Liputan6.com, New York - Duta Besar Rusia untuk PBB, Vitaly Churkin mengatakan bahwa ketegangan hubungan negaranya dengan Amerika Serikat (AS) belakangan ini mungkin merupakan yang terburuk sejak perang Timur Tengah pada 1973. Namun diakuinya ada yang berbeda.
"Secara umum, situasinya sangat buruk sekarang ini, mungkin yang terburuk sejak 1973," menurutnya dalam wawancara dengan tiga jurnalis Rusia seperti yang dilansir ABC News, Senin (17/10/2016).
"Meskipun kami (Rusia-AS) memiliki friksi serius, perbedaan-perbedaan dalam sejumlah isu seperti Suriah, tapi kami tetap bekerjasama pada bidang-bidang lain. Dan kadang cukup baik," jelasnya.
Advertisement
Baca Juga
Churkin menambahkan lebih lanjut bahwa terdapat sejumlah hal yang membawa hubungan Rusia-AS mencapai titik terendah saat ini.
"Seperti kurangnya rasa hormat dan diskusi mendalam terkait isu-isu politik," kata diplomat senior Rusia tersebut.
Lantas, ia menyinggung ASÂ dan NATO yang memutuskan untuk membangun keamanan mereka 'dengan mengorbankan Rusia'. Yang dimaksudnya adalah, AS menerima sejumlah negara-negara Eropa Timur eks Soviet sebagai anggota pakta pertahanan tersebut. Tak hanya itu, AS juga menarik diri dari Perjanjian Anti-Rudal Balistik pada 2001 lalu.
Salah satu 'provokasi terbesar' AS menurut Churkin dilakukan pada era pemerintahan George W. Bush pada puncak KTT NATO 2008. Kala itu pendahulu Presiden Barack Obama tersebut mengizinkan Ukraina dan Georgia menjadi bagian dari NATO.
Peristiwa lain yang sangat penting menurut Churkin adalah konflik yang meletus di timur Ukraina pada 2014. Hal tersebut terjadi beberapa minggu setelah mantan Presiden Ukraina yang didukung Moskow, Viktor Yanukovych dilengserkan oleh sebuah aksi protes besar-besaran.
Churkin mengklaim kudeta tersebut didukung oleh Negeri Paman Sam. Tak lama setelah itu, Rusia pun menganeksasi Semenanjung Krimea dan Barat menjatuhkan sanksi atas tindakan tersebut.
Hubungan antara Washington-Moskow kian memburuk dalam sebulan terakhir. Ini dipicu oleh gagalnya gencatan senjata di Suriah, intensifnya pengeboman oleh angkatan udara Suriah dan Rusia, serta tuduhan keterlibatan Negeri Beruang Merah dalam pemilu presiden AS.
Namun meski eskalasi konflik dalam status mengkhawatirkan, Menteri Luar Negeri AS, John Kerry dan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov dilaporkan mengadakan pertemuan di Lausanne, Swiss pada Sabtu 15 Oktober lalu. Mereka menggali peluang untuk memulihkan gencatan senjata.
Seteru yang Bekerja Sama
Ketegangan kedua negara yang digambarkan mencapai titik terendah itu menurut Churkin memiliki sisi lain yang merujuk pada prestasi positif. Ia mencontohkan, dalam beberapa tahun terakhir AS-Rusia yang sama-sama anggota DK PBB menyetujui sejumlah kebijakan pun dalam isu Suriah.
Ia menyinggung kesamaan sikap Rusia-AS soal pengiriman bantuan lintas batas tanpa persetujuan pemerintah dan pembentukan tim ahli untuk menentukan tanggung jawab atas penggunaan senjata kimia di Suriah. Churkin juga mengatakan bahwa kedua negara sepakat terkait resolusi DK PBB untuk memerangi terorisme.
AS dan Rusia juga memainkan peran kunci dalam kesepakatan nuklir Iran yang dilaksanakan tahun lalu. Pada pekan lalu keduanya telah sepakat menunjuk mantan Perdana Menteri Portugal, Antonio Guterres sebagai Sekjen PBB pengganti Ban Ki-moon.
Churkin menyebut proses pemilihan Guterres merupakan keberhasilan paling gemilang yang dilakukan DK PBB dalam lima tahun terakhir. Pasalnya, mantan PM Portugal itu terpilih secara aklamasi oleh Majelis Umum PBB.
Pada akhirnya, Churkin menegaskan bahwa Rusia ingin menormalisasi hubungan dengan AS.
"Jika dengan terjadinya perubahan administrasi dapat membantu (proses normalisasi), itu bagus. Tapi meski pun Presiden Barack Obama melanjutkan masa jabatannya, kita akan tetap mendorong proses perbaikan dalam hubungan dua negara," imbuhnya.
Sejumlah pihak mengklaim membaca 'sinyal' perang dunia ketiga. Sebut saja belum lama ini, Presiden Rusia, Vladimir Putin dilaporkan telah menyerukan kepada warganya di seluruh dunia untuk kembali ke Tanah Air.Â
Imbauan itu muncul setelah Putin membatalkan rencana kunjungannya ke Prancis menyusul 'kemarahan' yang muncul atas keterlibatan Moskow dalam perang Suriah.
Kremlin dikabarkan telah memindahkan rudal berkemampuan nuklirnya ke dekat perbatasan Rusia-Polandia. Rudal Iskander dikirim ke Kaliningrad, kawasan yang merupakan kantong Rusia di Laut Baltik--terletak di antara negara-negara anggota NATO, Polandia dan Lithuania.
Pejabat Polandia mendeskripsikan langkah ini sebagai salah satu 'isu penting'.
Tak hanya itu, Negeri Beruang Merah juga baru saja meluncurkan misil barunya, Topol. Rudal ini diklaim sebagai yang tercepat di dunia.
Rusia meluncurkan misil itu dari kapal selam di Laut Barents pada Rabu 12 Oktober lalu. Peluncuran ini dilakukan setelah beberapa kali uji coba balistik dilakukan.
Berbagai langkah ini disebut-sebut sebagai persiapan Moskow dalam menghadapi konflik internasional di masa depan.
Advertisement