Liputan6.com, Washington DC - Teka-teki siapa yang bertanggungjawab atas insiden jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MH17 pada Kamis 17 Juli 2014 mulai terbongkar.
Baru-baru ini, investigator dari Belanda menyebut, rudal BUK lah yang membuat burung besi milik Negeri Jiran itu pecah di udara. Dan, berdasarkan bukti yang ada, asalnya dari Rusia.
Sebelum pernyataan terbaru terungkap, selama dua tahun terakhir komentar dan spekulasi terkait siapa yang bersalah menembak jatuh bergulir liar. Hampir setiap tokoh dunia, mengeluarkan komentar atau analisisnya.
Salah satunya adalah Donald Trump, yang kini jadi calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik. Pada Oktober tahun lalu, usai kesimpulan awal soal MH17 dikeluarkan pihak penyidik, miliarder nyentrik ini langsung mengeluarkan komentar.
Dia mengatakan, Rusia tidak bisa disalahkan atas kejadian yang memakan korban jiwa ratusan orang ini.
Ketika itu, tanpa ada dasar yang jelas dan hanya berdasarkan pandangan pribadinyam Trump yakin bukti yang menunjuk Rusia sebagai otak dari insiden tersebut tidak cukup kuat. Sehingga Negeri Beruang Merah tak bisa langsung disalahkan atas peristiwa ini.
"Kejadian yang begitu buruk sudah terjadi," sebut Trump seperti dikutip dari CNN.
"Ini sangat menjijikkan dan memalukan, tapi (Vladimir) Putin dan Rusia mengatakan mereka tidak melakukan itu, tapi di sisi lain ada yang menunjuk bahwa hal itu dilakukan Rusia, tidak ada yang tahu pasti tapi Putin pasti tahu ini ulah siapa. Tapi memang Rusia telah menyangkal hal itu," papar Trump.
Sekarang ini, investigasi terbaru penyelidik Belanda tengah menjadi sorotan dunia. Penyebabnya, penemuan ini mengungkit kembali pertanyaan sekaligus spekulasi terkait keterlibatan angkatan bersenjata Rusia, Kremlin, dan Presiden Vladimir Putin atas insiden itu.
Pada Oktober 2015 lalu, Badan Keselamatan Penerbangan Belanda mengonfirmasi bahwa Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan MH17 jatuh akibat rudal BUK buatan Rusia, namun tak disebutkan dari mana rudal ditembakkan.
Rudal itu menghantam bagian kiri depan pesawat sebelum akhirnya badan burung besi itu terpotong dan pecah di udara.
Tjibbe Herman Jan Joustra, Ketua Asosiasi Keamanan Swasta dan Badan Detektif pada Oktober 2015 lalu sempat mengatakan bahwa pola hancur pesawat memperlihatkan bahwa itu hasil tembakan sebuah rudal --bukan meteor atau ledakan internal.