Liputan6.com, Washington DC - Hari ini 62 tahun silam, nama Benjamin Oliver Davis Jr. tercatat sebagai salah satu pria kulit hitam pertama yang menjabat sebagai Brigadir Jenderal di Angkatan Udara Amerika Serikat. Ia membuktikan bahwa posisi itu bisa diraih meski berasal dari kaum minoritas sepertinya -- keturunan Afrika.
Davis mengikuti jejak ayahnya, Benjamin O. Davis Sr, yang adalah warga Afrika-Amerika pertama di Angkatan Darat Amerika Serikat.
Keinginan Davis Jr untuk mengabdi di militer AS bermula saat usianya 13 tahun. Saat itu, musim panas tahun 1926, ia ikut dalam penerbangan singkat bersama pilot di Lapangan Bolling, Washington DC. Pengalaman itu membuatnya bertekad untuk menjadi pilot.
Advertisement
Setelah lulus dari University of Chicago, ia melanjutkan pendidikannya ke Akademi Militer Amerika Serikat di West Point, New York pada tahun 1932.
Dia disponsori oleh Oscar De Priest (R-IL) dari Chicago, satu-satunya anggota kulit hitam di Kongres.
Selama empat tahun masa pendidikan di akademi tersebut, pria kelahiran Washington DC itu mengalami diskriminasi rasial. Ia dijauhi oleh teman-teman sekelasnya yang mayoritas berkulit putih, meski beberapa di antaranya sembunyi-sembunyi berbicara kepadanya saat tak bertugas.
Davis bahkan tak pernah memiliki teman sekamar. Dia kerap makan sendiri dan melakukan kegiatan tanpa teman.
Rekan-rekan sekelasnya berharap, pengucilan itu akan membuatnya tak bertahan lama lalu keluar dari akademi. Tapi, yang terjadi adalah sebaliknya.
Hal itu malah membuat Davis lebih bertekad untuk lulus dengan predikat baik. Akhirnya, teman-teman sekelasnya menaruh hormat padanya, dibuktikan dengan catatan biografi pada fotonya di buku tahunan 1936 yang menuliskannya sebagai 'Howitzer'.
Pada 16 tahun kemudian, pada 7 Maret 1942, anak kedua dari tiga bersaudara ini menjadi perwira pertama di Tuskegee Army Air Field.
Kemudian, pada September 1943, Davis ikut dalam pasukan 332 Fighter Group, sebuah unit besar beranggotakan kulit hitam yang dipersiapkan untuk pergi ke luar negeri.
Segera setelah kedatangannya, ternyata ada upaya untuk menghentikan pengerahan pilot kulit putih di unit tersebut. Perwira senior di Tentara Angkatan Udara merekomendasikan kepada Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal George Marshall, bahwa 99 (unit lama Davis) dikeluarkan dari operasi tempur karena memiliki performa buruk.
Keputusan itu membuat Davis marah, karena ia tidak pernah diberitahu setiap kekurangan dari unitnya. Dia mengadakan konferensi pers di Pentagon untuk membela anak buahnya, dan kemudian melaporkan kasusnya kepada komite Departemen Perang.
Marshall memerintahkan penyelidikan tetapi memungkinkan 99 untuk terus berkiprah di tim tersebut.
Akhirnya didapati bahwa kinerja 99 sebanding dengan unit udara lainnya, tetapi pertanyaan tentang kelayakan skuadronnya terjawab pada Januari 1944. Ketika itu pilot di unit tersebut menembak jatuh 12 pesawat Jerman dalam dua hari, sekaligus sukses melindungi Anzio.
Kolonel Davis dan 332 Fighter Group tiba di Italia segera setelah itu. Keempat kelompok skuadron yang disebut Red Tails, yang berbasis di Ramitelli Airfield dan terbang dengan banyak misi jauh ke dalam wilayah Jerman.
Pada musim panas 1944 Grup itu dialihkan ke P-47 Thunderbolt. Setahun kemudian pada 1945, Davis mengambil alih semua awak berkulit hitam 477 Bombardment Group, yang ditempatkan di Godman Field, Kentucky.
Selama perang, penerbang yang berada dibawah komando Davis menorehkan catatan kompilasi yang luar biasa dalam pertempuran melawan Luftwaffe. Mereka terbang dan menyerang lebih dari 15.000 kali, menembak jatuh 111 pesawat musuh, dan menghancurkan atau merusak 273 pesawat musuh, dengan 66 pesawat mereka sendiri dan kehilangan hanya sekitar 25 pesawat pengebom.
Davis sendiri memimpin puluhan misi di P-47 Thunderbolt dan P-51 Mustang. Ia menerima Silver Star untuk misi ke Austria dan Distinguished Flying Cross untuk misi bomber-escort ke Munich pada 9 Juni 1944.
Pada bulan Juli tahun 1948, Presiden Harry S. Truman menandatangani Executive Order 9981 untuk memerintahkan integrasi rasial angkatan bersenjata. Kolonel Davis membantu menyusun rencana Angkatan Udara untuk melaksanakan perintah itu.
Angkatan Udara adalah yang pertama dalam kemiliteran AS yang melaksanakannya secara penuh.
Pindah Tugas
Davis kemudian berada di Pentagon dan ditempatkan di luar negeri selama dua dekade berikutnya. Ia kembali bertempur pada 1953, ketika ia memegang komando 51 Fighter-Interceptor Wing (51 FIW) dan menerbangkan F-86 Sabre di Korea.
Ia lalu menjabat sebagai Direktur Operasi dan Pelatihan di Markas Angkatan Udara Far East di Tokyo, dari tahun 1954 sampai tahun 1955.
Selama di Tokyo, ia dipromosikan ke pangkat Brigadir Jenderal. Jabatan itu tak permanen sampai ia dipromosikan sebagai Mayor Jenderal.
Pada April 1957, Jenderal Davis tiba di Pangkalan Udara Ramstein, Jerman, sebagai kepala staf Angkatan Udara Twelfth (12 AF), Angkatan Udara AS di Eropa (USAFE).
Ketika Twelfth dipindahkan ke pangkalan Angkatan Udara James Connally Base, Texas pada Desember 1957, ia diperkirakan mengemban tugas baru sebagai wakil kepala staf untuk operasi di Markas Angkatan Udara AS di Eropa (USAFE), Wiesbaden Air Base, Jerman.
Sementara di Jerman, ia untuk sementara dipromosikan menjadi mayor jenderal pada tahun 1959 dan dipromosikan untuk brigadir jenderal secara permanen pada tahun 1960.
Pada bulan Juli 1961, ia kembali ke Amerika Serikat dan bermarkas di Angkatan Udara AS. Di mana ia menjabat sebagai Direktur Tenaga Kerja dan Organisasi, Wakil Kepala Staf untuk Program dan Persyaratan serta dipromosikan ke pangkat mayor jenderal secara permanen tahun berikutnya.
Pada Februari 1965, ia ditugaskan sebagai wakil kepala asisten staf program dan persyaratan.
Dia tetap di posisi itu sampai menjabat sebagai kepala staf Komando PBB dan Pasukan AS di Korea (USFK) pada April 1965, yang pada waktu mempromosikanya menjadi letnan jenderal. Dia memegang komando Angkatan Udara Ketigabelas (13 AF) di Pangkalan Udara Clark di Republik Filipina di Agustus 1967.
Davis ditugaskan sebagai wakil panglima tertinggi, AS Strike Command, dengan kantor pusat di MacDill Air Force Base, Florida pada Agustus 1968. Saat itu ia memiliki tugas tambahan sebagai panglima tertinggi di Timur Tengah, Asia Selatan dan Afrika.
Dia pensiun dari dinas militer aktif pada 1 Februari 1970. Pada tanggal 9 Desember 1998, Davis Jr. dipromosikan sebagai jenderal Angkatan Udara (purnawirawan). Presiden Bill Clinton yang menyematkan lencana bintang empat kepadanya.
Pada tanggal yang sama tahun 2015, sebuah rekor tercatat di Guinness World Records. Istana pasir tertinggi buatan Ted Siebert (USA) memecahkan rekor dunia.
Sementara 27 Oktober 1961, NASA meluncurkan roket Saturn I yang pertama dalam Misi Saturn-Apollo 1.