du tahun lalu. Penyidik ingin mengetahui apakah ia menerima uang atau pelatihan dari organisasi-organisasi ekstrem. Ada dugaan ia mendapatkan pelatihan saat sedang menjalani "radikalisasi" di Quetta, Pakistan, yang menjadi sarang Al-Qaeda.

Dakwaan pidana itu juga menjelaskan tentang jenis bom yang dipakai dalam serangan-serangan ke New York dan New Jersey. Di New York, perangkat ledak mengandung bubuk alumunium, ammonium nitrat, dan HMTD.

HMTD adalah zat kimia yang dipakai Al-Qaeda dalam serangan berganda melawan Barat, termasuk serangan 7 Juli 2005 di London, demikian menurut laporan CNN.

Wajah Ahmad Khan Rahami, Linden, New Jersey, (19/9). Rahami merupakan warga naturalisasi AS yang berasal dari Afghanistan dan disebutkan memiliki ciri-ciri berambut, bermata dan berjenggot cokelat. (Courtesy New Jersey State Police/REUTERS)

Menurut para penyidik, penggunaan zat kimia tersebut menandakan adanya pelatihan di luar negeri, karena beberapa serangan "mandiri" (lone wolf) yang berhasil, ternyata menggunakan zat tersebut.

FBI juga mengamai perjalanan berkali-kali untuk jangka panjang ke Afghanistan dan Pakistan antara 2011 dan 2014. Perjalanan tercatat pertama ke Pakistan berlangsung pada 2005, saat ia pergi ke Karachi, yang juga merupakan sarang teroris, demikian menurut New York Times.

Pada 2011, Rahami melakukan perjalanan panjang lagi ke Kandahar di Afghanistan dan Quetta di Pakistan. Ia mengunjungi Quetta dari April 2013 hingga Maret 2014.

Kegiatannya di sana tidak diketahui, walaupun ia diketahui bertemu dan menikahi Asia Bibi Rahimi pada 2011. Pasangan itu memiliki 1 anak.

Istrinya sekarang sedang ditanyai oleh pihak berwenang setelah diringkus oleh penegak hukum di Uni Arab Emirat saat bepergian dari AS ke Pakistan, hanya beberapa hari sebelum serangan. Wanita itu mau bekerjasama dengan pihak berwajib.

Ibu Rahami juga pergi meninggalkan AS menuju Turki pada 24 Agustus lalu, hanya beberapa minggu sebelum putranya dituduh menyebabkan beberapa ledakan bom di New Jersey dan New York.

Laporan Sang Ayah

Pada Selasa lalu, di luar restoran keluarga di Elizabeth, New Jersey, ayah Rahimi mengatakan kepada wartawan bahwa ia menghubungi FBI saat itu karena Rahami "kacau sekali", telah menikam saudara lelakinya dan memukul ibunya. Rahami tidak digugat dengan penikaman karena juri menolak untuk menjatuhkan putusan.

Kata sang ayah, "Mereka memeriksa dan hampir dua bulan kemudian mengatakan, 'Dia tidak masalah, dia bersih, dia bukan teroris.' Sekarang mereka bilang dia teroris," kata sang ayah.

Ketika ditanyai apakah ia menduga anaknya seorang teroris, ia menjawab, "Tidak. Dan mereka, FBI, mengetahui hal itu."

Namun demikian, ia menolak mengetahui apa pun tentang rencana anaknya untuk menaruh bom di New York dan New Jersey pada pekan lalu.

Terkuaknya kontak sang ayah dengan FBI mengundang keprihatinan tentang apakah ada yang sebenarnya bisa dilakukan oleh pihak berwenang untuk mengorek keinginan Rahami menjadi teroris.

Masalah yang sama ditanyakan setelah pembantaian Orlando pada Juni lalu. Direktur FBI, James Comey, menjelaskan bahwa bertahun-tahun sebelumnya, para agen mengamati Omar Mateen, tapi tidak menemukan informasi yang cukup untuk mengajukan gugatan atau terus diawasi.

Ayah Rahami. (Sumber Macfarianes/Daily Mail)

Rahami bekerja sebagai penjaga malam tak bersenjata selama dua bulan pada 2011 di sebuah kantor teknologi administratif AP di Cranbury, New Jersey. Pada saat itu, ia menjadi pegawai Summit Security, sebuah kontraktor swasta.

Danny Spriggs, kepala keamanan global AP, mengaku baru mengetahui minggu ini bahwa Rahami bekerja malam di gedung AP dan kerap terlibat obrolan panjang politik dengan rekan-rekannya.

Ia menyatakan simpati kepada Taliban dan kekecewaan atas tindakan militer AS di Afghanistan. Ia meninggalkan pekerjaan itu pada 2011 karena ingin bepergian ke Afghanistan, demikian menurut Spriggs.

Daniel Sepulveda, wakil presiden layanan keamanan di Summit, mengatakan bahwa Rahami terakhir kalinya bekerja di perusahaan itu pada 2011. Sepulveda mengaku tidak tahu-menahu tentang adanya keluhan terhadap perilaku Rahami.