Sukses

3 'Horor' yang Bisa Dipicu Ponsel di Dalam Pesawat Terbang

Ada alasan mengapa penumpang diminta mematikan perangkat telepon selular di dalam pesawat terbang.

Liputan6.com, Washington DC - Departemen Transportasi Amerika Serikat secara resmi melarang penumpang membawa ponsel Samsung Galaxy Note 7 ke pesawat dengan rute penerbangan di seluruh AS pada 15 Oktober 2016.

"Penumpang yang berusaha mengelak larangan tersebut dengan membungkus ponsel mereka di bagasi akan meningkatkan risiko terjadinya bencana," tulis pedoman baru dari Departemen Transportasi tersebut.

Larangan itu datang setelah terdapat sejumlah laporan di seluruh dunia bahwa baterai lithium Samsung Galaxy Note 7 terbakar selama atau saat pengisian daya dimulai. Padahal raksasa elektronik asal Korea Selatan itu baru meluncurkannya pada Agustus lalu dan menjadikannya salah satu produk andalan.

Awal bulan ini, Samsung secara resmi mengumumkan akan menghentikan produksi Samsung Galaxy Note 7.

Hal tersebut hanyalah salah satu kasus terkait ponsel yang membuat pusing maskapai penerbangan dan organisasi pemerintah.

Seperti dikutip dari BBC, Jumat (21/10/2016), berikut sejumlah isu yang membuat sejumlah pihak bertanya-tanya apakah ponsel benar-benar aman untuk dibawa ke pesawat:

2 dari 4 halaman

1. Senjata Teroris

Semenjak peristiwa serangan 9/11 September, perang melawan terorisme dan dikombinasikan dengan meningkatkanya penggunaan perangkat elektronik pribadi atau personal electronic devices (PEDs), telah menciptakan hubungan rumit antara pesawat dengan ponsel.

Pada 2014, badan yang didirikan pada 2001 sebagai respons terhadap serangan teroris 11 September, Transportation Security Administration (TSA) AS, memperkenalkan aturan baru dalam membawa PEDs ke dalam pesawat: Jika bepergian dari negara lain ke Amerika Serikat, perangkat elektronik yang dibawa harus memiliki cukup baterai agar dapat dinyalakan saat terdapat pemeriksaan oleh petugas keamanan.

Ilustrasi isi daya ponsel.

Aturan tersebut bukan tanpa alasan kuat. Terdapat sebuah kekhawatiran bahwa teroris di seluruh dunia dapat mengganti baterai peralatan elektronik seperti ponsel dengan bom kecil. Alat peledak itu berpotensi tak terlihat atau tidak terdeteksi meski telah menggunakan X-ray atau alat pendeteksi logam.

Hal tersebut cukup nyata bahwa prosedur yang dikeuarkan TSA berasal dari perintah Departemen Keamanan Dalam Negeri. "Keamanan penerbangan...baik terlihat maupun tak terlihat, diinformasikan oleh lingkungan yang berkembang," ujar Menteri Kemanan Dalam Negeri Jeh Johnson pada 2014.

Ilustrasi Pesawat

"TSA, bekerja sama dengan mitra komunitas intelijen kami, terus menilai dan mengevaluasi ancaman lingkungan saat ini untuk memastikan keamanan tingkat tertinggi penerbangan tanpa gangguan yang tak diperlukan bagi wisatawan," ujar TSA kepada BBC.

"Kami tidak akan membahas informasi secara terbuka tentang unsur-unsur tertentu dari keamanan. Kami akan terus melakukan penyesuaian yang diperlukan protokol keamanan dalam menanggapi ancaman yang terus berkembang," imbuh mereka.

Untungnya, hingga saat ini belum ada laporan insiden di pesawat yang melibatkan bom tersembunyi di dalam ponsel.

3 dari 4 halaman

2. Gangguan Komunikasi

Ketika berpergian dengan menggunakan pesawat, ada aturan bahwa para penumpang harus mematikan ponsel. Banyak yang berkata bahwa hal tersebut bertujuan agar sinyal telepon tak mengganggu sistem telekomunikasi yang ada di kokpit.

Namun apakah benar jika kita tak mematikan sinyal ponsel akan berbahaya bagi pesawat?

Jika ponsel tak diubah ke mode terbang atau dengan kata lain sinyal tetap aktif, maka pilot dan air traffic controllers (ATC) atau pengendali lalu lintas udara akan terganggu dengan suara yang tak menyenangkan.

Suara yang dihasilkan serupa dengan bunyi ketika kita menaruh ponsel di dekat speaker, televisi, maupun radio. Hal tersebut terjadi karena emisi radio yang kuat dari telepon.

Menurut survei pada 2013, sekitar empat dari 10 penumpang pesawat di AS mengaku bahwa mereka tak selalu mematikan perangkat elektroniknya ketika berada di dalam pesawat.

NASA telah menyusun daftar insiden terkait PED yang telah terjadi pada penerbangan. Berdasarkan daftar yang diperbarui pada Januari lalu, setidaknya terdapat lima kecelakaan yang melibatkan terpancarnya sinyal dari ponsel.

Salah satu laporan menyebut, "Kapten (pilot) melaporkan adanya kemungkinan gangguan dari ponsel di kabin yang bisa menjelaskan terdapatnya anomali elektronik yang mereka alami selama penerbangan."

Namun hingga saat ini belum ada insiden yang menyebabkan kerusakan akibat tidak dimatikannya ponsel di dalam pesawat. Meski demikian, lebih baik kita mematuhi peraturan untuk menonaktifkan ponsel demi keselamatan bersama.

Fitur mode terbang atau flight mode dalam ponsel (Foto: Giulio Saggin/ABC News).

Dengan kondisi tersebut, dapatkah segala peraturan dan pemeriksaan yang rumit menjadi lebih longgar? Jawabannya mungkin.

Sebelum tahun 2013, ponsel dan perangkat elektronik di banyak penerbangan harus dimatikan total, tidak hanya diubah ke mode terbang.

Namun, Federal Aviation Administration AS kemudian membatalkan peraturan penerbangan itu, sama seperti yang dilakukan sejumlah lembaga di negara lain.

4 dari 4 halaman

3. Baterai Meledak

Mungkin saat ini isu yang perlu diperhatikan adalah soal keamanan barang elektronik itu sendiri, terutama seperti ponsel dengan baterai lithium-ion yang harus benar-benar aman digunakan oleh konsumen.

Jenis-jenis baterai yang rentan terhadap panas dan meledak, merupakan hal yang harus diingat oleh produsen perangkat elektronik sebelum produk tersebut dibawa penumpang ke pesawat. Seperti kasus baterai lithium Samsung Galaxy Note 7 terbakar selama atau saat pengisian daya dimulai. 

Soal baterai lithium juga pernah mengemuka di tengah kecelakaan pesawat Malaysia Airlines MH370 pada Sabtu 8 Maret 2014 -- dalam penerbangan dari Kuala Lumpur menuju Beijing, China. 

Hingga saat ini apa yang membuat kapal terbang negeri jiran itu celaka bersama 239 orang di dalamnya masih jadi misteri.

Belakangan terungkap barang yang dibawa dalam kargo pesawat, yakni baterai Lithium ion. Hal itu diungkapkan oleh CEO Malaysia Airlines Ahmad Jauhari Yahya.

Belum jelas apakah baterai tersebut menjadi penyebab celaka, namun, beberapa fakta menyebut baterai lithium ion yang biasa digunakan pada laptop dan ponsel, rentan terhadap panas dan mudah terbakar.

Senin (24/3/2014) pukul 22.00 WIB Perdana Menteri Malaysia Najib Razak mengumumkan kabar Malaysia Airlines MH370 berakhir di Samudera Hindia

 Meskipun hal itu jarang terjadi, tetapi beberapa pihak pernah menarik kembali baterai tersebut dari muatan pesawat, dan tidak mau mengambil risiko.