Sukses

Shimon Peres, Pemimpin Israel yang Ingin Damai dengan Palestina

Peres meninggal di usia 93 tahun, usai menjabat beberapa jabatan penting di Israel.

Liputan6.com, Tel Aviv - Mantan Presiden Israel Shimon Peres mengembuskan nafas terakhirnya, di usia 93 tahun. Ia meninggal usai berjuang melawan penyakit stroke.

Banyak kisah menarik terkait Shimon Peres. Meski pernah menjabat sebagai Orang Nomor Satu di Israel, Peres tak lahir di Israel.

Polandia diketahui sebagai tanah kelahirannya. Ia lahir pada 1923, lalu 1934 berimigrasi bersama keluarganya ke Palestina yang saat itu dikuasai Inggris. Demikian dilansir dari BBC, Rabu (28/9/2016).

Selain jadi Presiden, Peres pernah menjabat posisi penting lainnya, seperti Perdana Menteri.

Bahkan posisi kepala pemerintahan dijabat Peres dua kali, yaitu pada 1984 dan 1995-1996. Tak hanya itu, Peres pun adalah Menteri Luar Negeri Israel selama dua tahun dari 2001-2002.

Meski berkarir cemerlang di dunia politik, pemimpin Partai Buruh ini tercatat kalah dalam beberapa pemilu Israel, di antaranya pada 1977, 1981, 1984, 1988 dan 1996.

Selama memerintah Israel, Peres beberapa kali ditantang oleh Partai Konservatif Likud. Hal ini terkait dengan rencananya menarik pasukan Israel dari Gaza.

Walau mendapat sorotan tajam di dalam negeri, di luar negeri Peres malah mendapat pujian. Hal ini terkait, inisiatifnya untuk memulai perundingan dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada 1993.

Niatannya itu membuat Peres diganjar hadiah Nobel Perdamaian. Ia menerima penghargaan tersebut pada 1994 di Oslo.

Ia pun juga dikenal menjadi orang pertama yang menjabat PM dari pemerintahan gabungan Israel. Selain itu, saat Yitzhak Rabin dibunuh 1995, pemerintahan Israel diserahkan kepadanya sementara waktu.

Kepergian Peres membuat seantero Israel dan dunia bersedih. Banyak orang yang mengenangnya sebagai orang yang berjasa mendirikan Israel moderen.

"Di mata rakyatnya, ia bukanlah politikus. Dia menjadi tokoh bersejarah, lebih besar dari politik, lebih besar dari urusan sehari-hari, seorang tokoh pemersatu," ujar kolumnis di Yediot Ahronoth, Nahum Barnea.

Walaupun sudah tak menjabat sebagai presiden, Peres tetap menjadi sosok high-profile yang terus mengintervensi arah politik Israel dan berusaha untuk terus aktif, khususnya melalui kegiatan yang terkait dengan Peres Centre for Peace.