Liputan6.com, Al-Qayyara - "Kami menutupi anak-anak pada malam hari ketika mereka tidur," ujar Khalil. Tangannya bernoda hitam, asap menyelimuti pintu masuk rumahnya.
Tempat tinggal Khalil beserta istri dan kelima anaknya hanya berjarak beberapa menit dari sebuah sumur minyak terbakar, yang merupakan satu dari puluhan sumur yang telah dibakar ISIS dalam beberapa bulan terakhir.
Baca Juga
"Kami menutup jendela dan pintu untuk mencegah masuknya asap, hanya itu yang bisa kami lakukan," ujar Khalil seperti dikutip dari CNN, Kamis (13/10/2016).
Advertisement
Seluruh bagian rumah, dinding, lantai, perabotan, bernoda jelaga. Setiap tempat terasa mengandung racun.
Khalil, seorang penjaga ladang minyak, baru sepekan kembali ke rumahnya di Al-Qayyara, Irak.
Militan ISIS telah membakar sumur minyak untuk mengaburkan pandangan pesawat tempur Irak dan koalisinya. Namun hal tersebut tak menghentikan pasukan Irak untuk memukul mundur kelompok radikal itu pada akhir Agustus lalu.
Teknisi dari perusahaan minyak dapat memadamkan api, namun tidak dengan sumur minyak yang berada di dekat rumah Khalil. Setiap kali mereka mencoba, militan ISIS melemparkan mortir ke jalan teknisi tersebut.
Insinyur veteran yang telah bekerja di industri minyak, Hussain Salim, memiliki tugas berat untuk memadamkan kebakaran. Ia hanya membutuhkan sekilas asap untuk memahami seberapa besar pekerjaan yang harus dilakukan.
"Butuh waktu 30 hari, satu bulan, untuk memadamkan sebuah kobaran api," ujar Salim.
Mereka telah berhasil memadamkan enam kebakaran sumur minyak sejauh ini, namun mereka masih memiliki sembilan lagi yang perlu dipadamkan. Para insinyur memperkirakan, 5.000 barel minyak terbakar di Al-Qayyara setiap jarinya. Awal pekan ini, ISIS kembali menyabotase sumur lain.
Masalah Kesehatan Menghantui Al-Qayyara
Di luar kantor wali kota, lebih dari 12 pria menunggu izin keamanan yang memungkinkan mereka melakukan perjalanan ke luar Al-Qayyara. Banyak di antara mereka menetap di kota selama ISIS menguasai wilayah tersebut.
Bukan masalah birokrasi yang menjadi keluhan mereka, namun asap dari kebakaran minyak.
"Itu seperti racun," ujar seorang pria. "Niscaya kamu akan merasa sakit sepanjang waktu, asap masuk ke hidungmu, paru-paru, dan kulit, di mana-mana."
Seorang perempuan mengeluhkan bahwa anak-anaknya terus menerus batuk. "Dan kami tak memiliki sabun untuk mencucinya," ujar dia.
Sementara itu, wali kota Salih Al-Jabouri terlihat sibuk menandatangani perlintasan perjalanan. Ia juga khawatir dengan efek jangka panjang asap dan kurangnya fasilitas kesehatan.
Rumah sakit empat lantai yang sekarang digembok, berdiri di samping sumur yang terbakar di dekat rumah Khalil. Sebuah klinik darurat buka selama beberapa jam pada pagi hari.
"Kebakaran menyebabkan masalah mental dan pernapasan," ujar Al-Jabouri.
"Terutama mereka yang memiliki asma dan alergi. Mereka yang tadinya tidak sakit, akan menjadi sakit," kata dia.
Namun di samping hal itu, kehidupan mulai kembali ke Al-Qayyara. Warung sayur sudah mulai buka, demikian halnya toko ponsel, yang dahulunya dilarang ISIS.
Dibalik hengkangnya ISIS dari Al-Qayyara, orang-orang mulai membicarakan asap tebal yang menyelubungi kota.
"Ini merupakan Daesh (sebutan lain untuk ISIS) kedua," ujar penjaja sayur Shaalan. "Ini kanker".
Advertisement