Liputan6.com, Brussel - Dua perempuan Yazidi yang berhasil menyelamatkan diri dari perbudakan seks oleh ISIS kini menjadi inspirasi bagi komunitas wanita Yazidi di Irak. Keduanya memenangkan penghargaan dari Uni Eropa sebagai perempuan paling bermartabat di Eropa (Sakharov Prize).Â
Nadia Murad dan Lamitya Aji Bashar diculik bersama dengan perempuan Yazidi lainnya oleh kelompok teror tersebut saat mereka menyerang wilayah utara Irak pada 2014. Penyerangan tersebut menghancurkan desa Kocho, di Kota Sinjar, dan merupakan salah satu masa paling kelam Irak yang diakibatkan ISIS.
Baca Juga
Penghargaan tersebut diberikan kepada individu yang memberikan kontribusi luar biasa pada perjuangan persamaan hak manusia di seluruh dunia. Selain itu mereka juga akan mendapatkan hadiah uang sebanyak 45 ribu pound sterling atau setara dengan Rp 714 juta.
Advertisement
Sebelumnya individu yang mendapatkan penghargaan tersebut adalah Aung San Suu Kyi dan Nelson Mandela.
"Memberikan penghargaan kepada kedua perempuan luar biasa ini merupakan sebuah simbol dan keputusan yang sangat penting. Hal ini dapat memberikan dukungan kepada kedua korban yang berhasil melarikan diri dari ISIS dan mengungsi ke Eropa," kata European Parliament President Martin Schulz.
Murad (23) diculik ISIS, diperdagangkan, dan dijual sebagai budak seks. Perempuan itu kemudian memberanikan diri untuk kabur dari kebrutalan yang dirasakannya selama menjadi budak. Murad lalu menjadi 'suara' bagi kaum Yazidi Irak.
Perempuan 23 tahun itu juga hadir dalam sidang PBB yang diselenggarakan di New York. Kini Murad pun diangkat menjadi Duta Besar Dignity of Survivors of Human Trafficking for the UN’s Drugs and Crime body.
Murad yang diwakili oleh Amal Clooney mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh ISIS pada kaumnya adalah genosida. Kelompok tersebut menggunakan tubuh wanita seperti dia, untuk dijadikan 'medan perang' dan dijual, serta mengalami penderitaan yang tanpa habis di bawah pemerintahan ISIS.
Sementara itu, Bashar masih berusia 18 tahun ketika dia diculik bersama dengan Murad, melarikan diri dari ISIS pada Maret 2016. Bashar menderita banyak luka di wajahnya yang mengakibatkan matanya menjadi buta sebelah.
Luka-luka itu diakibatkan oleh ledakan di ladang ranjau, tepat Bashar melarikan diri dari cengkeraman tangan ISIS.
Murad kemudian diundang untuk menjadi pembicara dalam acara Tina Brown's Women in the World, pada awal Oktober. Dalam acara tersebut Murad mengkisahkan bagaimana kehidupannya berubah setelah ISIS menyerang desanya.
"Aku bekerja di sebuah peternakan dan memiliki hidup yang sederhana. Kami miskin namun sangat bahagia," kata Murad.
"Tapi semua itu berubah saat ISIS menyerang. Mereka mengatakan bahwa Yazidi itu bukan manusia yang diceritakan dalam kitab dan harus dimusnahkan. Mereka lalu membunuh lebih dari 5 ribu orang. Menculik 6 ribu perempuan dan anak-anak," ujar perempuan yang kini menjadi aktivis pembela kemanusiaan itu.
ISIS kemudian mengatakan bahwa perempuan non-muslim dapat dijual dan dijadikan budak birahi oleh anggota mereka. Sementara lebih dari 3.000 perempuan Yazidi lainnya, serta anak-anak, dikurung.
"Aku termasuk ke dalam salah satu perempuan yang dijadikan budak seks atau Sabia. Mereka membawa kami ke Mosul dan melakukan semua kejahatan seksual kepada kami," kata Murad. "Perempuan yang telah tua dibunuh. Salah satunya adalah ibuku. Sedangkan kakak ipar dan keponakanku dijadikan Sabia."
Setelah berhasil melarikan diri dari ISIS, Murad bertemu dengan perempuan Yazidi lainnya di kamp Kurdi dan berbagi pengalaman dengan mereka.
"Awalnya aku menganggap aku adalah perempuan yang paling menderita. Diperkosa secara bergantian tanpa henti.... namun setelah mendengar cerita mereka. Aku bukan apa-apa. Mereka mendapatkan perlakuan yang lebih kejam," jelas Murad menceritakan kembali pengalamannya.