Sukses

Dokumen 30 Lembar Ungkap Strategi Ekonomi ala Donald Trump

Debat perdana Hillary Clinton dan Donald Trump digelar pada Senin 26 September 2016 waktu New York.

Liputan6.com, New York - Donald Trump akan menarik keluar Amerika Serikat dari Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organisation (WTO), jika perlu, untuk membantu perusahaan-perusahaan Amerika menjual lebih banyak produk mereka di luar negeri.

Ia juga berpikir bahwa ia akan dapat menutup defisit perdagangan AS sebesar US$ 500 miliar dolar Amerika dalam waktu dua tahun dengan menegosiasikan perjanjian dagang. Dan ia menganggap pendekatan baru dalam bidang perdagangan ini sebagai tambahan penting bagi sekumpulan kebijakan tradisional Partai Republik, seperti potongan pajak, pengeboran dan deregulasi energi, yang akan memacu ekonomi, demikian menurut analisis terbaru dari tim kampanye Trump yang menjabarkan strategi ekonomi kandidat Grand Old Party tersebut secara mendetail, yang dilansir Washington Post sebagaimana dikutip oleh Liputan6.com, Selasa (27/9/2016).

Rencana tersebut secara ideologi sangat acak-acakan, untuk skala seorang calon presiden, karena merupakan gabungan potongan ide konservatif yang memenangkan pemasok dengan ide-ide populis yang liberal. Rancangan ekonomi Trump ini berjanji akan membebaskan perusahaan-perusahaan Amerika agar dapat berkompetisi dengan lebih unggul di pentas dunia dan memaksa rekanan dagang utama Amerika untuk bertekuk lutut.

Mungkin, secara paradoksal, rencana itu juga mengklaim bahwa para para rekan dagang tersebut akan menjadi lebih baik jika membungkuk di hadapan Trump.

Teori yang mendasari rencana ekonomi Trump adalah bahwa ekonomi AS melemah karena presiden-presiden di era globalisasi belum pernah mencoba untuk menyetarakan posisi di kancah perdagangan bebas dunia agar dapat menguntungkan Amerika.

Analisis proposal ekonomi Trump setebal 30 halaman tersebut, ditulis oleh dua penasihat politik seniornya dan dirilis pada hari Minggu malam oleh tim kampanye Trump. Ini merupakan rencana paling mendetail yang pernah diluncurkan Trump, yang memberi gambaran tentang seperti apa visi Trump untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan cepat, menaikkan UMR dan kekayaan, melalui kebijakan-kebijakan yang secara keseluruhan bertentangan dengan kesepakatan partisan.

Rencana itu menunjukkan, dalam istilah-istilah terukur, bahwa bagi Trump kebijakan perdagangan sama pentingnya dengan janji-janji ekonomi seperti pemotongan pajak. Jika ia gagal mengubah peraturan globalisasi, ia akan mengalami kekurangan anggaran yang amat besar.

Dokumen 30 Lembar Ungkap Strategi Ekonomi ala Donald Trump (Reuters)

Salah satu penulisnya, ahli ekonomi dari University of California di Irvine bernama Peter Navarro, menggambarkan tulisan yang berjudul "Membuka Rencana Ekonomi Trump: Dampak Politik Perdagangan, Peraturan, & Energi sebagai seluruh bidak papan catur."

Yang pasti, dokumen ini menarik perhatian dari kelompok-kelompok bisnis dan liberal, untuk alasan yang berbeda-beda.

Para penasihatnya berpikir bahwa rencana Trump akan memacu laju pertumbuhan ekonomi AS dari rata-rata 2 persen, sebagaimana diramalkan oleh para pakar, rata-rata 3,5 persen, dan menciptakan jutaan lapangan kerja baru dalam pelaksanaannya.

Mereka juga berpikir bahwa, dengan dipadukan pemotongan pajak, rencana tersebut akan menghasilkan pendapatan pajak tambahan yang akan menutup semua kekurangan akibat pemotongan pajak - yaitu antara US$ 4,4 triliun hingga 5,9 triliun, menurut sebuah analisis - yang berarti bahwa rencana tersebut tidak akan menambah defisit negara. Namun, Pusat Anggaran Federal yang bertanggung jawab, sebuah badan independen, tidak sepakat dengan penilaian ini, dan memproyeksikan bahwa Trump akan menambah utang nasional sebesar US$ 5,3 triliun dan tidak melihat pertumbuhan apa pun dari rencana ekonominya.

Dikritik

Para penasihat Trump memproyeksikan bahwa ia akan menghasilkan pendapatan baru negara sebesar US$ 1,74 triliun selama satu dekade dari pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan dari kebijakan perdagangan. (Yayasan Pajak yang independen memprediksikan bahwa pertumbuhan yang dihasilkan dari potongan pajaknya akan sebanyak itu pula).

Para penasihat Trump juga memproyeksikan pertambahan pajak sebesar US$ 580 miliar dari pengurangan regulasi federal, serta US$ 150 miliar dari peningkatan eksplorasi bahan bakar fosil.

Rencana itu juga berisi agenda "daya saing" yang konservatif. Trump akan memotong tarif pajak perusahaan, mengurangi beban peraturan, dan menekan biaya energi.

Tiap usulan tersebut mendapat kritik dari pakar ekonomi, misalnya, melenyapkan regulasi di Wall Street mungkin akan mengurangi biaya kepatuhan dan membebaskan lebih banyak uang untuk investasi, namun juga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya krisis finansial yang melemahkan ekonomi di masa depan.

Namun, tim Trump menyatakan bahwa mereka juga ingin membahas apa yang disebut mereka sebagai "berpindahnya" perkerjaan orang Amerika, terutama di bidang manufaktur, ke negara-negara asing.

Apa yang membedakan Trump dari George W. Bush dan para konservatif pasar-bebas tradisional adalah fokusnya pada, apa yang disebut oleh Navarro dan mitra penulisnya Wilbur Ross, seorang investor ekuitas pribadi, adalah yang disebut dengan "penarikan" perjanjian dagang internasional dan praktik-praktik curang yang dilakukan mitra dagang terhadap perusahaan-perusahaan itu.

Mengurangi "penarikan" adalah bagian paling penting dari agenda ekonomi Trump. Ross dan Navarro merasa yakin bahwa Trump mampu melakukannya dalam waktu satu atau dua tahun dengan menegosiasikan ulang perdagangan dan langkah-langkah lainnya.

2 dari 2 halaman

Mengubah Aturan WTO

Kebijakan Trump juga termasuk meyakinkan Organisasi Perdagangan Dunia untuk mengubah aturan-aturan yang menguntungkan ekspor dari negara-negara yang amat mengandalkan pajak penjualan nasional, seperti halnya Meksiko dan Jerman, yang mengorbankan negara-negara yang mengandalkan pajak pendapatan seperti Amerika Serikat.

Pada beberapa poinnya, para analis merinci bagaimana perubahan tersebut akan diterapkan. Trump akan menerapkan tarif, jika diperlukan, terhadap negara-negara yang melanggar aturan perdagangan. Ini membuka peluang bagi Amerika Serikat untuk menarik diri dari WTO, badan yang mengatur globalisasi, untuk memaksa WTO agar menggubah aturan pajak sehingga dapat menguntungkan AS.

"Jika AS tidak menjadi anggota lagi, maka WTO tidak akan banyak berfungsi," ungkap para analis, "namun para pejabat Gedung Putih sebelumnya tidak mau mengajukan isu ini."

Di bagian lain, para analis menyatakan kemampuan Trump untuk memaksa negara lain menegosiasikan ulang perjanjian dagang yang telah ada sebagai sebuah fakta: "Korea Selatan tidak memiliki alasan untuk mengeluh saat Trump mengajukan negosiasi ulang. Kedua pihak akan mencari perjanjian yang lebih adil."

Dalam sebuah wawancara, Navarro menempatkan negosiasi ulang sebagai bagian penting dari peningkatan daya saing perusahaan-perusahaan AS. Ia menyatakan bahwa rekan dagang utama, termasuk Jerman, Meksiko, dan Jepang, akan cepat menanggapi kerasnya Trump sebagai negosiator dan keseriusannya dalam isu ini.

"Mereka lebih tergantung pada kita daripada kita terhadap mereka," kata Navarro tetang para mitra dagang. "Mereka yang anggarannya surplus. Mereka yang berisiko lebih besar daripada kita."

Kemudian, ia memprediksikan bahwa China akan mengakhiri praktik-praktik perdagangan yang "curang".

"Dengan hadirnya Donald Trump ke Gedung Putih, mereka akan menangkap kesan pemerintah yang kuat, mereka akan mengerti bahwa sebaiknya mereka membuat perjanjian yang lebih baik dan melanjutkan hubungan."

Para pejabat perdagangan dari pemerintahan Bush dan Obama akan menentang pendapat ini, begitu pula banyak ahli ekonomi. Dalam analisis dan wawancara, Navarro menafikan kemungkinan bahwa upaya perdagangan Trump akan berbalik, dan menghasilkan peningkatan tarif di antara negara-negara yang akan memperlamban perdagangan dan pertumbuhan global secara dramatis.

Beberapa analis telah memperingatkan kemungkinan tersebut, dan jutaan lapangan kerja yang mungkin lenyap, akibat rencana ekonominya. Navarro menekankan kebalikannya, bahwa risiko terbesar adalah tidak melakukan apa pun, dan membiarkan terus berlanjutnya defisit perdagangan yang besar.

Ia mengatakan alasan terkuat bahwa Trump akan berhasil adalah kemungkinan besar bahwa negara-negara lain akan melihat keuntungan dari mengakomodasi keinginannya.

Tim Trump berargumen bahwa defisitnya perdagangan Amerika telah mengganggu keseimbangan ekonomi global dan menghambat pertumbuhan. Melenyapkannya akan mengakhiri era pertumbuhan ekonomi negara-negara maju yang lambat saat ini dan memicu kemakmuran baru bagi dunia.

Maka, doktrin ekonomi Trump adalah bukan menang melawan seluruh dunia. Ini akan menjadi kemenangan bersama seluruh dunia, dengan melakukan apa yang menjadi kemampuan utama Trump.