Liputan6.com, Sirte - Bukan perhiasan, cincin, atau seperangkat alat ibadah yang ditawarkan Abu Mansour sebagai mas kawin saat menikahi Mariam, seorang perempuan asal Nigeria, pada 31 November 2015.
Di hadapan saksi yang berasal dari Sudan dan Mali itu, pria asal Tunisia yang lahir pada 1977 itu mengucap sumpah akan membayar kompensasi berupa sebuah 'sabuk bunuh diri' jika ia tewas di medan tempur atau ketika pernikahan tersebut harus bubar suatu hari nanti.
Sementara, mempelai perempuan bernama Fatima dari Nigeria dijanjikan senapan serbu Kalishnikov (AK) jika ia bercerai dari suaminya Malian Abu Said. Ia juga akan menerima senapan mesin jika pasangannya itu mati.
Seperti dikutip dari Straits Times, Sabtu (24/9/2016), fakta aneh tersebut terkuak dari dokumen-dokumen milik departemen Yudisial dan Pengaduan' ISISÂ yang ditemukan pasukan yang bersekutu dengan pemerintah Libya saat menyisir gedung-gedung yang direbut dalam pertempuran di Sirte -- kampung halaman Moamar Khadafi.
ISIS sebelumnya menguasai Sirte pada Juni 2015 dan menegakkan kekuasaannya dengan cara menebar teror, termasuk dengan melakukan eksekusi di lapangan. Kelompok ekstremis itu juga rutin berpatroli di jalanan.
Kota pelabuhan itu kembali direbut pasukan pro-pemerintah Libya pada 12 Mei 2016.
Sementara itu, seperti dikutip dari The Sun, juga ada semacam perjanjian pernikahan aneh yang beredar di kalangan militan. Isinya berupa klausul bahwa mempelai perempuan akan diizinkan untuk 'melakukan serangan bunuh diri' -- sebagai syarat pernikahan.
Perjanjian tersebut dilakukan jika pihak wanita akan dilibatkan dalam 'operasi mati syahid'. Sang suami harus bertemu dengan petinggi ISIS, untuk meminta persetujuan, jika ia ingin membatalkan perintah itu. Dokumen ini ditandatangani oleh kedua pihak yang berkepentingan.
Advertisement
Menikah 9 Kali dalam Semalam
Apapun, nasib para budak seks jauh lebih menderita daripada para perempuan yang secara sukarela mau menjadi anggota kelompok teroris ISIS.
Perempuan korban ISIS asal Irak yang berhasil kabur menceritakan, para tawanan wanita dipaksa untuk 'menikah' dengan para militan -- agar para lelaki 'terbebas' dari dosa perzinahan.
Satu perempuan, kata dia, bisa 'menikah' dan bercerai berulang kali -- hingga ratusan kali -- dengan para anggota ISIS.
Kepada juru bicara Partai Demokrat Kurdistan (KDP), Saeed Mamouzini, perempuan itu menceritakan bahwa ia kehilangan suaminya saat ISIS menguasai Kota Mosul pada 2014.
Ibu tiga anak itu berulang kali berusaha mencari sang suami. Ketika militan ISIS menemukan dia memiliki tato salib di lengannya, perempuan yang tak mau disebutkan namanya itu dikirim ke sebuah kamp budak.
Setiap malam, ia mengaku bisa 'dinikahkan' sembilan kali. "Bagi mereka, itu adalah pernikahan," kata dia, "tapi jenis pernikahan macam apa!?"
Para perempuan yang menolak tunduk pada kehendak ISIS, itu berarti mati.
Pada bulan Juni 2016, seorang gadis Yazidi berusia 19 tahun dibakar hidup-hidup di dalam kerangkeng dalam eksekusi sadis yang dilakukan di depan ratusan penonton.
Kesalahannya hanya satu: ia menolak diperbudak.
Advertisement