Liputan6.com, Washington. D.C - Pada Rabu 28 September 2016, Kongres Amerika Serikat mengadakan pemungutan suara, terkait pelaksanaan hukum yang memungkinkan keluarga dari hampir 3.000 korban insiden 9/11 menuntut Arab Saudi.
Namun, dengan melakukan pemungutan suara tersebut Kongres dianggap mengesampingkan hak veto oleh Presiden Barack Obama, yang mengatakan hal tersebut akan membuat 'contoh berbahaya'.
Seperti dikutip dari BBC, Jumat (30/9/2016), 15 dari 19 pembajak adalah warga negara Arab Saudi. Tapi hal tersebut tidak mengartikan bahwa negara kaya minyak itu terlibat secara langsung dalam serangan.
Advertisement
Baca Juga
Kerajaan Arab terang-terangan membantah terlibat dalam insiden yang tercatat menjadi salah satu 'bencana' terburuk AS itu.
"Pengikisan kebebasan berdaulat akan menimbulkan dampak negatif pada semua negara, termasuk AS," kata Menteri Luar Negari Arab Saudi dalam sebuah pernyataan.
"Arab Saudi sangat khawatir bahwa tuntutan hukuman oleh keluarga korban 9/11 di AS kepada kerajaan atas kejahatan yang tidak kami buat," lanjut pernyataan itu.Â
Sementara itu, Obama mengatakan bahwa dengan memberlakukan Undang-undang tersebut, dapat membuat AS berada dalam posisi yang sulit.
"Para korban berhak mendapatkan kompensasi, oleh karena itu kita membentuk pengumpulan dana kompensasi korban. Namun dengan menuntut Arab Saudi, hal tersebut akan berpengaruh pada hubungan kerjasama jangka panjang dengan AS," kata Obama dilansir dari CNN.
Obama menyebutkan kebijakan Kongres untuk melakukan pemungutan suara itu adalah sebuah 'kesalahan'.
"Saya mengerti kenapa hal itu terjadi. Pastinya kita semua masih merasakan trauma atas kejadian 9/11. Tidak ada yang berjuang lebih keras selain mereka yang bertahan pasca penyerangan brutal itu," kata Obama.
Sementara itu pejabat Partai Republik dalam Kongres mengatakan bahwa, mereka ingin menimbang kembali hukum tersebut.
Pimpinan Senat Mitch McConnell mengakui bahwa para pembuat hukum tidak memahami konsekuensi yang mungkin diterima dari pemberlakuan undang-udang tersebut.
"Semua orang tahu siapa penerima manfaatnya, tapi tidak ada yang benar-benar fokus pada sisi negatif yang mungkin dihasilkan dalam hubungan kerjasama internasional," kata McConnell.
"Kasus klasik yang akan disesali dengan cepat," ujar juru bicara Gedung Putih, Jodh Earnest.
Menurut Presiden Obama, pola pemungutan suara dalam Kongres dipengaruhi oleh adanya kepentingan politik.
"Jika diteliti lagi dengan seksama, Anda akan menyadari bahwa pemungutan suara ini dilakukan sebelum pemilu presiden. Tidak mengherankan, ini menjadi pemungutan suara yang sulit," kata Obama.
Sementara itu, Arab Saudi yang merupakan negara kaya minyak dan sekutu penting AS di Timur Tengah, telah melobi mati-matian terhadap legislasi Justice Against Sponsors of Terrorism (Jasta).
Perundingan itu untuk saat ini telah dihentikan, tapi Arab Saudi meminta Kongres untuk membalik atau membatalkan keputusan mereka.
"Kami bersukacita dalam kemenangan ini dan menanti hari kami berada di pengadilan untuk mendengarkan siapa sebenarnya dalang di balik kejadian ini," kata Terry Strada, ketua perkumpulan 9/11 Families & Survivors United for Justice Against Terrorism.