Liputan6.com, Washington, DC - Debat capres AS pada masa lalu merupakan acara yang tenang, bahkan cenderung membosankan. Debat ini biasanya memiliki muatan politik lebih berat daripada cuplikan pendek "jebakan" di debat-debat saat ini.
Biasanya debat ditampilkan di panggung sederhana dengan warna kelam. Jaringan stasiun berita juga tidak membangun panggung khusus atau membuat grafik yang mencolok. Seringkali, tidak ada audiens selain para kru. Namun, banyak hal telah berubah dalam seperempat abad terakhir.
Baca Juga
Meskipun demikian, debat di masa lampau memiliki momen dramatis tersendiri. Debat capres pertama yang ditelevisikan antara John F. Kennedy dan Richard Nixon pada tahun 1960, masih merupakan yang peling terkenal.
Advertisement
Banyak yang mengatakan bahwa debat itu menyebabkan kekalahan Nixon karena di TV ia kelihatan terlalu berkeringat dan tampak tak bisa dipercaya, sedangkan Kennedy tampak tampan, tenang, dan berwibawa.
Terdapat jeda selama 16 tahun sebelum debat capres diadakan kembali, bukan karena penampilan Nixon yang buruk, namun karena peraturan kesetaraan waktu memaksa dilibatkannya semua calon, termasuk kandidat yang tak populer.
Pada tahun 1976 ditemukan jalan keluar dan AS kembali mengadakan debat capres reguler, mulai dari pemilihan bakal calon presiden hingga calon presiden (dan wakil presiden juga mendapat kesempatan untuk tampil).
Berikut ini 10 momen bersejarah dalam debat capres antara saat itu hingga sekarang, menurut TIME sebagaimana dikutip oleh Liputan6.com pada Senin (26/9/2016) :
1. Lawakan yang Didengar Seluruh Dunia
Begitu debat dimulai, maka kekeliruan itu dimulai, dengan Presiden Gerald Ford yang secara berani menyatakan bahwa "Soviet tidak mendominasi Eropa Timur" pada saat seluruh negara Eropa Timur telah terkunci di bawah kekuasaan Negara Tirai Besi itu.
TIME menyebut pernyataan Ford sebagai "Lawakan yang Didengar Seluruh Dunia." Ford jelas memahami bahwa Soviet telah mendominasi Eropa Timur, namun ia berusaha membuat pernyataan retorik yang gagal, dan akhirnya menggagalkan seluruh proses pemilihannya kembali.
2. Masalah Umur
Beberapa pengamat pada tahun 1984 khawatir bahwa Ronald Reagan sudah terlalu tua untuk melanjutkan jabatan presidennya. Ia berseloroh dalam debatnya dengan Walter Mondale yang dilihat secara luas sebagai cara untuk meredakan kecemasan ini.
"Saya tidak akan mengangkat isu umur dalam kampanye ini," ujarnya. "Saya tidak akan mengekploitasi, untuk kepentingan politik, usia muda dan kurangnya pengalaman dari lawan saya." Bahkan Mondale pun tertawa mendengarnya.
3. Tanpa Emosi
Pada tahun 1988, wartawan CNNÂ Bernard Shaw menanyakan pada calon dari partai Demokrat Michael Dukakis sebuah pertanyaan yang aneh, dan memicu jawaban yang tak tepat. "Tuan Dukakis," tanya Shaw, "jika Kitty Dukakis (istri sang kandidat) diperkosa dan dibunuh, apakah Anda akan menyetujui hukuman mati tanpa kesempatan banding?"
Ini sebenarnya merupakan momen yang baik bagi Dukakis untuk menghilangkan citraan dirinya sebagai teknokrat yang tanpa emosi. Ia sebetulnya bisa menjawab bahwa, tentu saja, sebagai suami, instingnya adalah membalas dendam, namun kita hidup di masyarakat demokratis, dan dendam pribadi tidak mendapat tempat di hukum kita.
Namun, ia memberikan jawaban khas teknokrat yang tanpa emosi: "Tidak, Bernard," jawabnya, "dan saya pikir Anda tahu bahwa saya menentang hukuman mati sepanjang hidup saya. Saya tidak melihat hukuman ini akan mampu mencegah orang berbuat jahat dan ada cara yang lebih baik dan lebih efektif untuk mengatasi kejahatan yang keji."
Walter Shapiro dari TIME menulis: "Dukakis menunjukkan emosi yang dingin seperti halnya sebuah robot."
Sombong dan Anggukan
Â
4. Bukan Jack Kennedy
Terkadang, debat cawapres lebih memicu momen bersejarah. Itulah yang terjadi saat rekan pencalonan Dukakis Llyod Bentson menyerang Dan Quayle yang merupakan cawapres bagi George H.W. Bush.
Dan Quayle yang muda dan berambut lebat, sering dibandingkan dengan John Kennedy (biasanya oleh tim kampanye Partai Republik) meskipun ia secara luas dianggap kurang cerdas (penilaian yang sebenarnya kurang adil).
Quayle membuat kesalahan karena menyebut JFK selama debat, sehingga memberi peluang bagi Bentson untuk berkata. "Saya pernah bekerja sama dengan Jack Kennedy. Saya kenal Jack Kennedy, ia adalah teman saya. Senator, Anda bukan Jack Kennedy."
Audiens meledak, dan di koran-koran hari berikutnya, istilah "seperti rusa yang disorot lampu" adalah frasa yang paling sering digunakan untuk menggambarkan reaksi Quayle.
5. Menyombongkan Kerendahan Hati
Pada tahun 1992, sikap Ross Perot yang galak ("Apakah Anda tidak membolehkan saya selesai bicara?) mendapat banyak perhatian selama debat. Namun penampilan cawapresnya, Laksamana James Stockdale yang paling diingat.
Saat mencoba untuk merendah karena kurangnya pengalaman politiknya (yang sebenarnya merupakan upaya merendahkan diri dan meninggikan mutu), Stockdale berkata, "Siapa lah saya ini? Kenapa saya ada di sini?"
Karena ia telah memiliki reputasi sebagai orang lanjut usia yang kebingungan (baik memang demikian atau tidak), kalimatnya ini menjadi kalimat yang paling diingat darinya.
Dan seperti halnya orang sering tertukar antara Tina Fey yang menirukan Sarah Palin dengan Sarah Palin yang sebenarnya (yang menyebut "Saya dapat melihat Rusia dari rumah saya!" adalah Tina Fey, bukan Sarah Palin), orang cenderung mengingat Phil Hartman yang menirukan Stockdale dalam acara Saturday Night Live daripada Stockdale yang asli.
6. Anggukan
Pada tahun 2000, sudah delapan tahun sejak debat nasional menyajikan drama yang nyata (Clinton vs. Dole merupakan pemilihan yang membosankan). Kebanyakan bagian menarik pada tahun 2000 datang dari Al Gore, yang banyak mendesah saat mendengar pernyataan dari lawannya, George W. Bush.
Namun momen terbaik adalah saat Gore pada suatu saat berdiri, tampaknya untuk mengintimidasi Bush, dan Bush hanya mengangguk seolah berkata 'halo' padanya dan melanjutkan ucapannya.
Advertisement
Momen 'Ups' Gagalkan Segalanya
7. Serangan Personal
Pada tahun 2004, terdapat momen mengesankan dalam debat cawapres, yaitu saat Dick Cheney ditanya tentang hak kaum gay. Putrinya yang seorang lesbian, tidak disebut-sebut, hingga Cheney selesai menjawab dan lawannya, John Edwards mengungkit-ungkitnya.
"Saya pikir wakil presiden dan istrinya sayang pada putri mereka," ungkapnya.
"Saya pikir mereka amat menyayanginya. Dan Kita harus menghormat fakta bahwa mereka bersedia berbicara tentang kenyataan bahwa mereka memiliki putri yang gay. Dan ada jutaan orang tua lain seperti mereka yang mencintai anak-anak mereka, yang ingin agar anak mereka bahagia."
Dikabarkan bahwa setelah itu Cheney dan istrinya Lynne merasa marah sekali pada Edwards karena menyebut-nyebut tentang putri mereka.
8. Cukup Disukai
Pada tahun 2008, pertanyaan politis yang umum pada saat itu adalah apakah Hillary Clinton "disukai." Dalam debat capres, Barack Obama menjawab pertanyaan itu: "Anda cukup disukai, Hillary." Ini ditafsirkan secara luas (terutama di antara pendukung Clinton) sebagai ungkapan yang kasar dan merendahkan. Tapi bisa jadi itu merupakan respons yang tulus.
9. Joe Bercanda
Sebelum berdebat dengan lawannya dalam debat cawapres, Sarah Palin bertanya pada Joe Biden apakan ia dapat memanggilnya Joe. "Tentu saja," jawabnya. Ini menyiapkan Palin untuk mengungkap kalimat serangan dalam debat: "Jangan begitu, Joe." Palin tampil lebih baik dari perkiraan banyak orang, mungkin karena Biden bersikap hati-hati agar tidak menghina atau tampak berlaku kejam padanya.
10. Ups
Pada beberapa tahun terakhir, momen dalam debat bakal capres, telah mendapat perhatian yang sama atau bahkan lebih dari debat utama.
Mungkin momen paling banyak diingat pada tahun 2012 terjadi saat kandidat Partai Republik Rick Perry tidak dapat mengingat badan pemerintah ketiga yang ingin ia hapus.
Ia berhenti, lalu terbata-bata, dan akhirnya berkata "ups." Perry menjadi kandidat Partai Republik  yang pertama berhenti dari pencalonan tahun 2016, dan beberapa pengamat mengatakan bahwa momen "ups" tersebut mungkin telah menghancurkan karier politiknya.