Sukses

Puasa 'Ekstrem' 68 Hari Hanya Minum Air, Gadis Cantik Ini Tewas

Puasa panjang dalam kepercayaan Jain dipercaya dapat membuat bisnis orangtua sang gadis makmur.

Liputan6.com, Hyderabad - Aradhana Samadariya masih berusia 13 tahun. Usianya sungguh belia. Namun malang, belum sempat ia melihat dunia luas, nyawanya sudah melayang. Kematiannya diduga karena Samadariya melakoni kepercayaan kuno Jainisme, yaitu berpuasa hingga 68 hari.

Polisi kini tengah menginvestigasi orangtua Samadariya. Mereka tak percaya remaja itu dengan sukarela berpuasa hanya meminum air panas selama 68 hari.

Dilansir dari BBC, Senin (10/10/2016), dua hari setelah ia meminta berhenti dari puasanya seminggu lalu, Samadariya meninggal dunia.

Kematiannya karena puasa panjang mengundang debat di antara para penggiat puasa atas nama kepercayaan di India.

Menurut para ahli, sesungguhnya memungkinkan bagi tubuh bisa selamat tanpa makanan selama lebih dari dua bulan.

Namun, juru bicara kepolisian di Kota Hyderabad tak percaya Samadariya sukarela berpuasa sendiri. Hal itu diyakini setelah organisasi hak anak mengajukan tuntutan hukum kepada orangtua remaja itu.

Pegiat kemanusiaan,  Anna Hazare, (tengah) berbicara dengan imam Jian di New Delhi, 2011 (New Delhi)

"Orangtuanya--LaxmiChand dan Manshi Samdariya--telah dituntut oleh kelompok hak asasi anak di bawah undang-undang Juvenile Justice Act (kekejaman terhadap anak-anak) dan kematian karena ketidakpedulian," kata juru bicara polisi.

Orangtua Samadariya adalah penjual perhiasan yang kaya-raya. Mereka menolak dugaan pemaksaan puasa kepada anak gadisnya.

"Anakku meminta izin untuk melakukan upvaas (puasa tanpa makan). Kami memintanya berhenti setelah 51 hari, tapi ia tak mau. Dan ia puasa atas keinginannya sendiri, tak ada yang memaksanya," kata Manshi, sang ayah.

Namun, pegiat sosial menolak klaim itu.

"Seluruh negeri seharusnya malu, bahwa praktik semacam itu masih ada. Guru si ayah yang meminta keluarga itu. Ia mengatakan kalau sang anak tak puasa selama 68 hari, bisnis mereka akan hancur," kata aktivis bernama Achyut Rao.

"Sang anak hanya minum air saja dari Subuh hingga Magrib. Tak ada garam atau lemon atau apa pun yang dicampur di air itu," ucap Rao.

Rao juga mengkritik keluarga itu karena menggelar pesta penguburan yang mewah, menganggap anaknya adalah 'malaikat'.

"Yang mengagetkan adalah, keluarga itu bahagia bahwa sang anak diambil oleh Tuhan," ujar Rao.

Puasa berlarut-larut tanpa makanan sangat terkenal bagi pengikut Jain. Kepercayaan itu merupakan kelompok minoritas di India.

Para pegiat kemanusiaan kerap mengkritik aktivitas ekstrem lain dari kepercayaan itu yang disebut santhara, yaitu para pengikut tak makan dan minum untuk menyiapkan kematian.

Puasa adalah hal lazim bagi sejumlah agama. Umat Islam berpuasa tanpa air dan makanan di antara Subuh hingga Magrib selama bulan Ramadan. Agama Kristen melakukan puasa menjelang Paskah. Sementara, Yahudi tanpa makanan selama Yom Kippur. Pun demikian umat Hindu. Namun, tak satu pun kepercayaan itu meminta umatnya untuk puasa agar kelaparan bahkan hingga tewas.

Kendati demikian, para imam Jain membela kepercayaan mereka atas puasa yang berlarut-larut.

"Puasa tidak berlaku bagi wanita hamil dan mereka yang tak sehat. Namun, tak ada paksaan dan kewajiban bagi anak-anak. Juga berapa lama mereka harus berpuasa," kata Maharasa Ravinder Munji, imam Jain di Hyderabad.

2 dari 2 halaman

Kepercayaan India yang Beragam

 

India terkenal dengan kepercayaannya yang beragam. Di pojok terpencil negara itu, kepercayaan akan keberadaan arwah gentayangan dan hantu menyebar luas. Kecemasan dalam dunia modern, apa pun, diterjemahkan sebagai kerasukan.

Seperti di hari itu, di depan sebuah toko yang kecil namun sibuk di Desa Bemni, di ketinggian 2.743 meter di Pegunungan Himalaya.

Seekor anjing Tibetan Mastiff menyalak galak pada bocah berusia 4 tahun yang ketakutan dan berteriak kaget. "Sementara saya berusaha menenangkan anak saya, Finn, penjaga toko tiba-tiba berlalu. Sesaat kemudian ia kembali bersama seorang perempuan tua. "Nenek itu langsung menuju Finn, membawa abu di tangannya," kata Jane Dyson, kontributor BBC, yang melakukan penelitian antropologi diBemni.

Mata si bocah mendadak sontak melebar, heran, saat nenek tersebut menabur abu di sekeliling kepalanya.

Ia bernyanyi lembut, dengan nada rendah, lalu meniupkan udara ke rambut Finn. "Nenek itu pikir anak saya berteriak karena kerasukan. Jadi ia mengusir 'roh jahat' dari tubuhnya," tambah Jane.

Yang paling mengerikan bagi penduduk desa adalah kerasukan roh jahat, hantu yang bergentayangan di hutan. Makhluk tak kasat mata itu diyakini bisa membuat mereka sakit, bahkan tewas.