Sukses

Minta Sistem Perwalian Diakhiri, Wanita Arab Saudi Kirim Petisi

Sejumlah pegiat hak asasi perempuan menganggap sistem perwalian menghalangi mereka untuk mewujudkan hak-haknya.

Liputan6.com, Riyadh - Pegiat hak asasi perempuan Arab Saudi menyerukan untuk mengakhiri sistem male guardianship atau sistem perwalian dengan mengirim telegram dan petisi ke Raja Salman pada pekan ini.

Para aktivis yang mengorganisir aksinya melalui media sosial, ingin menghentikan sistem di mana setiap perempuan Arab Saudi diatur oleh wali laki-lakinya yang memberikan mereka izin untuk berpergian, menikah, dan bekerja atau akses ke perawatan kesehatan.

"Kami ingin perempuan di atas 18 atau 20 tahun diperlakukan sebagai orang dewasa," ujar aktivis HAM Arab Aziza Al-Yousef kepada CNN.

"Bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri dan diperbolehkan untuk membuat keputusan sendiri," imbuh dia.

Pada Minggu 25 September 2016, para aktivis membanjiri media sosial yang menginformasikan cara untuk mengirim telegram kepada raja. Mereka mengatakan, beberapa orang yang berpartisipasi menghadapi kesulitan dengan operator.

"Beberapa operator mengatakan, apa yang dilakukan oleh aktivis adalah hal ilegal, bahwa itu dilarang oleh Tuhan," ujar aktivis asal Jeddah, Sahar Nasief.

Pada Senin 26 September lalu, Azizah membawa petisi yang telah ditandatangani ribuan orang ke Pengadilan Kerajaan di Riyadh untuk menyerukan diakhirinya sistem tersebut. Tak hanya perempuan, sejumlah laki-laki pun turut menandatangani petisi tersebut.

Dikutip dari CNN, Selasa (27/9/2016), kampanye terhadap isu tersebut mulai gencar dilakukan menyusul laporan Human Rights Watch yang mengungkap bahwa sistem perwalian merupakan hambatan paling besar untuk mewujudkan hak-hak perempuan di Arab Saudi.

Lebih dari dua bulan, perempuan Arab Saudi telah mem-posting permintaan mereka untuk menghentikan sistem perwalian.

Menanggapi hal tersebut, pada awal September 2016, otoritas keagamaan paling senior di Arab Saudi, Grand Mufti atau Mufti Agung, menyebut bahwa kampanye media sosial merupakan kejahatan yang menargetkan masyarakat Saudi dan muslim.

"Perempuan di sini dikekang, mereka tak dapat melakukan apa-apa," ujar seorang perempuan yang tak mau disebutkan namanya kepada CNN.

"Itu bergantung kepada walimu. Jika ia merupakan laki-laki baik, ia akan mengizinkanmu untuk bekerja, belajar, yang merupakan hak dasar. Namun jika tidak, ia akan menghalangimu dari hal tersebut," imbuh dia.

Azizah yang telah lama menjadi aktivis, berkata bahwa dirinya sangat bangga melihat generasi muda sangat terlibat dalam hak asasi manusia dan aktif di media sosial mengenai hal tersebut.

Kristine Beckerle dari Human Rights Watch mengatakan, dirinya mendesak pemerintah Arab Saudi untuk mendengarkan permintaan penduduk perempuan, serta mengizinkan mereka untuk bepergian, belajar, dan membuat berbagai macam keputusan hidup lain tanpa harus mendapat persetujuan dari wali laki-laki.