Liputan6.com, Tel Aviv - Jas telah ditanggalkan, ikatan dasi sudah dilonggarkan -- Presiden Amerika Serikat Barack Obama sudah bersiap pulang ke tanah airnya.
Namun, pesawat kepresidenan Air Force One tak kunjung mengudara dari Bandara Ben Gurion di Tel Aviv. Gara-garanya, penumpang VIP lainnya, mantan Presiden AS Bill Clinton tak kunjung naik.
Baik Obama maupun Clinton kala itu baru menghadiri pemakaman mantan pemimpin Israel sekaligus tokoh perdamaian Shimon Peres.
Terlalu lama menunggu, Obama akhirnya tak tahan. Ia muncul di belakang pintu pesawat yang terbuka, dengan penampilan yang tak lagi rapi, melambaikan tangannya ke arah Clinton.
Baca Juga
Ia kemudian berteriak, meminta Clinton cepat masuk. "Bill, ayo!," seru Obama, sambil menggulung lengan kemejanya, seperti dikutip dari CNN, Sabtu (1/10/2016).
Salah satu kru pesawat mengatakan sesuatu, Obama kemudian tersenyum lebar dan menggelengkan kepala. "Bill, ayo!," kata sang presiden lagi, ketika Clinton tetap berada di dasar tangga pesawat, bicara dengan sejumlah orang.
Obama pun akhirnya keluar dari pintu pesawat. Dasinya yang longgar tampak berkibar. "Bill, ayo! Ayo pulang!," seru dia.
Akhirnya Bill Clinton menyerah, ia yang tengah sibuk menyapa banyak orang akhirnya menaiki tangga pesawat. Dua presiden AS itu akhirnya masuk ke Air Force One bersamaan.
Advertisement
Tak hanya itu hal menarik yang terjadi di tengah pemakaman Simon Peres.
Sebelumnya, Presiden Palestina, Mahmoud Abbas datang melayat bersama sejumlah delegasi tingkat tinggi negaranya.
Setibanya Abbas di lokasi pemakaman, ia disambut oleh Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu. Keduanya tertangkap kamera berjabat tangan. Kunjungan terakhir Abbas ke Yerussalem terjadi pada 2010 lalu.
"Sudah sangat lama, sangat lama," ujar Abbas kepada Netanyahu seperti dilansir The Guardian, Jumat (30/9/2016).
Lantas, Netanyahu membalas sapaan Abbas dengan mengatakan, "Terima kasih sudah datang. Atas nama rakyat dan pemerintah Israel kami sangat menghargai kedatangan ini."
Sementara, dalam pidatonya Bill Clinton memuji Peres sebagai pemimpin yang telah 'menghancurkan kemunduran' dalam politik, perdamaian, dan 'membangkitkan kemungkinan akan setiap hari baru
Suami Hillary itu telah mengenal dekat Peres lebih dari seperempat abad. Bersama dengan mantan PM Yitzhak Rabin dan Pemimpin Palestina, Yasser Arafat mereka menyepakati Perjanjian Oslo--kerangka perdamaian yang kini terhenti. Clinton juga menambahkan bahwa Peres memulai hidupnya sebagai pelajar terbaik di Israel, selanjutnya menjadi guru terbaik, dan mengakhiri hidupnya sebagai seorang pemimpi besar.
"Ia menumbuhkan hatinya jauh lebih besar dibanding otaknya...," kata Clinton.