Sukses

Kelompok HAM Soroti Pemberedelan Media di Kashmir

Kematian seorang pemimpin kelompok militan populer di Kashmir memicu aksi demonstrasi dan pemberedelan media.

Liputan6.com, Srinagar - Kelompok pemantau HAM mengkritik kebijakan pemerintah negara bagian Jammu dan Kashmir di India atas pemberedelan surat kabar harian berbahasa Inggris, The Kashmir Reader. Media cetak itu dipaksa tutup karena dituduh 'menghasut kekerasan'.

Sejumlah lembaga pengamat HAM menilai aksi itu merupakan serangan terhadap kebebasan pers. Menurut editor The Kashmir Reader, Mir Hilal, polisi mendatangi kantornya dan memerintahkan agar koran berhenti terbit.

"Tidak ada pemberitahuan atau komunikasi sebelumnya dari pemerintah. Jika ada persoalan dengan konten, mereka bisa menuntut penjelasan dari kami," tegas Mir Hilal dikutip BBC, Rabu (5/10/2016).

Dalam perintah pemberedelan itu disebutkan bahwa The Kashmir Reader 'mengandung bahan dan konten yang cenderung memicu tindak kekerasan dan mengganggu kedamaian serta ketenangan publik'.

Menyikapi hal ini, Amnesty International mengingatkan kembali bahwa pemerintah harus menghormati kebebasan pers dan hak masyarakat untuk mendapat informasi. Aksi penutupan paksa The Kashmir Reader ini terjadi setelah otoritas lokal menempuh langkah serupa terhadap sejumlah media cetak dan layanan internet.

"Pemerintah memiliki kewajiban untuk menghormati kebebasan pers dan hak masyarakat untuk menerima informasi. Tidak boleh menutup koran hanya karena mereka kritis terhadap pemerintah," sebut Amnesty International dalam sebuah pernyataannya.

Sejumlah wartawan pun turun ke jalan untuk memprotes peristiwa pemberedelan di Srinagar itu. Mereka menyatakan pelanggaran pers telah terjadi.

Dalam tulisannya yang dipublikasikan di surat kabar Indian Express, Mir Hilal menjelaskan bahwa media tempatnya bekerja diminta untuk berhenti beroperasi atas dasar surat perintah yang dikeluarkan pemerintah per 30 September.

"Memang terdapat kekurangan pada media. Tapi dibanding memberedel, pemerintah dapat membantu orang-orang dan media dengan mengembangkan suasana di mana kecerobohan tidak membuat kekuasaan membelenggu profesionalisme," tulis Mir Hilal.

Pada Juli lalu, otoritas Kashmir memberlakukan larangan penerbitan selama tiga hari terhadap sebuah koran. Mereka menyebutnya sebagai 'tindakan sementara untuk menangani situasi yang luar biasa'.

Kawasan Kashmir memanas sejak Juli lalu. Lebih dari 80 orang termasuk di antaranya remaja tewas dalam bentrokan yang melibatkan demonstran dan pasukan keamanan.

Aksi protes itu dipicu oleh tewasnya seorang pemimpin kelompok militan populer, Burhan Wani di tangan pasukan India pada 8 Juli lalu. Sosoknya 'akrab' di mata warga Kashmir.

Demonstrasi yang diwarna kekerasan pasca-kematian Wani disebut sebagai kerusuhan terburuk di kawasan itu sejak 2010.

Tak hanya kematian Wani, Kashmir belakangan juga memanas akibat konflik India-Pakistan. Wilayah ini sudah 70 tahun menjadi sengketa kedua negara.