Liputan6.com, Washington DC - WikiLeaks kembali membocorkan 2.000 email tambahan pada Senin, 10 Oktober lalu yang diduga berasal akun ketua kampanye Hillary Clinton, John Podesta. Aksi tersebut merupakan peretasan kedua dalam empat hari oleh WikiLeaks, yang mengaku memiliki lebih dari 50.000 email Podesta.
Email yang sebagian besar diduga berasal dari tahun 2015 itu meliputi diskusi kebijakan dan strategi antara staf Hillary mengenai cara menangani media dan sejumlah isu, termasuk rilis buku Clinton Cash yang menuduh Clinton Foundation melakukan aktivitas keji.
Selain itu, email lain pada 2011 mengungkap bahwa ajudan Bill Clinton, Doug Band, menyebut Chelsea Clinton sebagai anak manja yang kurang memiliki fokus di hidupnya.
Advertisement
Doug Band mengirim email kepada Podesta dan ajudan Hillary, Cheryl Mills, soal kisah mengecewakan perusahaan konsultasinya, Teneo, dengan mencaci Chelsea Clinton.
"Aku tak layak menerima ini darinya dan setidaknya menerima penghormatan lebih atau setidaknya percakapan langsung denganku untuk menjelaskan hal ini," tulis Band seperti dikutip dari CNN, Selasa (11/10/2016).
"Ia bertindak seperti anak manja yang tidak punya hal lain, kecuali membuat isu untuk membenarkan apa yang dilakukannya, karena dia, seperti dia katakan, belum menemukan jalan dan kurang memiliki fokus dalam hidupnya," imbuh dia.
Tim kampanye Hillary merespons aksi itu dengan menyebut kampanye Trump "bersorak pada bocornya email yang direkayasa oleh Vladimir Putin", setelah penasihat Trump, Jason Miller, mencuit ke dokumen itu dengan kalimat "Dan...kita mulai".
"Ini benar-benar memalukan bahwa kampanye Trump bersorak pada rilis hari ini yang direkayasa Vladimir Putin untuk mencampuri pemilihan umum ini, dan itu datang setelah Donald Trump mendorong spionase selama musim panas dan terus menyangkal peretasan dalam debat hari Minggu" ujar juru bicara Hillary, Glen Caplin.
"Pemilihan waktu menunjukkan kepada Anda bahwa Putin tahu Trump memiliki akhir pekan dan debat yang buruk," ujar Caplin.
Para pejabat keamanan nasional Amerika Serikat menuduh Rusia berupaya mempengaruhi pemilu ASÂ melalui peretasan berkoordinasi tinggi, meskipun mereka tak secara spesifik menyebut negara yang dipimpin Vladimir Putin itu bertanggung jawab atas dirilisnya email oleh WikiLeaks.